11. Mabuk Part Dua

11.5K 1.1K 324
                                    

Haiiii maaf banget ya lama.

Sebagai gantinya, ini 2 bab setengah kujadiin satu di sini. Panjangnya bikin kalian bisa baca sampe capek wkwk

Boleh dong komennya juga dibanyakin (modus bet si)🤧

Happy reading

🧚🏻🧚🏻

"Good girl, Zia."

Kalimat itu terdengar tepat setelah Zia menutup pintu apartemen. Belum sempat berbalik seluruhnya ke arah Edward, dia justru meneguk ludah dengan gugup. Edward kentara sekali memperhatikan penampilannya, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Terang-terangan, seolah sengaja!

Tubuh lelaki itu bahkan condong ke arah Zia—hampir sangat dekat—dengan salah satu lengan yang menumpu di dinding.

Zia sampai bisa menghirup aroma parfum yang begitu maskulin. Membuat otaknya makin blank untuk berpikir. Belum sempat menguasai kesadarannya sendiri, lagi-lagi Edward membuat jantungnya hampir merosot. Sentuhan lembut ibu jari Edward di dagunya memaksa Zia untuk mendongak. Menatap tepat pada dua mata yang seolah menguncinya untuk tidak berpaling.

Zia yakin dirinya hampir pingsan kalau aja Edward tidak segera mengalihkan tatapan. Beruntunglah itu hanya berlangsung beberapa detik. Bisakah dia musnahin makhluk ganteng satu ini dari sekitarnya? Makin hari kayaknya hati mungil Zia makin ngelunjak. Dia khawatir rasa cintanya tumbuh pesat jadi sangat sangat banyak.

Daaaan ... maksudnya apa itu? Kenapa Edward tiba-tiba memperhatikannya lagi, dari kedua mata lalu turun ke bibir. Refleks Zia menyentuh bibirnya sendiri. Takut ada lipstik yang keluar dari garis seharusnya.

Tapi yang terjadi justru di luar perkiraan. Edward terlihat sangat santai menggigit bibir bawah sambil mengedipkan satu mata.

Apa itu bentuk flirting? Ke Zia yang Edward sebut bocah? Zia nggak salah lihat kan?

Sialnya Edward malah terkekeh ringan. Lelaki itu kembali berdiri tegak dan merangkul bahu Zia. Tanpa tau perasaan Zia sedari keluar apartemen tadi sudah dibuat naik turun seperti roller coaster.

"Jangan lemes gitu dong, Zi. Rileks," kekeh Edward. Dia merasakan sendiri gimana Zia sempat membeku tadi. Sekarang tubuh di rangkulannya itu malah melemas. Makanya dia turunkan tangannya jadi ke pinggang. "Biasanya juga banyak tingkah, sekarang kok diem?"

Zia sangat tau Edward berniat mengejek. Karena dia sadar tubuhnya melemas, belum berani membuka suara.

Ting.

Suara pintu lift terbuka cukup menyadarkan Zia bahwa mereka akan masuk ke sana. Saat di dalam, barulah Zia mulai bisa mengontrol reaksi dirinya. Dia bergeser ke kanan, tanda agar Edward melepas pelukan di pinggang.

Zia juga merutuki dirinya sendiri kenapa selalu terlambat sadar bahwa Edward seringkali memeluknya begini. Setelah sadar malah baru baper. Padahal kan bisa dari awal menolak. Atau memang begini cara lelaki dewasa bersikap? Sering skinship kayak gini? Zia nggak akan sanggup mengimbangi kayaknya.

Edward perlakukan orang asing seperti Zia aja udah begini, apalagi kalau ke pacar coba? Jangan-jangan bisa kayak Ogi dan Key. Zia bergidik membayangkan pikiran kotor di otaknya.

"Om lain kali jangan asal peluk," kata Zia, demi membentengi hatinya.

"Kenapa? Kamu kan adik saya."

Bahu Zia meluruh. Adik lagi adik lagi.

"Jangan marah dulu, Zi." Edward terkekeh.

Zia mendongak, mendapati tatapan yang sama seperti di pintu apartemen tadi. Fix, nanti malam pasti Zia gagal tidur nyenyak teringat gimana mata itu mengedip nakal. Apalagi bibir yang sengaja digigit dengan cara paling sensual kayak ... errr, Zia jadi keingat film-film yang sering ditonton.

Lop Yu, Om!Where stories live. Discover now