5. Gara-Gara Parfum

10.8K 1K 207
                                    

Hei, ketemu lagi. Maaf ya lama, emang agak-agak riweuh akhir-akhir ini wkwk Mulai sekarang udah ada waktu lagi buat nulis, semoga nggak ke-pending sampe lama banget ya (semoga terhindar dari writer's block juga). Bisa bales-bales komen juga haha

Btw, part ini menjelaskan hubungan Edward dan Gyna. Yang kurang berkenan, skip. Tapi kalo bisa ya jangan (loh wkwk)

Selamat membaca deh ya :)

🧚🏻🧚🏻

"Lo free?"

"Free. Kenapa?"

"Temenin gue clubbing, Ed. Mau?"

Edward menutup pintu mobil setelah duduk di kursi kemudi. Tangannya cekatan memasang sabuk pengaman sembari memfokuskan pandangan ke wanita di sampingnya. "Lo udah lama nggak ke sana?"

Gyna mengangguk. "Kerjaan lagi hectic. Butuh hiburan sekali-kali."

"Jangan ke sana sendirian."

"Gue tau. Makanya ngajak lo." Gyna tertawa pelan. Sedari dulu sangat hafal Edward tidak akan membiarkannya pergi ke tempat dugem tanpa teman.

"Oke. Tapi gue batesin. Jangan lewat tengah malem." Edward memberi syarat.

Gyna mengangguk setuju, tentu saja. Walaupun ... apa asyiknya dugem di bawah jam 12 malam? Tapi dia memang tidak bisa menolak syarat dari lelaki ini. Karena dia percaya Edward selalu bisa diandalkan sejak dulu saat masih menjadi calon kakak ipar, sampai sekarang meski mereka sudah tidak ada hubungan.

"Biar gue yang urus open table-nya." Edward masih sempat mengeluarkan ponsel di tengah kegiatannya menyetir. Dia punya kenalan manajer di salah satu klub malam. Jadi dengan cepat dan mudah mem-booking meja VIP.

"Ed, gue minta maaf soal yang waktu itu."

Edward menatap Gyna setelah selesai mengirim pesan. "Nggak masalah, Gyn."

"Lo bener. Lo harus lanjutin hidup. Wajar kok kalo jarang ke rumah nyokap. Apalagi jabatan lo udah naik, pasti sibuk banget."

"Thanks udah ngertiin gue." Edward lega karena akhirnya Gyna bisa mengerti.

"Lagian gue juga tau. Kesibukan lo buat karier, bukan aneh-aneh."

"Aneh-aneh?" Dahi Edward mengernyit.

Gyna mengedikkan bahu. "Main cewek dan lainnya."

Edward hanya mendengus singkat. Dia mencari cara agar suasana di dalam mobil tak begitu membosankan begini. Tangannya menyentuh head unit untuk mengatur konektivitas agar mobil tak terasa sepi. Alunan musik industrial mengalun seisi mobil. Cenderung terdengar kasar, keras, dan provokatif. "Gue masih fokus ke karier buat sekarang."

"Nanti-nanti ada niat buat cewek?"

"Pasti," jawab Edward yakin. Sekarang pun dia udah naksir sama sepupunya Ogi. Walaupun baru kagum aja sih. Untuk niat serius deketin, dia juga belum yakin. Sejauh ini celotehannya masih ngambang, setengah-setengah, dan terkesan iseng buat bikin Ogi kesal doang.

Edward tahu jawabannya membuat Gyna menatap ke arahnya. Dia menyadari itu dari sudut matanya. Tapi apa yang diharapkan dari dirinya yang sudah kehilangan selama enam tahun? Apalagi kehilangan seseorang yang sama sekali sudah tidak bisa dia jumpai.

Kecuali perpisahan mereka bukan terpisah dunia, barulah Edward tidak yakin apakah dia bisa move on. Tapi kenyataan bahwa Tuhan menakdirkan dia untuk melanjutkan hidup dengan cinta yang lain, Edward hanya bisa berusaha. Meski sangat sulit rasanya menemukan seseorang yang secocok saat dengan Gwen.

Lop Yu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang