3. Pepes Ikan

12.5K 1.3K 230
                                    

Yuk deh komen, biar ada yang kubaca di tengah perjalanan mudik ini buat nemenin wkwk

Btw, ada flashback. Yang kurang berkenan boleh skip. Tapi kalo bisa jangan ya soalnya nanti alurnya bolong dong xixi

🧚🏻🧚🏻

6 tahun lalu ....

"Edward ...."

Mendengar panggilan dengan suara lembut itu, tangan Edward justru mengetat untuk memeluk tubuh yang berbaring membelakanginya. Meski sebenarnya tau kalau wanita ini ingin dia melepaskan pelukan. Tapi tidak semudah itu. Edward bukan lelaki yang mudah menyerah.

Gwen ingin dia melepaskan begitu saja? Tentu sampai dunia kiamat pun, Edward tidak akan lakukan. Kecupan yang beruntun dia berikan di sekitar tengkuk Gwen, menandakan kalau Edward ingin bertahan dalam posisi ini untuk beberapa saat.

"Aku ada jadwal flight, Ed," kata Gwen dengan napasnya yang mulai tak beraturan. Tubuh yang saling menempel, kulit bertemu kulit tanpa penghalang apa pun, juga bagaimana bibir Edward yang mulai menyapu tengkuk hingga punggung polosnya; menciptakan gelenyar yang kerap kali dirasakan tiap mereka bersama.

"Masih lama flight-nya. Buat apa buru-buru." Edward menyentuh bahu Gwen agar menghadapnya. Tidak mau wanita itu lepas dari dekapan, Edward segera mengungkungnya.

"Edward," desah Gwen, menempatkan dua tangannya di dada Edward yang telanjang. "Waktuku nggak banyak. Aku harus prepare."

Edward menatap sayu pada kedua mata bening Gwen. Di sana kerap kali dia tersesat. Gwen tidak hanya cantik, tapi kedua matanya sungguh mudah memikat lelaki. Dia teringat pertemuan pertama dengan wanita ini. Sekali Gwen menatapnya intens, dia sudah luluh dan jatuh.

"Aku siapin air di bathub. Kamu pasti mau join kan?" Gwen memberi pilihan yang pasti tidak akan Edward tolak.

Benar perkiraannya, Edward tersenyum lebar dan menjatuhkan diri ke kanan, tidak lagi di atas Gwen. Tangannya jahil meremas pantat wanita itu saat turun dari tempat tidur. Kekehannya terbit begitu Gwen mendelik padanya.

"You're so hot, Gwen," puji Edward. "Di ranjang, tentu aja."

Gwen memberi senyum simpul. Tubuhnya yang tidak terbalut apa pun, terpampang di hadapan Edward. Begitu lihai memikat hatinya. Padahal Gwen hanya berjalan menjauh untuk masuk ke kamar mandi. Tapi lihatlah, mata Edward tidak bisa lepas barang sedetik.

Sampai Gwen tidak terlihat lagi, senyum Edward masih belum pudar di bibir. Sungguh, hadirnya Gwen di hidupnya sejak lima tahun terakhir, mengajarkannya cara jatuh cinta sejatuh-jatuhnya.

Perasaan Edward tidak berkurang sedikit pun. Bahkan makin hari makin besar dia rasakan. Dia merasa amat sangat bangga atas pengalaman cintanya. Gwen adalah cinta pertama. Tentu saja pernikahan mereka dua bulan lagi adalah bukti bahwa Edward tidak hanya menggombal jika mengatakan kalau Gwen juga cinta terakhirnya.

"Sayang ...."

Panggilan dari arah kamar mandi membuat Edward mengangkat pandangan. Dia dapati kepala Gwen melongok di balik pintu, melambaikan tangan agar dia menyusul ke sana.

Tanpa basa-basi, Edward tepikan selimut. Membiarkan tubuh telanjangnya juga terekspos. Jalannya terkesan terburu-buru karena senyum nakal Gwen sudah berhasil meletupkan gairahnya.

"Hey hey, slow down," teriak Gwen begitu Edward menerjangnya dengan ciuman brutal di bibir.

Gemas dengan teriakan Gwen, Edward mengangkat tubuh itu sebelum menggigit ringan bibir wanitanya. "Katamu waktunya nggak banyak."

Lop Yu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang