delapan; disini untukmu

138 12 0
                                    



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Terimakasih ya nak, Jendra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terimakasih ya nak, Jendra. Kamu sudah bersedia menjadi kekasih anak saya dan menjaganya dengan baik. Entah bagaimana cara saya membalas kebaikanmu ini,"

Lelaki dengan dua kelopak mata berbentuk bulan sabit ketika tersenyum itu—menanggapi hanya dengan anggukan kepala saja. Obrolan sore itu berubah serius usai pembahasan tentang bisnis terbaru milik keluarga Abirama mencuat. Jendra sendiri tidak menyangka bahwa Tuan Mahesa—ayahnya Gita—akan membahas perihal hubungan. Seakan semesta tengah mengingatkan dirinya akan perbuatannya selama ini.

"Ayah kamu dan saya berteman baik. Kami ingin melihat kamu dan Gita bersama sampai menikah,"

Jendra tersenyum pahit, "Sekaligus untuk memperlancar kerjasama bisnis kalian kan om?"

Tuan Mahesa terhenyak, namun tidak berapa lama kemudian lelaki paruh baya itu tertawa, "Kamu ini bisa saja, Jendra. Kamu pikir ini sinetron apa?"

Meskipun apa yang ditanyakan oleh Jendra mengandung kebenaran sekalipun, namun Tuan Mahesa memilih untuk tidak membahasnya. Dirinya merasa telah menjadi ayah yang buruk setelah menggunakan anaknya sendiri sebagai alat dalam dunia bisnis. Namun dirinya tidak memiliki pilihan lain. Kapan lagi ia akan memiliki kesempatan emas untuk menjalin hubungan kerjasama dengan keluarga Abirama?. Mereka adalah salah satu kesempatan terbaik yang dikirimkan kepadanya dan tidak akan ia sia-siakan begitu saja.

"Tidak apa-apa kok om. Jendra sudah terbiasa dengan situasi seperti ini. Apalagi ayah nggak satu dua kali jalin hubungan kerjasama,"

"Kamu kuat, nak. Maafin om ya?"

Jendra tersenyum miris seraya memandang ke arah seorang gadis yang baru saja masuk ke dalam restoran. Senyumannya merekah seiring gadis tadi mendekat ke arah mejanya. Lantas mengambil posisi duduk di sampingnya. Tuan Mahesa pun segera merubah posisi duduknya seraya berdeham. Melupakan apa yang tadi sedang diperbincangkan dengan Jendra.

"Maaf ya lama tadi aku ada kelas,"

Tuan Mahesa mengangguk maklum disusul Jendra kemudian, "Gapapa sayang,"

RUMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang