Part 9

11K 592 11
                                    

Happy Reading!!

Mereka sekarang dalam keadaan bingung, keberadaan Salhiera sungguh ambigu. Apalagi sekarang nomor itu kembali tidak aktif dan lokasinya stuck di situ.

"Sepertinya harus kasih tahu Ayah dan Bang Hanafi." Salmiera mengeluarkan suara.

Ronald mengangguk, jelas keluarga Salhiera harus tahu akan hal ini. Dia segera mengeluarkan ponselnya dan mencari nomor yang dia ingin hubungi, seorang pria yang dua bulan lalu dia minta izin untuk membahagiakan salah satu putrinya.

"Mau telpon Ayah? Gue yang telpon Bang Hanafi deh." Salmiera juga langsung mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Kaka laki-lakinya itu.

"Bang! Salmiera punya kabar mengenai Salhiera." Salmiera agak menjauh dari jangkauan kedua pria tersebut.

Ronald masih menunggu Om Husein untuk mengangkat telpon nya, namun nihil tak diangkat oleh beliau.

"Hah?! Gimana-gimana?" Abangnya di seberang sana terdengar kaget setelah mendapatkan info dari sang Adik.

"Bang, Salhiera tadi pagi menghubungi Salmiera, terus temennya Ronald tuh berusaha ngelacak nomor Salhiera yang dipakai menghubungi Salmiera, nah nomornya ada di Surabaya." Salmiera menjelaskan

"Terus sekarang yang bikin kami pusing adalah, nomor asli Salhiera ternyata aktif juga ketika dia menghubungi Salmiera, lokasinya di Jakarta, terus tuh ya, masa tiba-tiba sekarang kedua nomornya nggak aktif bersamaan." Lanjut Salmiera yang makin membuat sang Abang bingung di sana.

"Sebenarnya juga anak buah Abang dan Ayah juga menemukan jejak Salhiera, tapi masih di area Jakarta, Dek." Bang Hanafi memberikan info kepada Salmiera bahwa dia juga menemukan jejak Salhiera di Jakarta.

"Gini deh, kamu sekarang sama Ronald? Di mana? Abang ke sana, biar sama-sama diskusi." Salmiera segera memberitahukan lokasinya sekarang.

Salmiera kembali ke meja tempat Ronald dan Paul berada, "Nggak jadi telpon Ayah, Ron?" Tanya Salmiera.

Ronald menggeleng, "Nggak diangkat sama Om Husein, sibuk kali ya." Salmiera hanya mengangguk, memang sih jam segini ayahnya tersebut sulit untuk dihubungi.

"Bang Hanafi mau ke sini," ucap Salmiera memberikan informasi bahwa Abangnya akan datang kemari.

"Eh kalian nggak mau pesen makanan?" Ucap Paul menawarkan, Salmiera dan Ronald kompak menggeleng.

Paul mengerutkan keningnya, "Kenapa? Kalian udah makan siang ya?" Tanya Paul, kembali lagi Salmiera dan Ronald mengangguk bersamaan.

"Kenapa jadi mereka yang kembaran. Jangan-jangan mereka yang jodoh ntar." Monolog Paul tak jelas dalam hati.

"Yaudah gue makan yaa, nggak papa nih gue makan tapi kalian nggak?" Tanya Paul sekali lagi yang membuat Ronald berdecak kesal.

"Ck! Lo bawel banget sih Bule," ucapan Ronald tersebut hanya mendapatkan cibiran dari Paul.

"Eh Salmiera boleh tanya nggak?" Paul sok akrab kepada Salmiera, kapan lagi dia bisa berkomunikasi secara dekat dengan salah satu kandidat favorite nya saat itu.

Salmiera mengangguk, ini yang ditunggu oleh Salmiera, ada yang mengajaknya untuk berbicara karena jujur sejak tadi di mobil dia bingung karena Ronald hanya diam.

"Kok suara lo bisa bagus sih?" Pertanyaan Paul sungguh di luar prediksi BMKG, bahkan Ronald juga kesal mendengar pertanyaan Paul, Salmiera hanya tertawa mendengarkan pertanyaan yang dilontarkan kepadanya.

"Bego! Pertanyaan macam apa itu? Gue nggak yakin lo jadi lulusan terbaik di fakultas lo," ucap Ronald kesal.

"Hmm gimana yaa, mungkin karena diasah sejak kecil kali ya, gue latihan dari kecil, ikut lomba dari kecil juga, banyak gagalnya sih tapi justru jadi acuan dan motivasi gue sih, dicap artis nggak jadi dan gagal terus buat gue semakin terpacu untuk meningkatkan potensi gue, makanya gue memilih kuliah yang berhubungan dengan musik juga, lalu bangkit sampai sekarang deh." Salmiera menjawab pertanyaan Paul yang sebenarnya juga dia tidak tahu jawaban itu benar atau tidak.

Ronald mendengarkan Salmiera menjelaskan kepada Paul tentang perjuangannya hingga pada titik ini, Ronald bisa menilai bahwa kembaran Salhiera ini adalah seorang yang gigih dan ambisi untuk mendapatkan apa yang dia mau, sekali lagi Ronald menemukan perbedaan antara dua perempuan yang memiliki wajah selaras tersebut.

"Woww, iya sih emang lo keren banget Sal, eh pas di karantina dulu lo paling deket sama Nabilah Taqqiyah ya emang?" Tanya Paul, astaga Salmiera baru sadar ternyata orang di depannya ini hanya basa basi menanyakan tentang suaranya, sebenarnya Bule lokal ini ingin menanyakan tentang sahabatnya, Nabilah.

"Lo kalau mau nanya Nabilah dari awal aja, nggak usah basa basi kaya tadi." Tawa Salmiera semakin lepas melihat ekspresi malu Paul.

Ronald hanya menyaksikan dua orang di depannya ini, Salmiera mudah bergaul dengan orang dan dia juga orang yang bisa membuat seseorang nyaman untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengannya.

"Nabilah yang paling muda di antara kami, anak super baik dan Sholehah banget, pokoknya best sih. Dan terkait yang paling dekat atau tidak, jelas iya karena dia yang menemani gue sampai di TOP 3 jauhnya," ucap Salmiera menceritakan teman sekamarnya yang paling akhir itu.

Paul berbinar mendengarkan cerita tentang Nabila. Salmiera melihat itu semakin cekikikan, dia sangat paham, memang sahabatnya yang satu itu banyak fanboy nya, termasuk orang yang di depannya sekarang.

Saat Paul ingin berbicara kembali, tiba-tiba ponsel Salmiera berdering.

Ternyata Bang Hanafi yang menelponnya, memberitahu bahwa sudah sampai di lokasi, Salmiera celingak-celinguk mencari sang Abang, setelah menemukan, Salmiera melambaikan tangannya.

"Jadi gimana-gimana?" Tanya Bang Hanafi.

Paul menjelaskan kepada Bang Hanafi tentang pelacakan Salhiera yang dia lakukan. Bang Hanafi mengusap wajahnya kasar, sejak kemarin Bang Hanafi juga memikirkan masalah Salhiera, bahkan dia ikut turun tangan langsung untuk mencari adiknya tersebut.

Menurutnya, dia mempunyai tanggung jawab juga atas adik dan orang tuanya, jelas Hanafi tak ingin Ayah dan Bunda menanggung malu kepada semua orang atas perbuatan Salhiera dan juga dia sangat khawatir sekaligus kecewa dengan sang adik, ini pertama kali Hanafi kecewa pada Salhiera.

"Dia bilang apa aja sama kamu Sal?" Tanya Bang Hanafi.

"Salhiera baik-baik aja, jangan cari dia nanti dia pulang sendiri," ucap Salmiera, bang Hanafi memejamkan matanya tanda sedang berpikir.

"Ya sudah, kalau itu mau Salhiera, dia bilang dia tidak mau dicari dan akan kembali 'kan? Ya sudah kita ikuti mau dia." Tiba-tiba Ayah muncul dari belakang yang membuat orang-orang tersebut kaget.

"Kalau dia nggak kembali sampai hari pernikahannya gimana, Yah?" Tanya bang Hanafi.

Ronald sudah tegang ketika Om Husein muncul dan berbicara seperti itu, benar kata Bang Hanafi, jika Salhiera tak kembali sampai hari pernikahannya bagaimana?

Salmiera menatap Ayah tajam, Salmiera tidak mau mendengar jawaban ayahnya setelah ini.

"Ya sudah, batal. Ayah, Bunda, dan kita semua menanggung malu karena Salhiera." Ronald memejamkan matanya, bisa-bisanya Om Husein sesantai itu. Astaga dirinya bahkan sudah seperti orang gila memikirkan Salhiera.

Salmiera dan Bang Hanafi saling menatap satu sama lain, kenapa Ayah begitu santai menanggapi hilangnya Salhiera, terlebih jawaban yang dikeluarkan tadi berbeda dengan yang kemarin dikatakan.

"Yah, setidaknya kita ikhtiar aja dulu nyari Salhiera. Masa sudah menyerah." Bang Hanafi membuka suara.

"Iya Om, benar kata Bang Hanafi, saya nggak baka menyerah untuk cari Salhiera." Ronald akhirnya membuka suara.

Salmiera dan Paul hanya diam, tak tahu harus merespon apa. Paul tak memiliki hak untuk berbicara sedangkan Salmiera dia tak tahu mau berbicara apa untuk menanggapi Ayah nya.

Hallo! Terima kasih karena sudah membaca cerita ini.

Semoga suka part ini yaaa!!
Komen-komen yaaa kalau ada saran scene gemas hehehe.

Segala hal dalam cerita ini hanya fiktif belaka yang dibuat untuk menyalurkan ide buah pikiran. Dimohon untuk tidak membawa ke luar dan dianggap serius!

Kritik dan saran yang membangun sangat terbuka di kolom komentar.

Kesalahan penulisan yang tidak sesuai dengan EYD dan KBBI mohon dimaafkan.

Salam hangat dari Penulis

Makassar, 2023














Pengganti  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang