61. Hidup dengan Benar

6.8K 893 631
                                    

Hai haiiii, suka sad ending gak?
#tanyadoang🫨

🧚🏻🧚🏻

"We're done!"

Pesta kelulusan yang seharusnya menjadi momen kebahagiaan berubah jadi konflik yang tak terduga. Zia meninggalkan Edward dengan langkah-langkah yang cepat. Seperti dihantui oleh bayangan kepergian Zia, waktu terasa membeku di sekitar Edward. Suara tawa riang dan riuh seolah lenyap, meninggalkan keheningan yang membuatnya merasakan kebingungan.

Ada usaha Edward untuk meresapi situasi dan mencerna kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Zia. We're done. Itu mungkin akan terdengar biasa saat Zia sedang kesal karena Edward telat membalas pesan, atau saat Edward lupa akan janji temu. Tapi kali ini tidak biasa. Edward tau bahwa Zia serius dengan ucapan tadi.

Samar-samar keramaian sekitar mulai menyadarkan Edward bahwa saat ini dia sendirian. Matanya mengikuti langkah Zia yang mendekat ke Ogi dan Key. Terlibat pembicaraan di sana, Zia terlihat memaksa Ogi untuk suatu hal, Ogi menolak, lalu Zia meminta lagi.

Edward ingin maju, tapi kedua kakinya seperti terpaku di tempat. Hatinya tidak cukup berani mengejar Zia yang sedang dikuasai emosi. Jadi Edward memutuskan diam. Mengamati gerak-gerik Zia yang terlihat rapuh.

Kedua tangan Edward mengepal di sisi kanan kiri tubuh. Bahunya meluruh saat tatapnya sempat menangkap Zia yang bersimbah air mata. Tapi apa yang akan Edward jelaskan? Tidak ada kan? Sekuat apa pun usaha untuknya berubah lebih baik saat bersama Zia, itu tidak akan sebanding dengan dosa-dosa yang sudah berhasil mencoreng dirinya dalam pandangan gadis itu.

Lalu saat Edward mendapat tatapan tajam dari Ogi dan berlari ke arah orang tuanya untuk menjelaskan sesuatu, Edward sadar bahwa tadi mungkin Zia meminta pulang. Saat ini Zia sedang dipeluk Key dengan tubuh yang gemetar. Ini salah Edward. Dari awal memang kesalahan ada padanya.

Hatinya semakin remuk saat Zia akhirnya pergi. Langkah-langkah lemah gadis itu yang terpijak menandakan sebesar apa kesalahan yang telah Edward perbuat. Lebih dari jahat, Edward itu picik, licik. Seenak sendiri membuat Zia jatuh cinta, lalu membiarkan gadis itu terpuruk karena fakta yang sengaja Edward tunda.

"Ed ...."

Kekagetan dengan tepukan di bahu tidak sebanding dengan rasa bersalah Edward yang bergumul di dada. Dia menoleh ke kiri dan memaksakan senyum saat orang tua Zia mendekat.

"Ogi, Key, sama Zia katanya pulang dulu. Kamu pulang sama Om sama Tante aja." Hendra memberi senyum pada lelaki yang seumuran anaknya. Entah konflik apa yang mendera di antara Edward dan Zia, tapi dia sebagai orang tua tidak boleh men-judge salah satu pihak. Edward terlihat pucat, kebingungan, dan bukan tidak mungkin bahwa ini hanya kesalahpahaman. "Ayo, kita pulang sekarang."

Edward tidak tahu apa perlakuan baik ini akan terus sama jika tau bahwa Edward dalang di semua kesakitan Zia. Tapi untuk saat ini, dia masih diberi kesempatan. Jadi dianggukilah ajakan orang tua Zia.

***

"Zia udah tau."

Ogi dengar itu dengan saksama. Hanya ada dia dan Edward di beranda rumah. Edward tidak terlihat emosional secara fisik. Lelaki itu sangat tenang, namun siapa pun yang melihat gurat wajah dan cara Edward menatap, akan tahu bahwa jauh di dalam hati Edward terluka.

Lop Yu, Om!Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin