Darurat

235 66 5
                                    

Beberapa hari dari kejadian itu Reyna nampak murung. Elsa yang selalu berkunjung seperti kehilangan semangat dari keponakannya. Dia pun mengajak Reyna ke luar dengan izin Rosa. Aldebaran tentu saja tidak tahu karena Elsa pikir Rosa yang akan memberitahukan Al. Kini Reyna dan Elsa ada di sebuah taman dekat rumah. Elsa terus menghibur Reyna, tetapi anak itu justru menangis dan mengatakan dirinya rindu sang mama.

"Mama Reyna sudah tenang di sana. Reyna tidak seharusnya sedih, tapi terus berdoa agar mama bahagia dan masuk surga," bujuk Elsa menenangkan.

"Aku rindu mama tante Frozen." Reyna semakin terisak ketika menyebut mamanya.

Elsa menjadi bingung hingga akhirnya kembali menghubungi Rosa dan membawa Reyna pulang. Rosa pun merasa ada yang aneh dengan cucunya itu, tidak biasanya Reyna bersedih sedalam itu. Bahkan setelah pulang dari taman, Reyna hanya diam di kamar dengan merebahkan diri. Semua menjadi khawatir. Aldebaran justru sedang berada di luar kota, ia menghadiri acara seminar. Lusa baru akan pulang. Rosa berusaha menghubungi namun Al tidak bisa diganggu. Rendy begitu paham kegelisahan ibu bosnya dan berjanji akan menyampaikan pada Al nanti.

"Jangan lupa ya, Ren," kata Rosa.

"Iya, Bu Rosa. Saya akan beritahu pak Al nanti. Saat ini beliau masih sangat sibuk," balas Rendy.

***

Al memang sibuk hingga malamnya ia rasa lelah dan langsung istirahat di kamar hotel tempatnya menginap. Namun, pikiran dan hatinya gelisah. Rendy justru lupa untuk memberitahu pesan dari Rosa hingga ia ketiduran di kamarnya. Jam sebelas malam Aldebaran terbangun, dia segera mengambil jaket dan turun ke lantai bawah untuk menenangkan pikiran. memutuskan mencari angin segar. Namun, ketika sampai di area resepsionis langkahnya terhenti karena ia mendengar sedikit keributan.

"Saya sudah pesan tempat atas nama Amanda, dan ini tengah malam seharusnya saya sudah bisa ke kamar saya," kata perempuan itu.

"Saya ditipu," ujarnya keras.

"Tidak ada kamar atas nama ibu di sini," tutur salah satu karyawan hotel.

"Gimana sih? Ya Allah ... siapa yang tega ngelakuin ini? Tolong check lagi."

"Mohon maaf tapi memang tidak ada nama ibu di daftar tamu."

Al yang sedari tadi memperhatikan rupanya baru menyadari jika itu adalah Amanda. Ia pun menghampiri wanita yang tengah berdebat dengan karyawan hotel.

"Maaf ... kenapa ribut-ribut, ya?" tanyanya heran.

Amanda tidak percaya jika akan bertemu pria itu di sana. Apa lagi, tengah malam begini.

"Apa bapak kenal Mbak ini?" karyawan justru bertanya pada Al.

Al tersenyum miring,"Dia istri saya dan maaf kalau membuat kalian kesal."

"Apa anda serius?" tanya karyawan lagi.

"Anda ragu? untuk apa saya kemari jika bukan untuk menyusul istri saya yang tersesat?" Al balik bertanya. Amanda menggigit bibirnya ketika Aldebaran bicara begitu. Al menatapnya tajam dengan penuh intimidasi juga coba meyakinkan jika ini cara terbaik agar Amanda segera istirahat.

Ia langsung menarik tangan Amanda dan membawanya pergi dari sana. Amanda coba melepaskan genggaman itu, ia sangat tidak suka dengan sikap Aldebaran. Ketika sampai di depan pintu lift Aldebaran baru melepaskannya.

"Ini darurat, bukan kesengajaan saya mengaku begitu, paham?"

Amanda malah langsung mengangguk.

"Bagaimana putri seorang Abdullah Ahmad ada di sini di waktu tengah malam pula. Kamu tidak takut jadi bahan gunjingan? Apa lagi penampilanmu itu agamis nona," cerca Al tak henti."Sayang sekali. Pasti ada hal buruk," imbuhnya lagi.

"Memang terjadi hal buruk. Saya tertipu pelanggan," kata Amanda akhirnya buka suara.

"Kenapa teledor dan semudah itu tertipu?"

