Masih Kaku

338 74 11
                                    

🌸Aku Merindu part 16🌸

Malam kian larut. Amanda belum berani ke tempat tidur meskipun matanya sudah mengantuk. Selepas salat isya tadi dia menyibukkan diri dengan membaca di sofa yang ada di sudut kamar. Sofa tersebut menghadap ke pantulan jendela yang memberikan pemandangan alam sekitar penginapan bahkan Aldebaran yang sudah memakai piyama lengkap duduk sambil menyenderkan kepalanya ke dipan tempat tidur hingga terlihat bayangannya di sana. Pandangan Aldebaran tidak lepas pada sosok wanita yang mulai hari ini sudah menjadi istrinya. Merasakan seperti tengah diawasi, Amanda justru berdehem demi menetralisir perasaannya yang mulai tidak nyaman.

"Aku merasa diperhatikan sejak tadi. Apa bisa aku pindah kamar?" Amanda mengeluarkan pendapatnya.

"Revarasi hotel ini atas nama Hisyam Ahmad paman kamu sendiri. Saya tidak keberatan karena tidak rugi juga," ucap Al enteng.

Amanda menutup buku dan meletakkan di atas meja yang ada di sebelah jendela. Ia menarik napas berat.

"Benar juga."

Amanda langsung meraih ponsel yang ada di dalam tasnya membuat Aldebaran melirik penuh tanda tanya.

"Aku pesan kamar atas nama Amanda," ujarnya di telpon.

Al justru terkekeh mendengar hal itu. Rupanya sarannya langsung dipraktikkan Amanda. Detik kemudian, Amanda menuju pintu dan coba keluar dari kamar. Al justru semakin tidak peduli dan meraih selimut karena sudah sangat lelah.

"Ckc, cuek sekali dia. Masa ada suami seperti ini, ya Tuhan," gumam Amanda.
Al pura-pura tidak mendengar dengan membalikkan tubuhnya ke arah lain.

Amanda berlalu pergi dari sana. Dia pikir lelaki itu akan menyusul, nyatanya keliru. Dia benar-benar dibiarkan memesan kamar sendiri dan langsung menuju kamar tersebut yang rupanya bersebelahan dengan kamar mereka barusan.

"Baguslah gak jauh-jauh amat, jadi besok aku bisa ambil pakaian. Ya Allah, apa ini benar? Ampuni hamba. Seharusnya tidak begini," batinnya bergemuruh.

Malam yang seharusnya dilalui pasangan pengantin baru dengan penuh kehangatan dan romansa justru terabaikan begitu saja tanpa komunikasi yang baik dari keduanya.
Waktu menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Amanda gelisah, yang tadinya mengantuk jadi serba salah. Dia pun menuju kamar mandi dan mengambil wudhu kemudian salat malam dan memohon ampun atas apa yang sudah dilakukannya hari ini.

"Aku menikah karena mengikuti saran Abi, semoga ini jalan terbaik. Aku merasa lelaki itu juga begitu. Hamba berdoa, jauhkan kami dari segala keburukan ya Allah. Jika memang jodoh, maka berikan petunjuk-Mu agar hati kami terbuka satu sama lain." Amanda menengadahkan kedua tangannya berdoa dengan khusyuk.

Di pondok pelita Reyna terbangun dengan penuh keringat. Anak itu bermimpi sesuatu yang membuatnya terkejut. Ia bertemu sang ibu di sebuah taman, menghampiri dan hanya memberikan senyuman dari arah kejauhan membuat Reyna heran. Reyna jadi merasa rindu dengan sosok Andini karisma Putri.

"Mama," desisnya sambil menyeka air mata yang tumpah.

Reyna memberanikan diri menuju kamar Aldebaran. Namun, tentu saja lelaki itu tidak berada di sana. Ia pun beralih menuju kamar Rosa dan langsung naik ke atas ranjang dan memeluk neneknya. Rosa terkesiap karena ada tangan mungil yang memeluknya erat. Ia menoleh ke arah jam dinding kamar dan melihat Reyna yang sedang bersedih.

"Reyna, kok, bangun malam-malam ada apa?" tanya Rosa prihatin.

"Aku mimpi Mama, Oma. Tapi pas aku panggil dan mau peluk mama justru Mama gak mau peluk aku, dia senyum-senyum gitu, bicara sebentar lalu pergi" celoteh Reyna.

