30. Good Girl

11.4K 1K 175
                                    

Fast access part 39 sama 40 tungguuinnn yaw

Happy reading😘

🧚🏻🧚🏻

Tunduk dan takluk.

Memang itu tujuan Edward. Diam-diam mengulum senyum karena tubuh Zia beneran pasrah di pelukannya. Andai ini bukan ciuman pertama Zia, udah pasti Edward nggak akan menahan-nahan menyesap bibirnya yang manis, menyusupkan lidah dan bergelut di dalam sana, menawarkan sebuah rasa yang candu, yang pasti nggak akan pernah membuat Zia bosan.

Tapi Edward harus menahan beberapa saat saja. Dia juga nggak pernah menghadapi situasi begini sebelumnya, di mana lawan kissing-nya sekaku, sependiam, dan sepasif ini.

Bibir mereka masih menyatu tanpa pergerakan apa pun. Edward memberi waktu untuk Zia mengenali rasa bibirnya. Perlahan dia membuka mata, menyadari kalau tubuh Zia sudah setengah berbaring dan bertumpu padanya. Kepala Zia terkulai di bahu dan lengan atasnya. Kedua mata itu sudah terpejam dengan alis yang berkerut. Zia pasti teramat gugup karena ini pertama kali bagi cewek itu. Tapi justru posisi dan ekspresi Zia inilah yang membuat Edward sangat ingin membabat habis bibir yang sedang bersentuhan dengan miliknya. Namun dia masih punya sedikit kewarasan agar tidak menggebu-gebu.

Dengan gerakan perlahan, lengan Edward yang sedari tadi menyangga kepala Zia sedikit dinaikkan agar wajah Zia mendekat dan bibir mereka kian menempel rapat.

Edward memulai dengan mengecupnya satu kali, sebelum lebih menekankan bibirnya. Hangat napas Zia yang terembus membuat Edward berani mengawali. Dia menggerakkan bibir, menyapu halus permukaan bibir Zia yang masih tertutup.

Sesapan yang Edward beri membuat Zia menegang. Tangannya yang tergenggam Edward semakin mengetat. Seluruh aliran darahnya terasa berdesir. Mendadak dia lemas, susah mengatur napas, tapi di sisi lain ... dia tertarik. Sejauh pandangannya tentang rasa berciuman, dia pikir akan geli dan nggak nyaman sama sekali. Tapi kenapa saat Edward menempelkan bibir aja dia udah gemetar begini? Apalagi saat bibir bawahnya tenggelam dalam sesapan, sensasi lembut nan basahnya membuat denyut jantung Zia memompa lebih cepat. Berasa mau melompat keluar dari dadanya.

Detik saat bibir Edward dengan lembut menuntun bibirnya yang sedari tadi terkatup rapat agar terbuka, dan sesuatu yang basah menerobos masuk ke rongga mulut, Zia merasakan kekaguman luar biasa. Waktu seolah berhenti dan tidak ada yang lebih membuatnya terbang seringan ini kecuali gerakan lihai lidah Edward yang menyapu bibirnya. Beribu kupu-kupu serasa mengaduk-aduk perut. Padahal itu hanya berlangsung beberapa detik. Lidah Edward hanya menyapu ringan bibirnya dari sudut kiri ke sudut bibirnya yang kanan, seolah cuma mencicip dan lalu menariknya lagi, sudah.

Siapa sangka justru hal itulah yang mendadak membuat Zia makin sulit mengendalikan helaan napas. Dia berasa kekurangan oksigen saking hanyut dalam keterpesonaan. Tubuhnya mendadak kaku. Dia menarik tangannya yang ada di genggaman Edward karena ingin menjauhkan kedekatan wajah mereka. Dadanya seperti ingin meledak kalau dia tahan sebentar lagi. Tubuhnya hampir berontak dari pelukan kalau aja Edward nggak menyudahi penyatuan bibir mereka.

Namun beruntunglah Edward mengenali tanda-tanda Zia yang seperti kesulitan bernapas. Lelaki itu segera menjauhkan wajah.

"Zi," bisik Edward, sedikit panik. Apalagi Zia langsung terbatuk kecil dengan napas yang memburu. Kayak abis nahan napas berjam-jam dan sekarang ingin meraup udara sebanyak-banyaknya. Edward berinisiatif menepuk punggung Zia perlahan setelah melepas genggaman mereka. "Jangan ditahan," nasihatnya. "Just breathe."

Zia masih mencoba menenangkan diri. Astaga, apa itu tadi? Saking terkejutnya bisa memicu serangan jantung ternyata. Zia nggak menyangka kalau ciuman pertamanya ... ini ... oh ya ampuuunnn. Kenapa tadi nggak menghindar sih?

Lop Yu, Om!Where stories live. Discover now