dua puluh enam; tentang rindu

92 7 2
                                    

Widia menyaksikan interaksi kedua perempuan berbeda usia—di hadapannya dalam diam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Widia menyaksikan interaksi kedua perempuan berbeda usia—di hadapannya dalam diam. Tidak ada beberapa alasan masuk akal baginya, untuk memisahkan kedua perempuan ini, dan mengklaim Arielle sebagai 'hak miliknya'. Dalam arti lain, meskipun posisinya adalah seorang ibu sambung bagi Elle, tetap saja posisi seorang ibu kandung tidak dapat digantikan oleh siapapun, dalam kondisi apapun.

Nyeri di dalam hatinya, rupanya tidak berhasil diluapkannya dalam bentuk ekspresi apapun. Ia hanya duduk tenang di tempatnya, hingga Nancy datang menghampirinya kemudian menyapanya ramah. Ada banyak sekali kata yang ingin dirinya sampaikan kepada perempuan ini, tetapi Widia memilih memendamnya karena merasa ini bukan waktu yang tepat untuk meluapkan apa yang ia rasakan.

Dihampirinya Nancy, sembari membawa dua kaleng kopi di tangannya. Ia serahkan kopi itu satu untuk Nancy, dan satu lagi untuk dirinya sendiri. Duduk bersebelahan seraya menatap hamparan taman yang disinari lampu seadanya, namun tetap terlihat sangat terang dan nyaman.

“Saya ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada anda, nyonya Widia,” ucap Nancy.

“Berterimakasih?” Widia mengerutkan keningnya, namun tetap menaruh atensi sepenuhnya pada sang lawan bicara.

Nancy mengulum bibirnya, “Saya akui, selama ini saya bukanlah seorang ibu yang baik untuk Arielle, tapi saya mendengar dia dirawat dengan sangat baik setelah Jivan membawanya ke rumah kalian. Ketahuilah satu hal nyonya, saya ingin anda tahu bahwa, saya tidak pernah menikah dengan Jivan,”

Widia membelalakkan kedua matanya lebar. Tidak pernah menikah? Lantas bagaimana dengan rumor yang ia dengar hingga rumah tangganya menjadi korban? Semua itu tidak benar?.

“Maksud anda?”

“Benar, saya dan Jivan memang terlibat kisah cinta satu malam, tetapi dia tidak menikahi saya, pun saya tidak memintanya bertanggung jawab atas anak yang saya kandung,”

Kedua lututnya melemas, Widia bagai tak mampu menopang berat tubuhnya sendiri dan hanya perlu bersandar. Fakta yang didengarnya baru saja menamparnya dengan sangat keras, sehingga membuatnya jatuh berkali-kali dalam keadaan sadar. Dan ini beribu kali lipat lebih menyakitkan untuk mendengarnya.

“Tetapi dia datang dengan sangat berani hari itu, tepat ketika saya sudah menjauh dari kehidupannya, hanya untuk mengambil Arielle dan berniat merawatnya atas nama tanggung jawab,”

Nancy mengambil jeda, ia menghela napasnya lirih, “Saya tidak bisa berbuat banyak karena hari itu saya tergiur pada tawarannya, maka saya serahkan Arielle kepadanya dan menukarnya dengan sejumlah uang, tetapi nyonya ... saya punya alasan kuat mengapa saya melakukan semua itu,”

Widia memijat pelipisnya, “Sudah cukup, saya tahu apa maksudmu,” ucapnya sembari mengangkat telapak tangan kanannya untuk menghentikan ucapan Nancy.

“Dan untuk menukar nyawa dengan sejumlah uang, aku merasa tindakan itu sangat keji. Bagaimanapun dia adalah darah daging anda, bagaimana anda tega melakukan hal sekeji itu terhadapnya?”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RUMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang