38. Janji Ya?

8.3K 817 173
                                    

Met malming. Yang belum ada pasangan langsung Senin aja gpp☺️

Part 49 udah update tadi sore di KK. Cus :)

Happy reading

🧚🏻🧚🏻

Shit! Kenapa ada sisa kondom di laci?! FUCK!

Edward mencari kalimat yang pas untuk menjawab pertanyaan Zia mengenai benda kecil yang terselip di jemari lentik gadis itu. Refleks dia merebut sebelum Zia sempat membaca tulisan-tulisan di bungkusnya. Lalu diselipkan pelan di saku celana belakang. Lidahnya masih kelu, takut salah menjelaskan. Apalagi ekspresi Zia sekarang seperti kebingungan.

"Oh ini." Edward meringis, mulai sulit berkata-kata. "Sarung burung."

Zia yang dari awal emang kurang fokus karena lihat foto Edward, akhirnya cuma mengangguk. Nggak berpikir lebih jauh tentang jawaban Edward. Lagi pula dia nggak serius nanyain benda apa yang baru diambilnya tadi. Niatnya hanya mengalihkan pemikiran Edward agar lelaki itu nggak menyadari apa yang baru Zia lihat beberapa detik lalu. Makanya asal ambil sesuatu di laci.

"Om punya peliharaan burung?" tanya Zia asal. Sengaja sambil lalu, agar Edward nggak menyadari saat tangannya menutup laci pelan-pelan. Takutnya kalau tergesa kayak tadi, sesuatu di dalam laci—yang membuat hatinya campur aduk sekarang—dilihat Edward dan lelaki itu menyadari alasan kenapa Zia lama di kamar.

"Punya."

"Beo? Lovebird? Atau apa?" Selesai. Zia lega karena sukses menutup laci tanpa dicurigai.

"Hercules." Edward menjawab dengan lirih.

Zia sudah bisa fokus sekarang. Dia meraih charger yang tadi diletakkan di atas nakas, lalu memfokuskan ke Edward yang terlihat ... gugup? Nggak mungkin kan lelaki itu tau bahwa sebenernya Zia memergoki Edward masih simpan foto bersama Gwen di balik foto yang seorang diri?

"Apa, Om? Hercules? Ada ya jenis burung itu?" Walaupun Zia nggak begitu paham sama jenis burung tapi Hercules tetap terdengar aneh.

"Bukan jenis. Saya namain burung saya Hercules." Edward meringis. Tangannya mengusap tengkuk dengan senewen.

"Oh ya? Itu bukannya nama dewa di salah satu mitologi Yunani?"

"Ya begitulah." Edward terkekeh ringan. Serius, yang tau nama Hercules cuma Ogi doang. Membicarakannya dengan Zia terasa ... tabu. Padahal Edward sadar diri dia nggak suci. Tapi kenapa sama Zia rasa-rasanya ini nggak tepat? Atau mungkin karena Zia baginya masih terlalu lugu untuk ngobrolin hal begini.

"Burungnya pasti punya kekuatan super ya, Om?"

Astaga. Edward makin nggak bisa berkata-kata. Tapi demi menghindarkan kecurigaan Zia, dia jawab aja. "Iya. Kekuatan super. Perkasa. Makanya saya namain Hercules, dewa simbol kekuatan otot."

"Keren." Zia menanggapi seadanya. Masih nggak tau ke arah mana obrolan mereka. Baginya asalkan Edward nggak tau apa yang Zia lihat tadi, semua aman. "Aku mau liat si Hercules dong, Om. Dipelihara di mana? Di apart ini?"

Edward melongo. Dia kesusahan menelan ludahnya sendiri. Mau liat Hercules kata Zia? Gadis itu mau diterkam habis atau gimana? Sial, sekarang yang di bawah sana malah ingin keluar untuk menyapa. Mentang-mentang sadar dari tadi digosipin.

"Zi, ngobrolnya lanjut di ruang tengah aja. Makanannya udah dateng." Lebih baik Edward memutus percakapan yang mengarah. Dia takut khilaf dan berujung menyakiti Zia. Tidak. Kalau dengan melakukan hal itu bisa membuat Zia terluka, maka Edward rela menahan kesakitan si Hercules sendirian.

Lop Yu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang