Di luar

350 69 14
                                    

Di pondok pelita Reyna dan Askara terus saja bertanya tentang ayahnya yang belum pulang. Kiki, Mirna bahkan Rosa sampai bosan sendiri untuk menjawab cucunya. Mereka tidak berhenti ingin bertemu Aldebaran. Askara justru merengek seharian sampai Rosa memutuskan untuk menghubungi Aldebaran pagi-pagi.

"Mereka kangen kamu, Al. Mungkin kamu makan siang di rumah nanti, ya," ujar Rosa.

"Iya, Ma. Siang aku mampir ke rumah tengok anak-anak," balas Al membuat Rosa lega.

Tidak menunggu setelah selesai bekerja Aldebaran menepati janjinya untuk bertemu anak-anak. Amanda tetap di rumah sedang mengecek dokumen yang telah dikirim asistennya semalam melalui email. Tanpa ia ketahui Aldebaran menuju pondok pelita.
Melihat sang ayah datang membuat Reyna dan Askara begitu bahagia langsung merangkul ayahnya dengan manja.

"Papa jahat," ungkap Askara.

"Kok, jahat?" Aldebaran memicingkan mata bulatnya.

"Jahat karena gak ajak aku sama kak Reyna ke luar kotanya," rengek Askara.

"Iya, papa tumben lama perginya. Reyna juga kangen sama papa," timpal Reyna yang ikut merajuk.

"Maaf ya. Papa sibuk dan benar-benar gak bisa ajak kalian berdua. Jangan marah lagi karena sekarang Papa di sini buat kalian."
Aldebaran memeluk erat Askara dan Reyna.

Kedua anak itu langsung menuntun ayahnya ke dalam rumah membuat Rosa juga lega. Semua menuju ruang makan dan bercengkrama dengan penuh rindu.
Satu jam kemudian, Rosa dan Aldebaran mengobrol di taman. Tempat favorit mereka jika akan diskusikan sesuatu.

"Apa Amanda tahu jika hari ini kamu ke sini, Al?" tanya Rosa sedikit ragu.

"Tidak, Ma," jawab Al santai.

"Mama jadi gak enak sama Amanda. Bagaimana kalau pak Abdullah tahu semua ini. Kamu belum pertemukan Amanda dengan anak-anak." Rosa menghela napas karena pertanyaan yang membuatnya penasaran akhirnya bisa ia ungkapkan.

"Sabar, ya, Ma. Aku pasti pertemukan mereka," jawab Al dengan tenang.

Sementara itu, Amanda selesai mengecek dokumen. Ia bosan berada di kamar terus hingga memutuskan ke teras rumah. Sudah jam 2 siang dan Amanda melewatkan makan siang hari ini.

"Duh ... belum makan, saking sibuknya. Oh iya, Mas Al udah makan belum, ya?" tanyanya penasaran.

Amanda terganggu dengan pikirannya sendiri tentang Aldebaran. Ia khawatir lelaki itu belum makan hingga memutuskan menghubungi. Namun, sudah ketiga kalinya berusaha, panggilan darinya tidak diangkat.

"Lagi sibuk mungkin." Amanda melihat nomor Aldebaran dan menebak sendiri sambil berusaha tenang meskipun merasa serba salah dengan perasaanya saat ini. Ia juga bosan berada di rumah padahal baru satu hari di sana. Merasa kesepian kemudian menuju dapur dan memasak sendiri.

"Hampir habis, apa aku belanja sendiri untuk keperluan makan malam nanti? Aku coba telpon lagi Mas Al," pikirnya sekarang.

Di pondok pelita handphone Aldebaran berdering cukup lama. Handphone itu berada di atas meja makan. Kiki yang lewat tidak sengaja mendengar dan ragu-ragu untuk menerimanya.

"Masa diangkat, sih. Nanti dikira gak sopan, tapi kalau yang nelpon penting gimana?" ucapnya semakin serba salah.

"Mas Al lupa ambil handphonenya, tumben," celotehnya lagi.

Mirna menghampiri dan mendengar hal yang sama. Ia melirik ke arah handphone dan iseng membaca nama panggilan yang tertera. Matanya menyipit sekaligus langsung menarik dan memberitahu Kiki.

"Ih ... Mbak Mirna main tarik-tarik aja, sakit tahu," pekik Kiki kesal.

"Ini HP-nya pak bos, kan, ya?"

Aku MerinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang