53. Menyelamatkannya

130 24 21
                                    

Niko berjaga di dalam mobil di depan hotel Arunika. Akhirnya melihat target yang sudah ditunggu dari tadi. Wanita paruh baya tengah melangkah di pinggir jalan, dia berangkat siang hari ini karena mengurus Keisha yang tengah demam. Niko bersiap, turun dari mobil, menyapanya.

"Ibu ini ibunya Clara, 'kan?"

"Iya, Mas ini siapa ya?" Lidya memperhatikan Niko, tersenyum tipis, merasakan penampilannya yang berkarisma, mengira bahwa lelaki muda tersebut pacarnya Clara.

Niko berbisik, "Clara habis nabrak orang dan dia lari terus minta tolong sama saya, terus dia lagi ngumpet di rumah saya, HP-nya mati dan sekarang dia bilang lagi butuh mamanya karena dia lagi ketakutan."

Lidya menutup mulut dengan kedua telapak tangan, panik. "Astafirullah, Clara. Tolong antarkan saya ke Clara." Bodohnya, Lidya langsung percaya.

Niko segera mempersilakan Lidya untuk masuk ke mobil. Niko terus menyetir menuju ke rumah mendiang kakek yang berada di Depok. Sesampainya, Niko mempersilakan Lidya masuk ke rumah.

"Clara, Clara ini mama lo di sini, Ra!" teriak Niko yang berpura-pura celingukan mencari Clara.

"Clara, ini Mama," sahut Lidya menoleh ke sana ke mari.

Niko perlahan berjalan, berdiri di belakang Lidya, ia membiusnya. Sang korban membelalak, semua jemari mengeratkan pada lengan Niko hingga mencakar, tetap berusaha untuk melepaskan diri. Niko semakin mengencangkan bungkaman, geram karena Lidya tetap berusaha membebaskan diri.

Sementara Arsya masih menunggu sang istri di sebuah restoran dekat dengan kantor, ia duduk sesekali melihat jam tangan.

Bu Lidya mana, katanya mau makan siang bareng, apa Bu Lidya ada kepentingan mendadak, tapi kenapa tidak beri kabar, batinnya.

Ia mengambil ponsel dan meneleponnya, tetapi tidak aktif. Menelepon lagi, tetap tidak bisa dihubungi. Arsya berdiri, pergi menemui sekretaris Lidya.

"Bu Lidya sudah kembali?"

"Belum, Pak, tadi pergi sudah sejam lebih yang lalu."

Arsya mengernyit, khawatir karena tidak biasanya Lidya seperti ini.

Sementara Niko tengah membopong Lidya yang sudah tidak sadar, ke dapur. Luas, ada meja makan berukuran panjang 2 meter, kitchen set yang hanya ada 1 teflon di kompor. Dibaringkan di lantai, Niko mengikat tangan dan kaki Lidya.

Kembali di mana Arsya berada, ia berjalan dan bertanya kepada beberapa karyawan jika mereka melihat Lidya. Ponselnya berdering, terlihat panggilan masuk dari Clara membuat dahi mengerut. Meski enggan dan ragu, tetapi terpaksa Arsya mengangkat.

"Apa!" Arsya menganga setelah mendengar apa yang diceritakan Clara. Ia bergegas menemuinya di rumah Clara.

"Arsya, kita harus secepetnya ke sana." Clara berjalan mondar-mandir, mengusap dahi, frustrasi.

"Ra, kita harus lapor polisi, ini udah kasus penculikan dan pengancaman," ucap Arsya menyarankan. Ia duduk di sofa, mengusap-usap kepala dengan cepat, menggeram gundah.

Clara terhenti. "Enggak! Kalo kita lapor polisi, nyawa Mama yang jadi taruhan." Berkaca-kaca bingung.

Arsya menggeleng pelan. "Ra, kita nggak mungkin ngadepin orang gila sendiri begini." Ia mendongak mentapnya dengan permohonan.

"Gue mohon jangan, Arsya. Lo nggak tahu siapa Niko. Niko itu nekat, dia bisa tiba-tiba berbuat sesuatu tanpa berpikir, dan bakal lakuin apa yang dia ancemin. Gue nggak mau kalau sampai Mama kenapa-napa, gue nggak bakalan bisa maafin diri gue sendiri." Clara panik meneteskan air mata.

Kami yang BerdosaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz