55. Are You Surprised?

7.6K 785 216
                                    

Iyes tersurpris 🙂

🧚🏻🧚🏻

"Zi, mau pergi sama Edward?"

Zia yang baru sampai di dua anak tangga terbawah sedikit kaget dengar pertanyaan itu. Laras terlihat menghampirinya dengan senyum. Sampai di hadapan, wanita itu menepuk lembut bahu Zia.

"Cantiknya anak Mama," puji Laras. "Jadi pergi sama Edward?" ulangnya karena sang anak dari tadi masih diam.

"Iya, Ma." Zia membalas dengan senyum tipis. Dia udah tau Edward sempat ke sini kemarin, waktu Zia masih di Singapura. Katanya untuk memperjelas hubungan keduanya. Biar mereka nggak perlu sembunyi-sembunyi lagi karena orang tua Zia udah tau. Tapi rasanya aneh aja saat Laras menanyakan hal ini. Zia masih malu. Dia emang nggak terbiasa cerita tentang lawan jenis ke orang tuanya.

"Zia beneran suka sama Edward ya?" Suara Laras terdengar santai, bahkan diselipi kekehan.

Benar kan, hal seperti ini membuat Zia malu. Dia hanya bisa menunduk dan mengikuti langkah mamanya ke ruang tamu.

"Dia baik kan sama kamu, Zi?"

"Baik, Ma."

"Kamu pernah nangis sampai nggak mau keluar kamar, itu lagi marahan sama Edward?"

Tebakan yang tepat sasaran. Zia memilin jemarinya dengan gelisah. Dia nggak mau Edward dicap nggak baik. Serius, waktu itu emang dia aja yang keterlaluan mikir enggak-enggak. Padahal kenyataannya Edward nggak kayak gitu.

"Bukan karena dia sebenernya," aku Zia dengan jujur. Dia memberanikan diri menatap mamanya yang sudah duduk di sofa ruang tamu. Akhirnya dengan langkah pelan, Zia ikut duduk di samping sang mama. Demi meyakinkan kalau Edward nggak seburuk itu sampai bikin Zia nangis parah. "Waktu itu aku aja yang salah paham."

"Jadi cuma salah paham kan?" Laras memberi senyum sembari membelai lembut puncak kepala putrinya.

"Iya, Ma." Zia mengangguk untuk meyakinkan. "Kak Ed itu orang baik. Baik banget," pujinya tanpa mengada-ngada.

Karena memang bagi Zia, Edward nggak ada celah untuk dicari keburukannya. Lelaki itu sangat bertanggung jawab, punya sikap yang gentle dan seringkali membuat Zia kagum pada semua perlakuannya.

Meski tidak ada manusia yang sempurna, tapi Edward baginya mendekati kesempurnaan yang diidam-idamkan semua kaum perempuan.

"Mama harap ini nggak akan pengaruh sama pendidikan kamu ya, Zi," pesan Laras. "Kamu harus tetap kejar cita-cita kamu. Jalan kamu masih panjang. Sementara ini, kamu berteman dekat aja sama Edward ya. Makan malam, nonton, atau keluar sesekali sama Edward nggak apa-apa, Mama izinin."

Ini persis seperti kata Edward kemarin saat menjelaskan ke Zia tentang pendapat orang tuanya. Teman dekat. Tapi dibolehkan sesekali pergi jika dibutuhkan. Artinya sudah jelas bahwa orang tuanya hanya ingin Zia fokus terlebih dulu ke pendidikannya, dan belum saatnya untuk ke arah yang serius. Meskipun tidak dipungkiri bahwa orang tuanya setuju jika orang terdekat Zia adalah Edward. Hanya saja, waktunya belum tepat.

Makanya kemarin Edward bilang, 'Mungkin Mama kamu kira aku langsung ajak kamu nikah, Zi. Tapi aku udah yakinin Tante sama Om kalo kita jalanin kayak teman dekat dulu aja.'.

"Ma, aku pasti tetap lanjut kuliah. Kak Edward juga support aku terus. Aku sama dia udah kayak kakak-adik. Kak Ed bisa arahin aku. Aku berteman baik sama dia. Makasih ya, Ma, udah nasihatin."

"Iya, Nak." Laras tersenyum, bersyukur karena anaknya mengerti apa yang diucapkannya sejak tadi. Sebagai orang tua, Laras punya kuasa untuk menasihati Zia agar tidak memikirkan hubungan serius dalam waktu dekat. Tapi dia juga paham bahwa umur anaknya bukan lagi remaja, yang pasti sudah bisa mengendalikan rasa cinta yang tumbuh. "Tau kan sebenarnya Mama hanya ... belum siap kalau kamu tiba-tiba minta nikah," kekehnya.

Lop Yu, Om!Where stories live. Discover now