Almarhumah istri teman saya

254 61 11
                                    

Pulang dari makan siang Aldebaran bersama Rendy sibuk dengan pikirannya masing-masing. Mereka baru saja bertemu Amanda dan mengenal perempuan itu sebagai putri dari Abdullah Ahmad. Rendy pun masih syok saat atasannya dan Amanda keluar dari ruangan yang sama.
Ia tidak banyak bertanya karena merasa atasannya akan menjelaskan.

"Kamu juga pasti terkejut seperti saya, tapi ternyata adanya kembaran seseorang itu nyata."

"Mereka sangat mirip, Pak. Bu Andin dan perempuan tadi."

"Awalnya saya pikir juga begitu. Setelah hari ini bisa mengenalnya juga."

"Kalau keluarga bapak bertemu perempuan tadi, mereka juga pasti terkejut."

Al tersenyum miring."Justru saya tidak mau keluarga saya bertemu dengan Amanda," batinnya tidak setuju.

"Apa kita pertemukan saja mereka, Pak?"

"Jangan asal bicara kamu, Ren. Saya justru tidak akan bahas tentang ini. Mereka orang berbeda bukan orang yang sama, hanya mirip. Tidak usah di perpanjang."

"Kenapa, pak?" tanya Rendy penasaran.

"Saya takut mama, Reyna dan Askara malah akan menjadi sedih kalau tahu ada perempuan yang mirip dengan Andin. Saya tidak mau seperti itu."

"Kalau mereka senang bagaimana?"

"Usahakan agar mereka tidak tahu saja, cukup!"

"Baik, Pak."

Rendy tidak ingin mendebat lagi. Rupanya bos-nya itu tidak menyukai perempuan yang mirip dengan Andin. Padahal menurut Rendy ada bagusnya jika keluarga tahu. Namun, justru Aldebaran punya pemikiran berbeda.

"Kamu ingat pesan saya, jangan sampai keluarga saya tahu atau tiba-tiba bertemu perempuan itu, paham!" Al menatap asistennya tajam sehingga Rendy akhirnya mengangguk pasrah.

Sementara itu, Amanda dan ayahnya di mobil satunya juga sedang berbincang serius. Amanda merasa malu karena ayahnya membicarakan tentang perjodohan dengan lelaki yang kini ia tahu bernama Aldebaran.

"Abi gak seharusnya tanya tentang jodoh Amanda tadi, kan Manda jadi malu," cerocosnya kesal.

"Abi begitu karena mungkin beliau punya sahabat atau kerabat yang masih sendiri dan bisa jadi calon kamu, Nak," kata Abdullah tidak mau kalah.

"Bukannya mencari jodoh itu sudah diatur sama Abi dan Abi Hisyam, kenapa juga harus libatkan orang lain. Apa lagi, orang yang baru kita kenal, Abi." Amanda terus berdalih sambil melirik ke arah ayahnya.

"Aldebaran sudah menjadi rekan bisnis Abi sekarang, artinya kita sudah jadi sahabat. Abi hanya minta bantuan saja, tidak ada salahnya, kan?"

"Abi ini ... terserahlah!"

Abdullah tersenyum dan menggeleng. Ia gemas dengan sikap putrinya yang sedang kesal. Dia melihat ekspresi Amanda yang selalu membuatnya masih seperti anak kecil, padahal putrinya itu sudah beranjak dewasa dan memiliki butik galeri.

"Kamu seperti tidak menyukai Aldebaran, kenapa?" akhirnya pertanyaan itu muncul.

"Gak, kok. Amanda bukannya gak suka, cuma ya ... wajar saja baru juga kenal sudah bahas hal yang sensitif tentang jodoh putrinya."

"Benar, maafkan Abi kalau itu membuat putri Abi tidak nyaman," kata Abdullah mengalah.

"Jangan minta maaf Abi, harusnya Amanda yang minta maaf karena bersikap kurang sopan sama Abi," ujar Amanda yang akhirnya paham dengan sikapnya itu.

"Sudahlah. Abi malah jadi penasaran."

"Penasaran kenapa?"

"Aldebaran sudah punya istri apa belum, ya? Abi lupa menanyakannya."

Aku MerinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang