Part 44: Penolakan Mae

2.3K 111 5
                                    

Kalo baca cerita ini WAJIB untuk ngasih VOTE atau KOMEN!!😝

Langsung aja deh!!

Sorry for typo!! Happy Reading!!

"A-apa?!"

Bara membelalakkan matanya. Kalimat yang baru saja diucapkan oleh Nasayu baru saja membuatnya tidak berfungsi selama hampir sepuluh detik. Bagaikan laptop yang dishut down tiba-tiba, Bara gelagepan tanpa suara.

"Hihihi... bercanda, Pak. Nanti tanya Mae sendiri aja, ya," Ucap si bumil dengan entengnya sambil tertawa. Melihat wajah terkejut Bara benar-benar membuat Nasayu terhibur. Sepertinya status sebagai istri Baskara mulai ia rasakan ketika dengan mudahnya bisa melempar canda kepada sepupu suaminya.

Tak pelak Bara melemparkan tatapan tajam kepada Nasayu, tapi wanita itu kembali memperhatikan bayi yang dipangkunya sehingga tidak melihat tatapan tajam Bara. Hampir saja jantung si mantan playboy ini melorot ke perutnya. Gila saja kalau hal itu benar-benar terjadi. Tapi memang sungguh di luar dugaan. Kehadian seorang bayi misterius ini sudah membuat Bara penasaran setengah mati.

Mae belum menikah kan? Bukan anak dari suami dudanya kan? Jangan-jangan ini anak kami? Ah, tidak mungkin! Lihat saja besarnya bayi itu dan lagi kapan hamilnya? Kapan melahirkannya?! Begitulah hal-hal yang Bara pikirkan terus menerus di dalam kepalanya. Berputar-putar tidak berhenti. Ditambah sikap Mae yang seakan-akan tidak menganggap Bara ada. Susah hati rasanya. Sungguh ia menyesali perbuatannya dulu. Tapi jujur, ia tidak menyesali hubungan seksual keduanya saat itu. Hanya waktu dan tempatnya saja yang ia harapkan bukan saat itu dan di tempat itu. Bara ingin mencumbu dan bercinta dengan Mae di kamarnya. Di atas ranjang besarnya. Ingin sekali ia godai kekasihnya di sana. Ingin ia puja, ia cumbu dan ia miliki lagi dan lagi. Tapi takdir berkata lain. Bara dan Mae berpisah begitu saja. Kalaupun kekasihnya menganggap hubungan mereka sudah berakhir karena kata-kata Mae saat itu, tidak begitu dengan Bara. Tak sedetik pun sejak saat itu Bara menganggap hubungan mereka berakhir.

Lamunan Bara terpecahkan ketika suara rengekan bayi terdengar. Bayi montok itu mulai menangis, menggerak-gerakkan seluruh tubuh gendutnya sebisa mungkin.

"Chacha, cah ayu kenapa? Sumuk ya? Apa mau nen ya? Hmm?" Terdengar suara Nasayu mencoba untuk menenangkan sang bayi. Tetapi tetap saja bayi yang dipanggil Chacha itu malah terus menangis.

"Gembengan banget, tho, Nduk?" Ujar Nasayu lagi.

Ada dorongan ingin membantu menenangkan Chacha di dalam diri Bara. Padahal tak pernah sekalipun ia menggendong bayi dalam hidupnya. Tapi kali ini ingin sekali ia mendekap bayi perempuan yang montok itu.

"Sini saya gendong. Kamu sepertinya kesusahan," Ujar Bara langsung mengambil Chacha dari dekapan Nasayu. Dan memang benar, dengan perut buncit yang siap untuk melahirkan bayi, Nasayu sedikit kesusahan tadi memangku Chacha. Mungkin itu juga yang membuat si bayi merasa tidak nyaman.

Bara mendekap Chacha dengan kedua tangan kekarnya. Ringan sekali seperti kapas. Padahal Nasayu terlihat kesusahan sekali tadi saat memangku si montok ini. Suara rengekan masih terdengar tapi sama sekali tidak ada air matanya. Bara terkekeh melihatnya. Merasa seperti bayi ini hanya berakting saja hanya demi ingin diperhatikan.

"Kamu nangis lagi, Cha?" Dari belakang terdengar suara Mae. Lalu sedetik kemudian orangnya menyusul. Berjalan perlahan ke arah Bara. Pakaiannya sudah ganti karena tadi diompoli oleh si bayi montok. Bara tak melepaskan tatapannya sedetik pun dari Mae.

"Sini, yuk, sama Ibu," Ajak Mae.

Ibu?!

Entah untuk berapa kali Bara harus merasakan jantungnya melorot hari itu. Mae dengan mudah mengambil Chacha dari gendongannya lalu membawa si bayi masuk kembali ke dalam kamarnya.

Bara & Mae [COMPLETED]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz