dua puluh satu; Radhika bersaudara (2)

36 5 0
                                    

Hanum pikir hidup di dunia ini tidak perlu pusing-pusing memikirkan tentang jalan keluar dari setiap masalah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hanum pikir hidup di dunia ini tidak perlu pusing-pusing memikirkan tentang jalan keluar dari setiap masalah. Dia pikir, tawa akan selalu hadir menemani setiap langkah tanpa perlu dicari keberadaannya.

Namun ternyata salah.

Disaat dirinya masuk ke dalam rumah dengan menenteng sebuah kantong plastik warna putih, ia disuguhkan pemandangan di kamar yang membuatnya ngilu.

Semalam ia baru saja melaporkan pada maminya mengenai keganjalan yang ia dapati dari datangnya Winna secara tiba-tiba ke rumahnya. Terlebih lagi dirinya tidak sengaja melihat piyama tidur milik Winna sedikit tersingkap di bagian perut saat bangun tidur tadi. Semuanya jelas tertangkap oleh kedua bola matanya, tentang lebam-lebam yang ia curigai tersebar di seluruh tubuh Winna.

Gita rupanya tidak tinggal diam. Wanita itu segera menuju kamar anaknya untuk menghampiri Winna. Setelah membuktikan laporan dari Hanum, Gita pun mengembuskan napasnya. Apa yang ia lihat memang lah sesuai dengan apa yang Hanum katakan kepadanya. Di tubuh Winna memang terdapat banyak lebam, yang entah apa penyebabnya.

“Aku pulang,” ujar Hanum mengejutkan maminya yang sedang mengompres lebam di tubuh Winna.

“Oh hai sayang, sini masuk,” sahut Gita seraya menyambut Hanum dengan sebuah senyuman hangat.

“Kamu darimana Han? Pagi-pagi udah ngilang aja,” ujar Winna yang sudah kembali merapikan bajunya dengan hati-hati. Sesekali terlihat meringis saat kain baju mengenai lebam segar di tubuhnya.

“Jalan-jalan bentar, oh ya ini aku bawain bubur mang Surya buat kamu,” jawab Hanum.

Melihat interaksi kedua anak gadis yang baru saja beranjak remaja tersebut, membuat hati terasa menghangat. Dia pun kemudian berpamitan sebentar ke dapur untuk membuat susu. Hanum dan Winna mengiyakan saja dan melanjutkan obrolan seperginya Gita darisana.

“Masih sakit nggak?” tanya Hanum. Raut wajahnya terlihat sangat khawatir.

“Aku udah gapapa kok. Mami mu baik banget tau. Eh tapi seharusnya kamu jangan cepu tentang masalah lebam ini,”

Hanum berdecak, “Mau sampai kapan kamu sembunyikan semua itu hah?”

Winna menundukkan kepalanya, menghindar kontak mata dari Hanum. Namun, Hanum sama sekali tidak bodoh untuk tidak menyadari apa yang tengah terjadi.

“Kamu nggak usah sungkan. Kami disini keluarga kamu juga. Jika nanti kamu ingin menceritakan apa yang sedang terjadi, kamu nggak perlu mikir dua kali,”

“Tapi Han—”

“Udah ayo buburnya dimakan dulu. Kamu pasti laper 'kan?”

Winna hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju lalu menyendok bubur yang masih hangat. Benar sekali, bubur mang Surya memang enak. Sesuai dengan perkataan Hanum beberapa menit lalu.

RUMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang