31. Dosa Terlarang

283 30 35
                                    


Langkah Kevin terhenti saat melihat sang ibu memandangi sebuah figura berukuran 10R, terpampang di tembok antara ruang tengah dan ruang santai. Potret seorang nenek berusia 75 tahun, berambut abu-abu potongan bob, dan berpakaian kebaya tua biru, dengan jarik cokelat tua. Diah, yang merupakan mertua Lidya.

Lidya berkaca-kaca, sesal di matanya, membuat Kevin mengernyit.

"Maafin aku, Bu."

"Maafin?"

Suara Kevin membuat Lidya terperanjat. "Kevin," matanya berkedip-kedip cepat, "kamu bikin Mama kaget aja."

"Emang Mama nggak denger langkah kakiku? Kenapa Mama minta maaf kayak gitu sama Nenek?"

Lidya gelagapan, menelan liur. "Iya ... Mama ... Mama udah lama nggak ngunjungi Ibu Diah."

"Oh, yaudah kan bisa ziarah bareng Arsya kalau pas Arsya ziarah ibunya."

Lidya mengangguk. "Yuadah Mama siap-siap, ya?"

Kevin juga melangkah ke kamar. Setelah siap, ia keluar. Mengenakan kemeja lengan panjang, rambutnya yang cepak hitam legam, tertata rapi miring ke kanan. Berjalan menuruni tangga dan duduk ruang ruang santai. Mengemil kripik kentang sembari menunggu adik perempuan dan sang ibu.

Clara menghampiri dan duduk di hadapannya di antara meja.

"Kak Kevin, maafin gue, ya? Gue nggak bisa ikut ke rumah Laura. Gue nggak enak badan." Clara menghempaskna napas dan merosotkan bahu.

Kevin mencermati wajah Clara yang terlihat letih dan lesu. Kedua alis bertaut. "Bener deh, lo tambah nggak asyik banget, kayak kurang vitamin, yaudah lah. Istirahat aja sana." Ia melengos dan berdecak kesal.

"Sorry, Kak Kevin."

Lidya selesai berdandan dan keluar kamar. Arsya yang berdiri di depan pintu seketika menyapa istrinya. Lidya berpamitan, dibalas kecupan pada kening.

Kevin yang sedari tadi kesal menunggunya, menaiki tangga dan melihat pemandangan yang membuatnya memutar kedua bola mata.

"Ayo, Ma, malah mesra-mesraan dulu, gimana sih! Udah aku tungguin dari tadi," ujar Kevin kesal.

"Iya, Sayang."

Setelah Kevin dan Lidya pergi, Arsya terdiam dan berpikir. Apa Clara sakit?

Ia melangkah menuju kamar Clara. Terhenti dan ragu, tetapi memaksa melanjutkan langkah kaki. Ia mengetuk pintu.

"Masuk," sahut pemilik kamar.

Arsya membuka pintu dan masuk ke kamar. Berjalan mendekati Clara yang berbaring dengan selimut.

"Arsya," sapa Clara. Tidak menyangka, Arsya yang mengetuk pintu.

"Bagaiamana keadaanmu, apa kamu sakit?"

Clara menggeleng lemah.

"Tadi pagi saya lihat kamu sarapan sedikit banget, kamu juga belum makan siang. Kamu mau saya bawain makan siang?"

Clara terdiam sejenak, tersenyum tipis sebelum mengangguk. "Gue mau makan kue sama apel, sama anggur."

"Saya ambilin."

Arsya pergi ke dapur dan mengambil semua pesanan Clara. Rumah besar ini tengah sepi, Bi Rita pulang kampung untuk beberapa hari. Di dalam rumah juga tidak ada CCTV. Hanya ada satu asisten rumah tangga yang selalu pulang ke rumah saat pukul lima sore.

Arsya kembali ke kamar si gadis. Duduk di tepi kasur dan siap menyuapinya.

Clara duduk bersandar pada head board. Membatin, rasanya nikmat banget disuapi sama lo, Arsya.

Kami yang BerdosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang