54. Terakhir

145 22 14
                                    

Niko kembali ke dapur dengan membawa alat potong, masih tetap menodong Clara. Mata Lidya membulat melihat anak perempuannya terancam. Niko mendorong sang gadis membuatnya terjatuh telungkup.

Niko berjalan mendekati Clara. Kini Arsya punya kesempatan, tangkas mengambil kursi kayu, melempar sekuat tenaga pada punggung Niko, membuatnya terhentak sekaligus pisau dan parang dari tangannya terjatuh.

Arsya berlari seketika menabrak tubuh Niko hingga kepala terbentur lantai. Arsya menahan dua tangan Niko pada lantai dengan tangan kiri, satu mata kaki bertumpu pada dada tengah lawan. Tangan kanan berusaha mengambil ponsel di saku depan celananya.

Niko melenguh merasakan begitu nyeri di dada. Arsya terus berusaha mengambil benda pipih tersebut hingga berhasil, langsung memberikan ke arah sang pemilik dengan menggeserkan ke lantai.

"Clara! Cepat telepon polisi," ucap Arsya tertatih yang mengerahkan seluruh tenaga untuk tetap menahan Niko.

Tangan kanan Arsya merayap berusaha meraih parang, sedangkan tangan kanan Niko bergerak mengambil pisau yang tak jauh dari jemari.

Di jarak tak lebih dari enam meter, dua tangan Clara yang gemetar meraih ponsel, menelepon polisi.

Niko berhasil menggenggam gagang pisau dengan panjang 20 cm, lantas menusukkan hingga kedalaman sepertiga ke pundak kiri Arsya—sebelum berhasil meraih parang. Mata Arsya terbuka lebih lebar, Niko melubungi bahu korban lebih dalam hingga menancap setengah, kemudian menyingkirkannya.

Arsya meringkuk terpekik, tubuh bagian kiri terasa kaku.

Niko mengalihkan atensi pada Clara yang sedang mengatakan alamat. Melotot dan menggemeretakkan gigi, Niko menggenggam parang, berlari ke arah Clara. Cekat merebut ponsel di genggaman si pemilik, seketika membantingnya. Panggilan langsung terputus, ponsel itu bengkok, agak terbuka di bagian layar dan penuh dengan keretakan.

Niko menjerat kaus belakang Clara. "Berani, lo ya?" Meringis penuh dendam, siap memberikan ganjaran.

Ia menggenggam seluruh rambut panjang korban, menariknya ke belakang beberapa kaki, kemudian membanting kepala si gadis ke tepi meja. Tidak cukup sekali, Niko kembali membenturkan kepala Clara.

Arsya seketika berlari seperti lupa dengan rasa sakit di tubuh. Spontan mencabut pisau yang berada di pundak, kilat terpejam erat merasakan mata pisau yang menyayat daging dan kulit. Darah segar mengucur ke dada dan punggung membuat kemajanya basah.

Ia berniat membenamkan logam pipih itu ke tengkuk Niko, tetapi sang target berbalik berhasil menghindar.

Clara tengkurap tak berdaya, kulit di dahi sobek beberapa inchi. Cairan amis membasahi wajah, Clara menutup mata, merasakan cairan hangat mengaliri kelopak mata.

Lidya hanya berkembang-kempis begitu cepat, air mata terus berjatuhan melihat sang anak yang terluka.

Niko berniat menusukkan parang ke dada Arsya, tetapi target berhasil menyamping. Saling bertatap. Niko menyeringai penuh kesombangan bahwa dirinyalah yang terkuat di antara mereka.

Jelas kecemasan di wajah Arsya. Pikirannya sungguh kacau, apalagi melihat Clara masih terkapar belum bergerak. Dua laki-laki tersebut bersiap saling menyerang. Niko menyambarkan parang lagi ke arah leher. Arsya berhasil menjauh, lalu berusaha menyerang balik dengan hanya menggunakan tangan kanan dan pisau yang digenggam.

Kornea Lidya bergerak cepat terus-menerus ke arah Clara juga Arsya, semakin ketakutan. Tidak ada yang bisa dia lakukan, hanya berharap bahwa Clara dan Arsya akan selamat.

Clara mengerjap pelan berulang kali. Jemari mengusap di sekitar dua alis, mencegah agar darah tidak mengalir ke mata. Berusaha melebarkan penglihatan agar bisa mengamati sekeliling, terutama Arsya yang tengah melawan Niko dari jarak antara 8 meter.

Kami yang BerdosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang