Part 8: Terkuak [Revised]

7.6K 208 6
                                    

Masih di hari yang sama Mae memeriksa kembali pekerjaannya, tiba-tiba ia mendapatkan panggilan dari atasannya.

"Tolong datang ke ruangan saya bentar, Mae."

"Baik, Pak."

Setelah mengambil iPad-nya, Mae beranjak lalu mengetuk pintu ruangan Bara. Setelah diizinkan masuk, gadis itu sudah bersiap untuk mencatat tentang apapun yang akan dikatakan oleh atasannya. Tapi sepertinya gadis itu tidak membutuhkan pengingat apapun karena apa yang ia dengar bukanlah sebuah perintah ataupun permintaan untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan, melainkan sebuah ajakan.

"Kemana, Pak?" Tanya gadis itu sekali lagi. Memastikan bahwa ia tidak salah dengar.

Bara kembali terkekeh melihat ekspresi terkejut sekretarisnya sebelum mengulangi lagi kalimat yang barusan ia ucapkan. "Tolong temani saya menghadiri pesta pernikahan mantan istri saya di Bali." Ucapnya. Kali ini Bara yakin Mae mendengarnya dengan jelas.

Tanpa bersusah payah menyembunyikan ekspresi kagetnya, Mae kembali bertanya lagi, "Mantan istri? Bapak pernah menikah?"

Sekali lagi Bara tergelak melihat ekspresi wajah Mae.

Oh, ada apa dengan hari ini? Sudah berapa kali ia dihibur dengan ekspresi wajah dan tingkah laku sekretarisnya ini. Padahal selama ini Bara hanya dibuat sebal dan keki oleh gadis muda yang galak nan jutek ini.

"Pernah. Dulu sekali. Nanti saya ceritakan deh. Jadi bagaimana, kamu mau kan nemenin saya ke Bali? Akomodasi dan lainnya tentu saja akan menjadi urusan saya. Anggap saja ini ajakan untuk dinas keluar kota. Jadi jangan takut nggak dapet pesangon."

"Tunggu dulu, Pak!" Mae mengangkat tangan kanannya dan menyetop kalimat Bara untuk melanjutkan ucapannya.

"Pertama, saya tidak tertarik dengan cerita masa lalu Bapak." Tukas Mae singkat tanpa memedulikan raut wajah Bara yang terlihat sedikit kecewa.

Belum selesai sampai di situ, Mae menambahkan lagi, "Dan yang kedua, saya rasa ini bukan termasuk ranah profesionalitas saya sebagai sekretaris Bapak di kantor karena jelas ajakan ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan pekerjaan kantor." Tambahnya tanpa merasa sungkan sama sekali.

Jujur saja, bagi Mae tentu saja ajakan ini sangat menggiurkan. Tadi Bara bilang anggap saja sebagai perjalanan dinas, kan?

Perusahaan tempatnya bekerja sama sekali tidak pelit dalam urusan pesangon dinas dan selama ini Mae selalu mendampingi Bara kemana pun ia pergi dinas dalam negeri. Kalau keluar negeri Mae tidak bisa mendampingi karena neneknya akan sendirian. Sejak awal gadis itu meminta dispensasi mengenai hal itu dan yang bisa Mae kategorikan nilai plus adalah Bara sama sekali tidak mempermasalahkan.

Bara menghela napas panjang mendengar jawaban rumit Mae. Menilik dari watak dan sifat kurang ajar Mae selama ini, sebenarnya tidak mengherankan jika sekretarisnya menolak mentah-mentah ajakannya. Mae memang terkenal dengan sikap No non sense yang akut dan sulit ditaklukan oleh siapa saja, tak terkecuali atasannya sendiri.

Tapi tidak kali ini. Jangan panggil namanya Bara Hadi Wajendra kalau ia gampang menyerah hanya dengan satu kali tolakan. Mae tipe wanita yang selalu berpikir rasional, jadi satu-satunya cara membujuk manusia jutek ini adalah dengan pelicin. Hal yang selama ini dilakukan oleh Mamanya pada Mae. Sekretarisnya itu hampir tiap bulan mendapatkan oleh-oleh dari orang tuanya jika mereka keluar negeri dan sekarang gadis itu menjadi mata-mata Mamanya di kantor.

Bara mengetahuinya tapi memilih untuk diam saja.

"Dua kali jumlah pesangon?" Tawarnya lagi dengan percaya diri.

"Tidak mau."

"Pesawat First Class PP!" Tawarnya lagi sambil mengetuk-ngetuk permukaan meja.

"No! Ke Bali doang naik first class rugi!"

Bara & Mae [COMPLETED]Where stories live. Discover now