"Niat bertemu pelanggan yang merupakan desain art untuk butik. Bahkan kami sudah tanda tangan kontrak, dia meminta bertemu di daerah ini. Awalnya aku tidak mau, tapi ini sangat penting jadinya aku datang. Saat tiba dan menunggunya seharian tidak juga datang. Aku memutuskan untuk menginap di hotel, tapi mereka bilang tidak ada nama reservasi atas namaku di hotel. Jadinya aku dilarang masuk," terang Amanda.

"Ceroboh."

"Iya, aku memang ceroboh."

"Kau tidur di mana?"

Amanda malah mengendikkan bahu. Dia juga bingung akan menginap di mana. Hotel lainnya cukup jauh dan ini pertama kalinya dia ke daerah itu. Seharusnya Amanda mengikuti saran asistennya agar bisa ikut, tetapi karena merasa bisa menghandle sendiri justru Amanda pergi sendirian. Aldebaran berdehem dan menawarkan sesuatu yang membuat Amanda kaget.

"Menginapnya di kamar saya," ungkapnya sedikit ragu.

"No ... itu bukan solusi tuan Aldebaran," timpal Amanda.

"Memangnya kamu mau tidur di jalanan? Atau di lobi hotel? Yang ada kamu diusir lagi," cibir Al. Amanda tidak enak hati juga tidak mungkin dia menerima tawaran lelaki itu, mereka bukan mahram. Namun, dia ingat jika tadi Aldebaran mengakuinya sebagai seorang istri.

"Begini saja, tolong pesankan kamar untuk saya."

"Tidak bisa, tadi mereka sudah tahu kalau kamu itu istriku. Kamu lupa?"

"Ya Allah ... tapi gak mungkin aku sekamar dengan anda."

"Kenapa memangnya? Kamu tidak percaya saya? Kamu pikir saya akan melakukan sesuatu begitu?"

Amanda tertunduk dengan terus memilin kerudungnya. Al malah tersenyum miring saat melihat sikap wanita di hadapannya.

"Selagi ada kesempatan kenapa tidak?"

"Apa?" Andin terkesiap.

"Astagfirullah ... ternyata kamu terlalu picik menganggap saya lelaki seperti itu. Tidak semua lelaki seperti yang ada di pikiran anda," elak Al dengan nada ketus.

"Tidak ada yang menjamin, kan?"

Amanda masih mendebat. Namun, ini sudah larut malam akhirnya dia mengikuti saran Aldebaran menuju kamarnya. Mereka masuk ke dalam kamar tersebut. Jantung Amanda berdetak hebat,bukan karena sesuatu yang baik, tetapi dia merasa gelisah dan takut. Aldebaran menutup pintu dan menuju ranjang. Lelaki itu meminta Amanda tidur di sana. Amanda menarik napas perlahan sambil terus beristighfar. Ini darurat pikirnya.

"Tidurlah, Saya keluar dulu."

"Mau ke mana?"

"Jangan banyak debat, saya mau ke kamar asisten saya, kamu tenang saja di sini. Bebas dan kunci pintunya." Al menaruh kunci kamar di atas meja dekat ranjang.

Rupanya Al membiarkan Amanda sendiri di kamarnya. Sementara ia akan ke kamar Rendy yang ada di sebelah. Saat Rendy di hubungi dan pintu kamarnya di ketuk oleh Aldebaran, Rendy hampir terkejut karena bosnya itu meminta untuk tidur di sana.

"Tapi, Pak kamar saya lebih kecil dari kamar bapak," tutur Rendy masih kaget.

"Jangan tolak perintah. Saya mengantuk mau tidur. Kamu tidur di sofa!" titah Al dengan tatapan tajam.

Rendy bingung, tidak berani membantah hingga akhirnya ia mengalah. Rendy tidur di sofa sedangkan Aldebaran di kasur empuk miliknya.

"Sebenarnya ada apa dengan pak Al?" batinnya tidak habis pikir.

***

Amanda tidur di kamar Aldebaran. Dia merasa lelah meski sudah berkali-kali memejamkan mata. Namun, selalu saja terjaga, dia takut tiba-tiba saja Aldebaran masuk ke dalam kamar dan berbuat hal yang tidak terpuji.

"Kunci kamarnya ada di aku, jadi ini pasti aman. Semoga dia jujur. Abi ... maafin Amanda, anakmu ini sedang ceroboh," cerocosnya tidak henti sampai akhirnya dia terus istighfar dan membaca doa tidur hingga terlelap.

Bersambung.

Aku skip ttg Reyna yang lihat photo mamanya, anggap aja Reyna gak ngasih tau Al klo dia lihat. Eh ... Emang begitu maunya, hihihi.

Gak kerasa nulis ini udah sampai bab 9 aja. Biasanya ada aja gangguan. Alhamdulillah kali ini Allah berikan kemudahan dalam prosesnya. Di kbm judulnya sama haluwers, tinggal klik judul Aku Merindu🥰

Aku MerinduWhere stories live. Discover now