51. Menerima Takdir

109 33 25
                                    

Perempuan berkaus biru muda, rambut panjang sedada digerai,  tersenyum bahagia melihat beberapa karyawan tengah melayani para customer. Ada yang tengah mengecat rambut, memotong rambut, dan mengeringkan rambut. Salon yang telah dibuka empat bulan lalu, di sebuah ruko berlokasi strategis.

Perkembangannya cukup bagus, Lidya juga membantu mempromosikan kepada teman-teman. Sang ibu telah membebaskan Clara untuk memilih apa pun jalan hidupnya selama itu kebaikan untuk sang putri. Dengan kesibukan di salon, perlahan Clara telah menerima takdir bahwa Arsya memang bukan untuknya. Namun, untuk melunturkan cinta terhadap Arsya, masihlah sulit.

Melihat jam dinding menunjukan pukul 14.40 WIB, Clara mengambil tas kecil, berpamit pada para karyawan. Mengendarai mobil menuju ke rumah sang mama. Dia tersenyum saat membuka pintu, sudah dua bulan tidak berkunjung. Disambut Lidya, mengajaknya ke ruang santai.

Ruang itu terdekorasi banyak balon berwarna-warni, pita, dan gambar-gambar tokoh princess Disney. Meja terdapat kue ulang tahun berwarna pink dan putih. Puncak kue tertancap lilin berangka 3. Clara memeluk dan mengecup kedua pipi Keisha, mengutarakan kerinduan dan sayang kepada sang adik. Arsya hanya terdiam tidak menyapa Clara, begitu juga sebaliknya.

Kevin, Laura, Clara, Lidya, Arsya, dan semua asisten rumah tangga bertepuk tangan sembari menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun. Si gadis begitu gembira, bersiap meniup lilin.

"Ayok, tiup, Sayang," ucap Lidya mengintruksi.

Dua tiupan membuat api kecil tersebut padam. Semua bersorak ria. Lidya memeluk, mencium gemas, begitu juga Arsya berbahagia mencium Keisha. Kevin melengos, tentu saja ia masih benci kepada Arsya. Sampai sekarang ia masih tidak terima atas apa yang Arsya lakukan kepada sang ibu.

Acara ulang tahun itu hanya dirayakan bersama keluarga. Saat petang, Clara berpamit meninggalkan mereka, menuju ke rumah Niko. Langsung disambut sesaat Clara membuka pintu mobil.

"Cantik banget lo," ucap Niko genit, menggenggam telapak tangan kanannya, "yaudah kita cabut, yuk."

Mereka sampai di tempat tujuan. Niko membukakan pintu mobil untuk Clara, mengulurkan tangan, menggandengnya hingga ke meja restoran.

"Pokoknya lo pesen sepuasnya, ya?" Niko memberikan senyum simpul.

Clara mengangguk. Nih orang beneran berubah, nggak, sih?

Membalas dengan senyuman manis, tetapi diam-diam menyeledik mata Niko. Nggak, gue nggak boleh baper sama apa pun kelakuan dia, Niko kan cowok nggak waras. Clara meneguk liur, teringat bagaimana kelakuan Niko saat dahulu.

Akhir-akhir ini sikap Niko kepada Clara memang telah berubah lebih baik, tetapi tetap saja itu tidak membuat hati Clara terbuka untuknya. Namun, setidaknya dia sudah tidak menerima kekerasan lagi.

Di pojok restoran, ada seorang wanita bersama teman perempuan, tengah duduk mengobrol, terdapat dua piring kotor di meja. Mata si gadis berambut sebahu itu membesar melihat Niko, langsung berbisik kepada teman untuk segera meninggalkan restoran sebelum Niko melihat dirinya.

"HP gue ketinggalan, Nik. Gue ambil dulu, ya?" Clara beranjak.

Niko berdecak malas. "Yuadah sana."

Clara berjalan menuju tempat parkir, ketika hendak membuka pintu, si gadis berambut pendek, menghampiri.

"Hai, gue Dini, gue dulu temen deketnya Niko, ada hal penting yang mau gue kasih tau lo."

Clara mengernyit, kemudian menganguk.

Kami yang BerdosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang