Part 10: Back to reality

6.8K 219 2
                                    

Jangan lupa vote dan komen ya!!

Triple update!!! Yayyy!!

Maaf kalo ada typo 🙏🏻

Bara masih merasakan pusing di kepalanya karena semalam ia tidak bisa memuaskan diri. Meskipun ia sudah berdiri di bawah pancuran air dingin dan mengajak kerja sama 'adik'nya untuk mau menyudahi gairah malam itu, tetap saja gagal. Wajah dan tubuh Mae tetap terlukis di sana ketika matanya terpejam. Yang mengakibatkan dirinya berangkat ke kantor dengan perasaan gelisah dan wajah yang terlihat kusut.

Mae yang sudah duduk manis di balik meja kerjanya mengerutkan alis saat dilihatnya Bara melewati dirinya begitu saja. Tanpa ada sapaan selamat pagi yang alay ditambah dengan kedipan mata seperti biasa.

"Mungkin lagi dapet kali ya?" Selorohnya asal. Karena ketika ia sedang mendapat tamu bulanannya juga rupa serta perasaannya bisa sekusut itu. Hanya saja sebagai seorang perempuan, Mae terbiasa untuk menyembunyikan hal itu.

Mae bersiap-siap untuk memulai harinya dengan memberitahu Bara jadwal pria itu hari ini. Ia mengambil Ipad yang selalu tak lupa ia update tiap kali ada perubahan baru pada jadwal dan juga rencana lain. Ketika akan beranjak, dari arah luar Bobby datang.

Pria yang lumayan tampan itu hari ini berkemeja biru dongker yang dipadukan dengan dasi berwarna hitam. Ia terlihat sangat rapi dan rambutnya yang ia tata sedemikian rupa memperlihatkan dahinya yang putih kinclong. Bobby menyapa Mae dengan ramah. Ada nada menggoda di sana yang sudah biasa gadis itu dengar dan sudah biasa pula gadis itu acuhkan.

"Aduh, Mae. Judesnya..." Ujar Bobby tergelak gembira. Memang Bobby ini juga sudah terbiasa dicuekin oleh Mae  sejak dulu. Kalau sapaannya dibalas, malah mungkin akan membuat Bobby mematung saking kagetnya.

"Bapak ada, kan? Mau ke dalem juga kan kamu? Yuk, bareng!" Ajak Bobby riang gembira.

"Nggak deh. Pak Bobby duluan aja," Tolak Mae kemudian. Ia mengingat kalau atasannya agak tidak seperti biasanya pagi ini jadi biar Bobby saja yang jadi bulan-bulanan pertamanya.

"Oh, gitu ya? Oke, deh. Oh ya, nanti makan siang bareng, yuk!" Masih Bobby tidak menyerah dengan keadaan. Bahkan ia pura-pura tidak melihat saat Mae terang-terangan menghela napas agak kasar.

"Saya nggak mau," Balasnya datar.

"Kenapa, Mae? Kamu selalu nggak mau kalau saya ajak makan siang bareng. Kan cuma makan siang aja lho?" Tanya Bobby sedikit merajuk dan membuat Mae jengah seketika.

Sejak pertama kali ia pindah ke Jakarta dan bekerja di perusahaan ini, Mae tidak pernah sekalipun mencoba untuk tebar pesona. Baginya hanya ingin bekerja dan sekali-kali menikmati hasil pekerjaannya bersama dengan sang nenek. Untung-untung kalau bisa beli rumah atau apa gitu. Mae memang bukanlah gadis yang ambisius. Ia hanya ingin hidup mandiri dan menghasilkan uang sendiri dan tidak lagi merepotkan nenek serta kakaknya.

Sedangkan perhatian yang ia dapatkan dari beberapa lawan jenis, termasuk Bobby, baginya adalah sebuah gangguan. Meskipun bukan dari kalangan jetset, Bobby termasuk orang terdekat dari para pebisnis penerus Wajendra. Masa depannya digadang-gadang akan cerah, jabatannya juga lumayan tinggi sebagai salah satu manager perencanaan. Ia diincar oleh banyak wanita-wanita single di gedung. Tentu saja ketertarikan Bobby pada Mae membuat gadis asal Magelang itu menjadi musuh beberapa karyawati lain. Meskipun sudah tersebar luas bahwa Mae tidak tertarik pun, asalkan Bobby masih mengejar-ngejarnya, siapa yang percaya?

"Bapak nggak bisa menerima kata tidak atau gimana? Saya tidak mau. Saya tidak akan menggunakan sebuah white lie hanya untuk menolak ajakan Bapak. Saya hanya tidak mau. Sudah itu saja." Jawab Mae dengan gamblang. Ia juga bisa melihat raut wajah Bobby yang langsung berubah masam. Pria itu menghela napas lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian ia beranjak untuk mengetuk pintu lalu masuk ke dalam ruangan Bara.

