─ 审 .ೃ 𝘵𝘸𝘦𝘯𝘵𝘺 𝘰𝘯𝘦 .°୭̥

671 103 17
                                    

"Berita terkini, ini sudah menjadi minggu ke 6 bagi para kepolisian untuk mencari tersangka dengan inisial C yang melarikan diri dari rumah sakit ###, menurut laporan-"

beep.

Layar televisi itu menghitam, matanya mengarah kearah jarum jam yang terus bergerak. Pukul 2 malam. Ia mengambil ponselnya yang bergetar, puluhan notif diabaikan begitu saja.

"Huh."

Hela nafasnya yang berat dan ekspresi wajah yang menahan kantuk. Paquito menatap kearah langit-langit kamar, tatapannya hampa tak ada harapan.

Dering ponsel bahkan notif yang terus bermunculan ia abaikan begitu saja, tangannya mengusap kasar wajahnya. Matanya terpejam walau tidak bisa berhenti berpikir.

Chou, chou, chou.

Perlahan Paquito mulai tertidur, mungkin efek dari kelelahannya bekerja terus menerus. Ponsel yang ia genggam perlahan terlepas, dan mulai tidur nyenyak.

"Salam kenal, Tuan. Namaku Chou."

Bukankah ini seharusnya dalam mimpi? Paquito tidak bisa melupakannya? Bahkan dalam mimpi sekalipun? Nada suara khas Chou terus mengitarinya tanpa henti.

Bahkan bayang-bayang saat mereka awal bertemu di kantor Leomord dan di sebuah hotel cinta. Gambaran yang sama, pria itu tersenyum manis yang membuat siapapun melihatnya akan tenggelam dalamnya.

Chou yang manis.

Tapi bayangan itu buram seketika, karena ia bahkan tidak bisa tau dimana Chou sekarang. Ia merasa gagal karena tidak bisa menyelamatkan Chou keluar dari sana bersamanya, justru ia malah harus berada di rumah sakit.

Lalu perlahan semuanya menjadi hitam gelap, Paquito hanya diam di kegelapan itu seorang diri. Tanpa berjalan ataupun menatap kemanapun lagi.

Kedua mata itu perlahan terbuka, cahaya matahari dari jendela menyilaukannya. Ia beranjak dari sofa, lalu menatap ke sekitar.

'Ah, ketiduran.' batin Paquito mengambil ponselnya yang tak berhenti bergetar, ia mendapatkan sebuah telfon dari Saber.

"Halo." Angkatnya.

"Detektif! Kami semakin dekat dan mulai menemukan bukti-bukti kemana kriminal itu pergi!" Lapor Saber, Paquito seketika berdiri tegap mendengarnya. "Benarkah?" Tanyanya.

"Benar, kumohon anda segera ke lokasi yang dikirimkan, ya. Kami menunggu." Minta Saber lalu menutup telfon sepihak.

Setelah itu muncul notif sharelock lokasi, Paquito segera berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dulu sebelum pergi meninggalkan rumahnya.

"Chou, saya yakin kamu semakin dekat." Gumam Paquito.

...

Dilokasi,

Paquito turun dari mobilnya yang diparkir lalu mendekat kearah gerombolan polisi yang masih mencari bukti-bukti lain.

"Akhirnya kau datang, Detektif." Sambut Saber memberikan bukti-bukti yang ditemukan.

Paquito menerima semua bukti itu sembari melihat satu persatu, "Ada kemungkinan ia kembali tak lama dari kepolisian datang. Yang pasti, ia bisa tahu harus datang jam berapa dari seseorang." Jelas Saber.

'Claude.' batin Paquito.

"Tapi, dia hanya mengambil beberapa pakaian saja tampaknya." Ucap Saber menghela nafas, ia menengok kearah polisi lain yang membawa anjing pelacak.

"Tapi hanya bukti itu saja yang bisa kami temui."

Paquito mengangguk paham, lalu mengangkat alisnya saat melihat sebuah titik putih jatuh ke tangannya. Ia mengangkat kepalanya, dan perlahan salju mulai turun.

"Ah, sudah mulai musim salju ya." Saber juga menatap keatas.

Paquito kembali fokus lagi, "Baiklah, saya akan menyimpan bukti ini sementara untuk mencari keberadaannya lebih detail. Mohon berikan info lagi jika ada sesuatu." Mintanya izin kembali.

"Hati-hati Detektif." Pesan Saber.

***

Paquito menjejerkan semua bukti di mejanya lalu berpikir sejenak, ia mengambil ponselnya lalu mulai menghubungi Claude.

Berhubung penjara mereka cukup modern, jadi narapidana bisa mengangkat telfon untuknya sekarang. "Halo?" Angkat dari pihak kepolisian.

"Saya ingin berbicara dengan Claude." Minta Paquito.

Tak berselang lama Claude memegang telfon tersebut, "Detektif, apa kabar?" Tanyanya berbasa basi. Paquito berdeham.

"Chou kembali, hari ini." Ucapnya, membuat Claude kaget.

"Kau tidak becanda kan?" Tanya Claude memastikan, "untuk apa saya becanda? Kepolisian sudah menginformasikan." Balas Paquito serius.

Ia mengambil salah satu foto sosok pria menggunakan pakaian serba hitam sedang berjalan kearah apartemennya, "Ia datang tepat sebelum jam polisi datang, sungguh aneh." Ucap Paquito.

"Ah, kalau masalah itu. Kumohon jangan menaruh curiga pada diriku, aku benar-benar tidak mengetahui ia kembali bahkan." Bantah Claude.

Paquito mengernyitkan dahi, "Bukan darimu?" Tanyanya. Claude terkekeh pelan, "Detektif, ia adalah pria yang sangat mudah berteman. Siapapun orang disekitarnya, bisa saja menjadi temannya." Jelasnya.

"Bahkan orang yang tidak pernah kau ketahui sekalipun." Lanjut Claude tersenyum.

Paquito diam mendengarkan ucapan Claude, ia meletakkan kembali fotonya. "Baiklah, saya paham. Terima kasih sudah menjawab." Ucapnya lalu menutup telfon itu sepihak.

"Apa yang kau rencanakan selanjutnya, Chou?" Gumam Paquito memandangi langit-langit rumah.

Sekilas ucapan Chou muncul dipikiran pria itu, ia mengernyitkan dahi.

"Detektif, hukum aku jika aku melarikan diri, ya."

Paquito perlahan terkekeh, ia menutup kedua matanya dengan tangan. "Pasti, saya akan menghukum mu karena membuat orang khawatir. Chou." Ucapnya.

***

"Huwaa! Saljunya lebih banyak dari biasanya!"

"Hei! Ayo main perang salju!"

Paquito menatap kearah jendela ruang tamu, kearah anak-anak kecil yang bermain salju didekat rumahnya. Ia tersenyum tipis sekilas melihatnya, lalu kembali berfokus pada pekerjaannya.

Matanya terus mengarah ke bukti-bukti itu, lalu beralih ke hujan salju yang mulai semakin lebat. Paquito menatap kearah jendela,

"Chou, apakah kau sedang menatap pemandangan ini?" Gumamnya.

...

"Salju malam ini sangat indah ya, Detektif."

Kedua manik hitam itu memandangi langit yang ditutupi awan putih, ia terkekeh geli sembari duduk disebuah rooftop kamar hotel.

"Kuharap, kau melihat apa yang kulihat saat ini,

Detektif Paquito~"

____

To be continued

𝗨𝗡𝗞𝗡𝗢𝗪𝗡 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang