11. Sah

138 26 26
                                    

Malam ini, hanya ada dua orang yang menyantap makan. Mereka duduk berhadapan di antara meja. Kevin dan Clara sengaja tidak makan bersama. Alasannya karena mereka masih jengkel dan tidak menerima atas keputusan sang ibu.

"Apa kamu tidak apa-apa kita tidak mengadakan pesta pernikahan dan tidak mengundang teman-teman? Hanya menikah secara sangat sederhana. Ini syarat dari Kevin dan Clara," tanya Lidya untuk memastikan.

"Tentu saja, Bu, yang terpenting bukan pestanya, tapi pernikahan kita sah," ujar Arsya penuh kemantapan.

"Iya, kamu benar. Lagian, saya sudah tua, saya malu juga kalau diadain pesta. Yah, kecuali kalau kamu mau pesta, terpaksa saya mau." Lidya tertawa menggumam.

Arsya tersenyum lebar. "Tidak perlu, Bu."

Akhir pekan itu tiba, keduanya bersiap untuk acara pernikahan. Lidya pergi ke butik ditemani Arsya. Memilih kebaya untuk pernikahan, juga untuk Arsya. Senyum di wajah Lidya hampir tidak ada henti ketika mencoba kebaya yang pas di tubuh. Arsya pun tersenyum menatapi kecantikan dan lekuk tubuh calon istri.

Setelah persiapan selesai, seminggu berlalu dan hari pernikahan tiba. Tidak ada acara spesial, tetapi Lidya begitu cantik dan muda bak pengantin yang masih berusia dua puluh limaan tahun. Kebaya putih, jarik putih bermotif bunga dipadu warna keemasan. Kalung putih emas berbandul burung merpati menghiasi leher. Sanggul modern dihiasi bunga anggrek.

Lidya berkaca di kamar, tersenyum, kemudian memandang foto Randi.

Pa, Mama harap, Papa merestui kami. Arsya memang masih sangat muda, tapi Arsya itu laki-laki yang baik, dewasa, dan Mama yakin, Arsya akan menjadi suami yang baik, juga menjadi teman yang baik untuk Kevin dan Clara, batin Lidya.

Ruang bercat putih dan berlantai marmer tersebut, menjadi saksi ikatan pernikahan yang sah untuk Arsya dan Lidya, secara hukum dan agama. Semua telah bersiap, Kevin berdecak dan melengos. Begitu juga Clara yang sedari tadi hanya memasang wajah masam. Risi dan geli, itulah yang dirasakan oleh kakak dan adik tersebut.

Ada empat laki-laki yang siap untuk menjadi saksi, termasuk Kemal. Satpam ini sesekali menatap haru Arsya yang akan segera menikah.

Pengantin wanita duduk bersebelahan dengan mempelai muda. Ia mengenakan jas hitam dan peci hitam. Arsya berjabat tangan dengan penghulu.

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Suadara Arsya Mahardika bin Fulan dengan Saudari Lidyana Hardian binti Maulana Daryanto, dengan mas kawin emas tujuh gram, tunai."

Arsya menarik napas, berucap yakin, "Saya terima nikahnya Anggun Lidyana Hardian binti Maulana Daryanto dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

Semua saksi berucap secara bersamaam, "Sah!"

Jantung Arsya berdetak lebih cepat. Perlahan melirik kemudian menoleh wanita yang sudah menjadi istri. Lidya memberikan senyuman penuh arti. Arsya juga tersenyum berbinar-binar.

Ibu, aku sudah sah menjadi suami Bu Lidya. Aku berharap, aku menjadi suami yang baik, batin Arsya.

"Bu Lidya sangat cantik," ucap pelan Arsya menatap terkesima.

Lidya tersenyum merona. Ijab kabul selesai, Clara dan Kevin yang sedari tadi jenuh, bergegas pergi. Mereka masih tidak rela atas kenyataan ini.

Saat malam tiba, Arsya pindah ke kamar Lidya. Pasangan suami istri itu saling tersenyum malu-malu. Arsya masuk ke kamar mandi. Lidya mengenakan piyama.

Arsya kembali dengan mengenakan celana boxer dan kaus polos. Mereka bersebelahan duduk di tepi kasur. Hening, keduanya beradu senyum.

Kami yang BerdosaWhere stories live. Discover now