Mungkin bagi banyak orang, apa yang baru saja Mae lakukan sangatlah kejam. Tidak berperasaan dan sangat jahat. Bisa saja Mae bilang bahwa siang ini sudah ada janji dengan Nasayu atau siapa untuk menolak halus ajakan Bobby. Tapi mau sampai kapan ia harus berbohong?

Baginya akan lebih baik jujur sejak awal dan bilang bahwa dirinya tidak tertarik. Ia sama sekali tidak melihat sosok Bobby untuk jadi pendamping hidup. Daripada harus bohong terus-terusan dan memberikan harapan palsu? Iya kan?

Lalu siapa yang bisa Mae lihat sebagai sosok pendamping hidup itu? Orang yang seperti apa?

Bara?

Haaaaa?????

Kok bisa-bisanya mukanya Pak Bara yang nongol sih??

Amit-amit jabang bayi!

Dengan keras Mae mengetuk-ngetuk meja kerjanya dengan buku-buku jarinya. Ia mengibas-ngibaskan wajah Bara yang seolah-olah muncul di atas kepalanya dengan tangan kanannya.

"Siapa juga yang mau sama duda aneh seng wes *gerang kok iseh seneng *mentil koyo Bara Bere!" Cibir Maesaroh lirih. Ia melirik ke arah pintu ruangan Bara yang Masih tertutup. Lalu melengoskan wajahnya dan memutuskan untuk kembali bekerja. Nanti saja kalau mau nyapa bos dan bacain jadwal kalau Bobby sudah keluar.

*Gerang : gede/besar
*Mentil : memainkan atau menggigiti puting susu

***

Sore itu ketika Bara mengingat bahwa dirinya belum makan siang, ia memutuskan untuk meminta Mae memesankan makanan saja. Ia malas keluar ruangan dan kepalanya masih terasa pusing. Hari ini benar-benar bukan hari yang baik untuknya.

Bara benar-benar butuh pelepasan!

"Mae, tolong pesankan makan siang, ya!" Ucapnya di telepon.

"Baik, Pak." Jawab sekretarisnya datar.

Huh, suara datar itu lah yang sudah biasa ia dengar setiap hari. Bukan suara manja penuh gairah seperti semalam di dalam mimpinya. Inilah realita yang sebenarnya. Mana mungkin seorang Maesaroh Sartika berpenampilan seksi dan bermanja-manja di depannya. Hanya dalam mimpi saja hal itu ada.

Duh, semakin dipikir kok semakin membuat kepalanya nyut-nyutan!

Tidak sampai dua puluh menit kemudian, Bara mendengar pintunya diketuk. Mae datang membawa sebuah nampan. Bau wangi makanan hangat merangsang indra penciumannya. Rasa lapar sudah membuatnya tidak sabar untuk segera menyantap makanan itu.

"Tadi kantin kosong, Pak. Udah pada *kukut ternyata. Jadi saya pakai bahan seadanya saja masak nasi goreng telur nggak apa-apa, kan?"

*kukut : bubar, selesai

Tak pelak Bara terkejut dengan ucapan Mae. Jadi ini masakan buatan sekretarisnya?

"Ka-kamu yang masak, Mae?" Bara tidak menyembunyikan rasa keterkejutannya saat bertanya. Dan bukannya tersinggung, Mae hanya mengangguk membenarkan.

"Iya, Pak. Kalau cuma nasi goreng saja saya bisa. Sudah saya sesuaikan sama selera Bapak kok. Nggak terlalu pedes dan agak banyak kecapnya kan? Kalau nggak sreg sama rasanya nanti bilang saja, saya pesankan makanan online,"

"Oh, nggak usah, Mae. Ini saja cukup."

"Bapak mau saya bikinkan teh panas? Atau mau es teh atau kopi?" Tanya Mae setelah meletakkan segala piring dan alat makan di atas meja kerja Bara.

"Saya mau es teh tawar saja ya, Mae. Kamu baik sekali deh." Ucap Bara sambil mengedipkan mata seperti biasanya. Lalu tanpa menunggu aba-aba lagi, Bara langsung menyantap nasi goreng telur buatan Mae.

"Enak, Mae. Besok bikinin lagi ya! Kalau bisa besok rawon!" Sembur Bara tanpa henti yang diacuhkan oleh Mae. Gadis itu balik badan dan keluar dari ruangan Bara untuk membuatkan es teh tawar yang diinginkan bosnya di pantry.

To be continue...

Halo, aku mau nanya apakah masih mau cerita ini dilanjut?? Boleh nggak kalo ak minta vote nya untuk nambah semangat nulis?? Jumlah views naik tapi ngga ada vote nambah jujur agak discourage aku untuk lanjut 🙏🏻

Bara & Mae [COMPLETED]Where stories live. Discover now