Part 48: Kepulangan Mae

1.3K 58 9
                                    

Dari spion tengah Abrisam melirik ke bangku belakang. Ada seorang gadis muda dan bayi yang sedang tidur di car seat yang dibeli Abrisam atas perintah Yang Mulia Bara secara kilat. Lalu sepasang mata tajamnya berpindah melirik ke samping kiri, atasannya terlihat sedang melihat ke layar ponselnya. Entah apa yang sedang ia baca, tapi kalau dilihat dari kerutan di antara kedua alisnya, bisa Abrisam tebak kalau apa yang dibacanya tidak membuatnya senang. Mungkin soal pekerjaan yang terpaksa mereka tinggal.

Perjalanan selama berjam-jam itu terasa lama karena banyak berhentinya saat bayi dan ibu muda membutuhkan toilet dan kamar mandi untuk ganti dan buang air. Tapi saat mobil akhirnya berhenti di parkiran gedung apartemen Bara, tak ada hal yang paling disyukuri Abrisam saat itu juga. Akhirnya ia bisa lepas dari dengungan tangis bayi yang memekakan telinganya.

"Saya langsung pulang saja ya, Pak. Capek, nih." Keluhnya pada sang atasan yang sibuk membantu kekasihnya menurunkan koper bayi.

"Terima kasih, Abrisam." Balas Bara kemudian. Pria itu melirik ke arah Mae dan dengan canggung gadis itu juga menganggukkan kepala, berterima kasih.

"Makasih ya, Mas..." Lirihnya sambil tersenyum kecil.

"Panggil saja Isam." Sahut Isam sekenanya. Dengan segera ia menyamber tasnya dan tanpa mengantar atasannya dan Mae sampai ke unit apartemen, Isam sudah nyelonong pergi karena takut kalau-kalau disuruh ngapa-ngapain lagi.

Sesampainya di dalam apartemen, Bara langsung memandu Mae menuju kamarnya. Meskipun Mae sudah hapal tata letak apartemen Bara, namun pria itu tetap ingin mengetahui bahwa kekasihnya benar-benar sudah nyaman di kamar.

Meskipun hanya sekitaran enam bulanan sejak terakhir kali dirinya berada di kamar yang seharusnya tidak asing, Mae tetap merasakan sensasi baru saat memasuki kamar tempat dirinya dulu sering menghabiskan banyak waktu dengan Bara. Gadis itu menunduk dalam gendongannya wajah keponakannya yang polos membuat dirinya malu karena harus menidurkannya di atas ranjang tempat dulu ia dan Bara sering berbuat mesum.

"Sepertinya kita harus membeli boks bayi untuk Chacha tidur di kamar ini." Ucap Bara tiba-tiba mengejutkan Mae. Pria itu terlihat meletakkan tas berisi perlengkapan bayi di atas nakas.

"Untuk apa?" Tanya Mae mengernyitkan dahinya.

Heran dengan pertanyaan itu, Bara membalas. "Ya tentu saja untuknya tidur. Kamu kira kita akan terus membiarkannya tidur di ranjang bersama dengan kita?"

"Maksudnya?" Mae masih bertanya. Ia tidak mau berasumsi apapun.

"Sayang, kamu dan Chacha akan tinggal di sini bersamaku mulai sekarang. Kita akan menikah." Jawabnya pelan sambil memanjangkan sabar.

"Siapa yang bilang aku mau menikah dengan Mas Bara?"

Masih dengan kesabaran yang sudah setipis tissue, Bara menjawab Mae yang sepertinya masih saja keras kepala. "Lalu maumu apa?"

Mae terdiam. Gadis itu tidak tahu jawabannya. Apa yang sebenarnya ia mau. Kalau ditanya ya maunya tidak seperti ini. Maunya Mbah Putri masih hidup. Maunya Mas Yudha dan istrinya masih hidup. Maunya Chacha ya masih punya orang tua. Maunya ya Mae masih seperti dulu. Tapi tidak bisa kan?

Akhirnya ia hanya menggelengkan kepala. Rasanya lelah sekali. Kedua tangannya kebas dengan beban seorang bayi dan duduk berjam-jam di mobil juga membuat pundak dan punggungnya nyeri. Untuk saat ini lebih baik dirinya istirahat dulu.

Bara menghela napas. Ia sudah tahu Mae tidak bisa menjawab pertanyaannya sekarang karena gadis itu masih tidak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang. Dirinya hanya ingin Mae mempercayakan segalanya padanya. Apakah sesulit itu? Mungkin rasa kelelakiannya yang ingin melindungi wanitanya begitu tinggi dan membuat dirinya juga dengan cepat memutuskan untuk memboyong Mae dan Chacha kembali ke Jakarta secepat ini. Meskipun nanti akan banyak omongan yang tidak mengenakkan tentang dirinya yang bodoh karena hanya demi satu wanita ia mau saja melakukan segalanya dan terkesan cinta buta, Bara tidak peduli.

"Malam ini tidurlah di sini dengan Chacha. Aku akan tidur di kamar lain." Ucap Bara kemudian. Ia mengusap wajahnya dengan tangan kanannya, tanda ia juga kelelahan dan ingin menunda pembicaraan apapun itu untuk esok hari.

"Aku tidak ingin mengusirmu dari kamarmu sendiri, Mas. Biar aku dan Chacha tidur di kamar lain," Sahut Mae segera setelah Bara membalikkan badannya untuk melangkah keluar.

Sebelum Mae sempat bergerak, Bara sudah berjalan mendekatinya lalu mencium bibir kekasihnya dengan lembut. Berhati-hati dengan adanya bayi di gendongan Mae.

"Bobo di sini aja, Sayang. Mas juga capek dan kasur di sini paling gede buat kamu dan Chacha." Bisiknya setelah melepaskan ciumannya.

Mae menangis mendengar bisikan Bara. Bisa ia rasanya ketulusan mantan atasannya itu padanya. Rasa ingin memeluk dan memanjakan Bara seperti dulu menguak lagi dalam dirinya namun kelelahan fisiknya kali ini menang dan akhirnya Mae hanya mengangguk dan mematuhi permintaan Bara.

"Good girl." Ucap Bara sebelum sekali lagi mendaratkan ciuman singkat di bibir Mae.

"Terima kasih, Mas."

"Buat kamu, Mas akan melakukan apapun itu."

TBC

Hello guys!! Sorry ya hiatus lama bgd hehehe!!

Happy New  Year 2024!! Semoga kita punya resolusi baru untuk tahun ini dan goals tahun lalu banyak yang tercapai!!

Bara & Mae [COMPLETED]Where stories live. Discover now