59. Kenyataan

5.7K 738 240
                                    

Aku mau double update nih, boleh tembusin 400++ komen cuss? Heheheeee

Btw, di Karyakarsa udah ending :)

Di sini menyusul :)

Happy reading ❤️

🧚🏻🧚🏻

"Ada email masuk."

Setelah mengucapkannya, Zia langsung melepas pelukan Edward. Dia memalingkan wajah ke jendela di sampingnya. Sejenak yang terasa panjang, tidak ada di antara mereka yang berbicara. Hanya helaan napas Edward yang memburu masih mengisi keheningan mobil di pagi hari.

"Kamu ... mau bantu bales email?" Suara Edward mengalun lirih dan terbata.

Zia mendengus. Tangannya merogoh tas tangan untuk mengeluarkan ponselnya sendiri. Harusnya dengan itu Edward sadar kalau Zia menolak keras-keras. Bantu bales email? Apa Edward nggak tau lihat nama Gwen aja hati Zia rasanya remuk berkali-kali?

"Bales sendiri," gumam Zia tidak peduli. Dia bahkan pura-pura nyaman bersandar sembari mainan ponsel. Lebih baik nggak lihat Edward yang sedang mode mengenang. Daripada makin sakit hati.

"Zi ...."

"Bales dulu aja. Aku masih bisa nunggu." Masih dengan sikap nggak peduli, tubuh Zia bergeser ke arah pintu. Siku kirinya menopang dengan lembut di sana, menciptakan pijakan bagi kepalanya yang miring ke kiri. Dalam gerakan yang hampir naluriah, tangan kirinya menyokong leher, membiarkan kepalanya istirahat dengan nyaman.

Sedangkan ponsel di tangan kanannya sengaja dia angkat sampai depan wajah. Meneliti seakan ada pesan yang penting di sana. Padahal udah jelas, tidak ada yang lebih penting dari perasaannya sendiri saat ini.

"It's an email about Gwen, sorry." Suara Edward terdengar redup saat berkata. Disertai sedikit getaran yang halus di tiap kata, namun mampu melukai hati Zia bahkan sebelum dia menyadari.

Sorry? Artinya Edward udah tau itu kesalahan tapi tetap nekat mencari semua tentang Gwen?

"I know," bisik Zia. Berusaha mempertahankan tegar meski dirinya terasa hancur di dalam. "Jadi yang Kak Gyna semalem bilang itu bener. Ada yang dateng buat memastikan sesuatu."

"No. Bukan begitu, Zi." Meski Edward masih terlihat bingung menjelaskan, namun satu yang pasti; dia ketakutan Zia berpikir lain dari kenyataan. Dia berusaha meredakan ketegangan di dalam dirinya. Tarikan napasnya terdengar keras saat Edward berusaha tenang.

"Terus gimana?" Kali ini Zia menggeserkan ponsel sedikit ke kiri. Menyempatkan untuk mengintip keadaan Edward. Masih saja, lelaki itu tegang dan panik. Gerak tubuh yang kaku dan keringat yang belum juga berhenti mengalir di pelipis jadi tanda kalau Edward baru aja mendapat guncangan emosi setelah membaca email tentang Gwen. Dan kalau Zia masih memilih egonya ketimbang hubungan mereka, maka dia sudah lari dari sini sekarang.

Dia capek. Kenapa semua permasalahan harus bermuara pada satu nama; Gwen?

Dosakah kalau Zia membenci Gwen padahal bertatap muka aja belum pernah? Dia akan jadi orang paling jahat karena benci sesuatu yang tidak pernah melakukan kesalahan padanya. Hanya dengar nama Gwen sudah menumbuhkan rasa muak sebesar ini. Apa ada yang salah dengan perasaannya? Apakah ini wajar? Padahal setahunya, Gwen itu sosok yang baik. Edward tidak mungkin mencintai dengan cara paling ekstrem seperti pada Gwen—jika memang perempuan itu tidak baik.

Lop Yu, Om!Where stories live. Discover now