"Kamu kangen Mama sampai mimpi begitu. Lain kali kita ke makam Mama ya?"

"Papa ke mana Oma?" kini pertanyaan Reyna membuat Rosa terdiam sesaat.

"Papa kan ke luar kota. Minggu depan juga datang."

"Aku mau ke makam Mama bareng Papa boleh?"

"Boleh, dong, sayang. Nanti Oma kasih tau Papa kamu."

Reyna langsung mengangguk dan semakin memeluk erat Rosa.

"Reyna tidur dengan Oma, Reyna anak yang baik, kuat dan cerdas. Kalau rindu Mama Reyna doakan Mama. Mungkin Mama masuk ke mimpi Reyna minta didoain sama Reyna."

"Iya, Oma. Bu guru juga selalu bilang begitu, kalau kita kangen sama orang tua atau seseorang yang sudah meninggal lebih baik kita doakan. Reyna cuma terkejut kenapa di mimpinya Mama pergi begitu saja dan bilang kalau Reyna pasti punya teman baru yang akan sayang sama Reyna sama Askara juga," cicit Reyna.

"Iya, Sayang. Yang sabar ya, semoga Mama Reyna di sana selalu tenang, oke."

"Aamiin," jawab Reyna.

Mereka lalu kembali tidur. Rosa merasakan kegundahan cucunya tersebut. Kerinduan pada seorang ibu membuat Reyna selalu bersedih. Seandainya Reyna tahu jika Al sudah menikah dan memberikannya ibu tiri yang mirip Andin mungkin Reyna senang. Namun, kembali lagi pada keputusan Al yang masih menyembunyikan hal tersebut.
Askara mungkin tidak akan peka sebab belum begitu dekat dengan Andin karena di usianya yang dua tahun Andin meninggal. Sementara Reyna, sudah bertahun-tahun bersama Andin pastinya anak itu akan sedikit syok jika bertemu Amanda. Rosa mencoba berpikir ke arah sana.

***

Keesokan harinya di penginapan. Amanda sudah mengambil koper miliknya saat Al selesai mandi. Di sana hanya ada satu koper tersisa, Aldebaran sempat melirik koper tersebut yang masih utuh belum dirapikan sama sekali.

"Dia serius pindah kamar dan mengambil kopernya," gumam Al kemudian memilih pakaian dan bersiap untuk sarapan.

Al keluar dari kamar dan coba mengunci pintu, tidak sengaja dibarengi Amanda yang juga baru keluar dari kamarnya. Mereka saling menatap kaku tanpa adanya saling sapa. Al melangkah lebih dulu sementara Amanda mengekor di belakangnya. Mereka tiba di lantai bawah yang merupakan galeri restoran tempat pengunjung bersantap. Amanda tengah mencari tempat duduk begitu juga Aldebaran.

"Sepertinya sebelah sana," ucap Amanda saat menemukan tempat duduk yang menurutnya nyaman. Ketika kakinya melangkah, tiba-tiba Al menautkan tangan pada jemari Amanda yang membuat Amanda terdorong ke arahnya. Wanita itu terkejut, Al bicara sambil meloloskan matanya ke arah lain.

"Kita sarapan bersama."

"Apa boleh?"

"Sudah paket honeymoon jadi lebih baik digunakan sebaik mungkin. Lagipula, kita suami istri, kan?"

"Gak tahu, deh, suami istri gak mungkin beda kamar," cibir Amanda.

"Kalau tidak salah bukan saya yang minta pisah kamar," dalih Al biasa saja membuat Amanda terpekik dan mendesah pelan.
Lelaki itu menarik genggaman tangannya yang memegang Amanda lalu mengajak ke sudut meja yang tidak jauh dari sana dan memintanya duduk berhadapan.

"Gak minta tapi yang memberikan saran, sama saja seperti mengusir, Tuan Aldebaran," kata Amanda menyambung ucapannya tadi.

"Saya sedang malas diajak berdebat karena perut sedang lapar. Kalau sudah kenyang baru terserah," ujar Al.

"Hah? Siapa yang ajak berdebat?" keluh Amanda.

"Pelayan!" Al langsung memanggil salah satu pelayan yang ada di sana.

Ucapan Amanda barusan tidak ia gubris juga tidak ingin diperpanjang. Mereka pun fokus untuk sarapan pagi lebih dulu meski dalam kondisi kaku dan diam saja, pun bicara seperlunya.

Bersambung

Aku MerinduWhere stories live. Discover now