duabelas; kebenaran (2)

139 13 5
                                    

Author's note : chapter ini berisi flashback, is it why tulisannya italic (miring).

Author's note : chapter ini berisi flashback, is it why tulisannya italic (miring)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Kalyana Zanitha?”

Dengan gerakan sedikit lambat, Kalyana menoleh mencari sumber suara yang baru saja menyebut namanya. Tutur kata seseorang tadi saat menyebut namanya terdengar sangat lembut dan menenangkan.

“Ya? Siapa anda?”

“Kakek Wilson menghubungi saya, meminta untuk menjemput kamu,”

Kalyana menggeleng, sibuk dengan segala perlengkapan merajut yang berada dalam pangkuannya. Ada sepasang sepatu mungil yang lucu dan sepertinya baru saja selesai dirajut, diletakkan begitu saja di atas sebuah meja. Membuat lelaki tadi tanpa sengaja tersenyum saat mendapati benda mungil tersebut.

“Lagipula saya tidak mau ikut dengan siapapun yang bukan kerabat dari ibu saya. Jadi lebih baik kamu pergi saja,” ujar Kalyana dingin.

“Dan kamu berniat terus-terusan merepotkan kakek Wilson yang sudah renta?” tanya lelaki tadi belum menyerah.

“Aku yang mengurusnya, apa pedulimu?”jawab Kalya sengit.

“Hhh~saya tau kamu banyak menderita Kalya, ibu tidak pernah kembali dan apa yang terjadi padamu satu bulan lalu, pasti membuatmu jadi seperti ini bukan?”

“Sudah kukatakan, apa pedulimu, cepat pergi sana!”

Lelaki tadi tersenyum hangat, masih duduk di tempatnya tidak ingin berhenti membujuk Kalyana. Diulurkannya telapak tangan kanan, meskipun mendapatkan tatapan acuh dari Kalyana, ia tidak menyerah.

“Ini saya Hardan Adimasatya, orang yang ditugaskan untuk menjemputmu dan membawamu pulang ke Indonesia. Kamu masih ingat saya?”

Kalyana menghentikan gerak jari-jarinya yang sibuk menjahit ini dan itu, lantas menatap Hardan yang dengan setia masih menjulurkan tangannya menunggu dirinya menjabat. Namun bukannya menjabat, Kalyana justru merengkuh Hardan kemudian memeluknya dengan sangat erat.

“Kamu kemana aja, kenapa baru datang? Kamu tidak tau seberapa besar rasa takut saya berada disini sendirian,”

“Tidak apa-apa, saya sudah disini sekarang. Kamu tidak perlu merasa ketakutan lagi, kita pulang hm?”

“Ya, aku ingin pulang sekarang,”

Berkemaslah, biarkan saya yang berpamitan pada keluarga kakek Wilson,”

Hm,”

Setelah berpamitan pada keluarga yang telah mengasuhnya selama satu bulan belakangan, Kalya pun akhirnya meninggalkan California menuju negara asing yang hanya ia dengar melalui sambungan telepon dari seorang laki-laki yang mengaku sebagai kerabat dekatnya, Hardan.

RUMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang