Permintaan

187 38 9
                                    

🌸 Aku Merindu part 24🌸

Langkah kaki Aldebaran begitu cepat. Napasnya ngos-ngosan hingga tidak peduli lelah atau tidak. Dia baru saja kembali dari Dubai dengan penerbangan khusus. Lelah tak jadi keluhan karena yang ia khawatirkan justru keadaan Reyna. Rosa menghubungi ketika ia tengah bicara dengan Hisyam, keadaan Reyna bukannya membaik justru makin melemah. Anak itu mengalami depresi ringan. Aldebaran semakin melajukan langkah. Keringatnya terlihat jelas, ia belum menemukan kamar inap sang putri. Sampai Elsa melihat dari kejauhan dan meneriakkan namanya . Lelaki itu menghampiri dengan wajah pucat.

"Bagaimana kondisi Reyna?" tanyanya penasaran.

"Kau lihat sendiri, Ayok!" ajak Elsa menuju ruangan Reyna.

Mereka sampai. Aldebaran menghentikan langkah saat netranya tertuju pada gadis kecil yang kini terbujur lemah di atas brankar rumah sakit. Rosa menoleh ke arahnya sembari menutup mulut menahan tangis kemudian buru-buru menyeka air matanya.

"Al ... Reyna, Al," ucap Rosa lemah.

"Reyna sayang," lirih Aldebaran mendekati tubuh putrinya.

"Bangun, Nak. Papa sudah datang," ungkap Al dengan suara bergetar. Namun, Reyna masih belum sadarkan diri.

"Maafkan Papa, bunda Amanda tidak bisa ditemui, Papa tidak berhasil membawanya, Nak," bisik Aldebaran pada putrinya.

Mendengar itu Rosa dan Elsa ikut sedih. Aldebaran langsung menemui dokter dan membahas kondisi Reyna. Ia sangat terpukul dengan keadaan putrinya.

"Bermula putri bapak demam tinggi. Kami sudah periksa kondisi yang sempat membaik, rupanya beberapa menit kemudian justru trombositnya kembali melemah. Ini terjadi karena mentalnya yang sedikit terguncang."

"Maksud dokter?"

"Putri bapak mengalami stress. Alam bawah sadarnya seolah menginginkan sesuatu yang tidak bisa ia raih selama ini. Apa putri bapak suka mengeluhkan sesuatu?"

Aldebaran tercekat. Tentu ia tahu apa yang Reyna rasakan juga pikirkan, putrinya merindukan dua sosok wanita yang disayanginya, Amanda dan Andini karisma putri. Aldebaran yakin hal itu. Imbasnya justru Reyna yang harus lemah seperti ini.
Anak itu tidak sadarkan diri hingga saat ini meskipun Aldebaran sudah datang dan menemani hingga malam berganti.

***

Di kamarnya Amanda shalat dan mengaji. Ia mengadu keadaannya pada Sang Pencipta sambil terisak. Meminta petunjuk agar dimudahkan. Selesai itu, Amanda bersiap untuk tidur. Ia merebahkan selimut dan meraih bantal untuk digenggamnya. Mata belum bisa terpejam sebab segala ingatannya sangat kuat pada Reyna, Askara juga Aldebaran. Semilir angin menerpa tirai jendela membuatnya terperanjat. Amanda beringsut dari tempat tidur hendak menutup jendela. Cuaca terasa dingin menusuk tulang hingga bulu kuduknya pun ikut menggigil. Tidak biasanya ia begitu, merasakan keheningan seperti malam ini. Tubuhnya berbalik untuk kembali ke tempat tidur. Perlahan kakinya melangkah. Namun tiba-tiba suara merdu memanggilnya dari arah belakang.

"Amanda," panggilan terasa dekat.

Wanita itu berbalik dan membelalakkan kedua matanya tidak percaya. Sosok tubuh langsing dan memakai busana serba putih dengan rambut pendek di atas bahu. Wajahnya terlihat bersinar dengan senyuman manis menyapa. Namun, Amanda ragu untuk mendekat. Ada rasa takut menggerogoti. Kakinya mundur untuk menghindar saking terkejut. Hampir saja tersungkur ke lantai. Namun, penampakan itu sungguh nyata di hadapannya. Netra sempat tidak percaya karena selama ini hanya melihat wajah itu di potret keluarga pondok pelita hingga kamarnya terakhir bersama Aldebaran. Sangat cantik, dengan gurat senyum manis merekah seolah tengah memberi tanda perkenalan. Amanda kaget kala sosok itu angkat bicara.

Aku MerinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang