35. NE

9.3K 926 414
                                    

Bocil diajak nginep?

Siapa berani 250 komen? Kalo iya, besok up lagi🥰

Btw, part 47-nya fast access udh up kemarin yaaww

🧚🏻🧚🏻

"Nginap ya?"

Belum ada jawaban apa pun dari mulut Zia, Edward akhirnya makin menurunkan kepalanya untuk memberi kecupan beruntun di bibir. Diusapnya sudut bibir Zia yang masih basah akibat pergulatan mereka beberapa detik lalu.

Kalau ingat gimana cara Zia merespons ciumannya tadi, Edward jadi lupa kalau ini bocah belum genap 19 tahun yang mana baru berciuman dua kali. Seingatnya waktu itu Zia masih malu-malu dan gemetaran. Sekarang—walaupun rona merah menandakan kalau Zia masih malu juga—tapi terlihat lebih ... berani?

Nggak tanggung-tanggung, tangan Zia yang sekarang masih melingkar di lehernya adalah tanda kalau cewek itu emang ada inisiatif untuk membangun ciuman mereka lebih dahsyat lagi.

"Nanti saya bilang ke orang tua kamu kalau kamu di sini."

Zia menatap intens pada kedua mata Edward yang menyorot sayu. "Dibolehin?" tanyanya pelan.

"Kalo dibolehin kamu mau?" Edward balik bertanya. Biasalah dia pandai menjebak dengan kata-kata. Benar seperti dugaan, Zia langsung diam. Seperti berpikir dalam-dalam tentang penawaran Edward.

"Kenapa harus ... nginap, Om?"

Pertanyaan susulan Zia membuat Edward terkekeh. Dia berpindah ke samping Zia dan memeluk cewek itu di dada. "Cuma pengin peluk kayak gini. Emang kamu nggak kangen?"

Masih diam, Zia nggak menjawab. Yang ada di pikirannya saat ini adalah rasa malu. Kenapa tadi dia malah kayak ngebet ciuman ya? Apa yang dipikirin Edward waktu dia brutal banget kayak tadi? Apa Edward ngetawain dan anggap Zia murahan?

Arg. Harusnya Zia tadi diam aja kayak patung. Nggak malah balas ciuman bahkan ikut-ikutan silat lidah. Tapi gimana lagi. Detik saat Edward menyentuhkan bibir mereka dan mulai mencumbunya, rasa-rasanya Zia kehilangan akal. Edward selalu mampu membiusnya dalam keadaan apa pun.

Padahal jelas-jelas Zia lagi ketakutan dengan fakta Edward cuma mencintai Gwen, tapi nggak tau kenapa dengan Edward tersenyum padanya aja fakta itu seolah hilang. Entah Zia yang terlalu naif dengan kenyataan, atau memang Edward yang kelewat pintar berpura-pura ada rasa.

"Kenapa, Zi?" Edward menyadari gerak tubuh Zia yang makin mendekat ke pelukannya dengan tergesa.

"Malu," bisik Zia. Tidak jujur tentu saja. Dia takut kalau bilang tentang ini dan Edward mengiyakan. Lebih baik begini dulu sementara. Kata orang, cinta itu bisa ditumbuhkan. Siapa tau lama-lama Zia bisa bikin Edward balik cinta kan?

Ngimpi! ejek sisi hati Zia yang sebenarnya. Dia aja yang terlalu naif.

"Dibiasain. Biar nggak malu." Sepertinya Edward belum menyadari Zia kenapa.

"Om ... nggak akan ninggalin aku kan?" Zia nggak tahan lagi untuk bertanya. Kekhawatirannya menumpuk saat merasakan Edward membelai kepalanya. Takut kalau yang seperti ini nggak akan terulang lagi.

Kalaupun Edward nggak ada rasa, lelaki itu terlalu sempurna dalam memperlakukan Zia. Meski dalam hati siapa yang tau?

"Hal kayak gini nggak akan bikin saya ninggalin kamu." Kalimat yang sama. Edward nggak bosan mengatakannya ke Zia agar gadis itu nggak berpikiran macam-macam.

Edward cukup tau keresahan Zia. Dia pikir setiap abis ciuman pasti hal ini yang ditanyakan. Padahal udah berkali-kali Edward bilang nggak akan mudah ninggalin Zia cuma karena permasalahan sepele. Entah apa yang sedang dikalutkan Zia sekarang. Namun sebisa mungkin Edward redakan agar kekhawatiran di benak Zia nggak makin jauh.

Lop Yu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang