30: Trauma Haechan

749 71 43
                                    

YOU POV

Keesokan harinya..

Aku terbangun dalam posisi terhimpit tubuh dua orang laki-laki yang aku yakini adalah Jeno dan kekasihnya bernama Na Jaemin. Semalam, aku memang tertidur menghadap Jeno dengan guling sebagai pembatas antara tubuh kami berdua. Namun, pagi harinya guling tersebut lenyap dan tergantikan oleh tubuhku yang menjadi guling untuk kedua lelaki yang tertidur di atas kasur ini. Sempat ku tatap wajah tampan Jeno yang tertidur di depanku sebelum ku menoleh ke belakang, tepat ke seorang laki-laki yang tengah memelukku erat.

Ternyata, aku salah. Dia bukan Jaemin seperti yang aku duga sebelumnya. Lelaki itu adalah Haechan yang begitu erat memelukku walau dalam keadaan tertidur seperti ini. Aku hembuskan napas pelan dan berusaha memejamkan mataku kembali, berusaha aku nyamankan posisi kami saat ini sebelum ku dengar isakan pelan dari Haechan yang semakin mengeratkan pelukannya. Aku sempat terdiam sebentar, sambil terus bertanya dalam hati. Benarkah lelaki ini sedang menangis? Namun, isakan Haechan semakin terdengar parau seiring bibirnya yang bergumam pelan, "Jangan tante, ku mohonn..". Tunggu?

Berusaha aku lepaskan pelukan Haechan untuk membalik tubuhku secara perlahan agar menghadap dirinya. Keringat membasahi sekujur tubuh Haechan, namun yang paling deras mengalir adalah air mata lelaki itu hingga membasahi bantal yang kami gunakan berdua. Langsung aku seka air mata Haechan menggunakan jemari tanganku sambil berusaha menangkan lelaki itu dari mimpi buruknya. Tanpa sengaja membuat lelaki itu terbangun dalam posisi terkejut, seolah habis bermimpi buruk jatuh dari ketinggian hingga terbangun. Menyadari keberadaanku di sekitarnya, memancing Haechan menghambur ke dalam pelukanku begitu erat.

Jantungku berdegup sangat kencang saat melihat lelaki yang selama ini menyusahkan dan merugikanku menangis kencang seperti ini. Satu sisi aku merasa kasihan, seolah ada trauma psikis yang diam-diam Haechan sembunyikan dari semua orang, tetapi satu sisi aku merasa bahagia atas penderitaan yang ia dapatkan. Sehingga, tak hanya aku yang menderita di lingkungan ini.

Haechan masih menangis kencang yang membuat Jeno ikut terbangun dari tidurnya. Dapat ku rasakan Jeno yang mendekat untuk memeluk tubuhku dari belakang, tangan lelaki itu ikut mrmbantu menenangkan Haechan dengan mengelus punggungnya secara perlahan, sementara diriku mengelus belakang kepala Haechan sambil sesekali mengecup puncak kepalanya dengan lembut. "Kau hanya bermimpi buruk, Haechan. It's okay." ucapku perlahan tapi pasti mampu meringankan kesedihan yang lelaki itu rasakan.

Cukup lama kami saling berpelukan erat hingga Haechan yang perlahan tenang pun melepaskan pelukanku untuk menatap mataku. Aku seka air mata yang membasahi wajahnya, aku sadar benar bajuku juga telah basah oleh air mata lelaki itu, namun yang paling membuatku khawatir setelah melihat bibir Haechan yang begitu pucat. "Kau sakit?" tanyaku yang langsung mendapat anggukan kepala oleh Haechan.

"Dimana yang sakit?" tanyaku lagi. Walau sebenarnya wajahku juga masih sakit saat harus berbicara banyak seperti ini. "Ulu hatiku, dari semalam sakitnya sampai sekarang." ucap Haechan memancing Jeno di belakangku ikut memperhatikan lelaki itu. "Kau tak makan malam?" tanya Jeno yang langsung Haechan jawab dengan gelengan kepala.

"Kebiasaan!" itu Jeno yang merespon sambil mengubah posisi berbaringnya terlentang di belakangku. Sementara aku berusaha menjadi tempat untuk Haechan mengadu, aku akan masuk ke dalam hidupmu Haechan dan mengambil peran penting sehingga saat kita berpisah nanti, aku dapat menghancurkan hidupmu dari dalam. Seperti yang kau lakukan padaku saat ini. "Kok ga makan? Mau diet? Kamu juga lagi banyak pikiran, makanya asam lambungnya naik." ucapku yang hanya dijawab anggukan kepala oleh lelaki itu.

"Maaf menganggu waktu tidur kalian berdua." ucap Haechan dengan memasang wajah yang merasa bersalah. Tanpa menjawab ucapan Haechan, Jeno bangkit dari kasur ini dan berjalan menuju area depan televisi. "Tak menganggu kok, harusnya aku yang minta maaf karena telah membangunkan mu tadi. Kau bermimpi buruk Haechan sampai menangis seperti ini." ucapku sambil mengelus wajah tampan Haechan di hadapanku. Aku singkirkan helaian rambut yang menutupi wajahnya sebelum lelaki itu mengangguk. "Biasa, trauma masa lalu. Masih terbawa sampai sekarang." gumam Haechan begitu pelan, sambil menoleh ke arah Jeno yang malah menyalakan telivisi dalam kamarku.

"Trauma apa? Pada tantemu? Jika kau ingin, kau boleh bercerita padaku." ucapku yang perlahan tapi pasti Haechan tuntun memeluk tubuhnya yang berkeringat. Aku yang tak enak menolak pun menuruti saja, beruntung tubuh lelaki itu tak begitu bau seperti tubuh lelaki kebanyakan. "Aku sebenarnya tak ingin menceritakan perihal ini pada siapapun, termasuk teman-temanku." bisik Haechan seolah tak ingin Jeno mendengar pembicaraan kami. Namun, sepertinya Jeno begitu fokus menonton sambil menikmati vapenya di depan sana.

"Jika kau belum siap untuk cerita, tak apa." aku berikan senyuman manis pada Haechan, seolah menghormati keputusannya. Namun lelaki itu malah menggelengkan kepalanya, "Pertama kali aku berhubungan badan saat aku masih berusia 12 tahun. Saat itu, aku sedang menonton televisi, di rumah hanya ada tante yaitu adik dari ibuku yang paling kecil dan aku saja di rumah. Aku awalnya menolak, tapi tanteku terus memaksa dan kegiatan itu terjadi berulang kali." jujur Haechan dengan berbisik di telingaku.

"Tanteku itu memang masih muda saat itu, sekitar umur 25 tahunan." tambah Haechan sebelum ia tarik napas dalam dengan tubuh yang mulai bergetar tak karuan. Aku yang sadar atas perubahan emosi lelaki itu pun berusaha terus menangkannya. "Dia terus memaksaku melakukannya, hampir setiap saat ketika ibu dan bapakku tak ada di rumah. Aku terus diracuni hal-hal berbau porno yang membuatku tak bisa mengendalikan diriku sendiri sampai sekarang. Entah mengapa setiap aku tidur, aku terus terbayangkan kejadian itu setiap malamnya." jelas Haechan akhirnya membongkar satu per satu tanda tanya yang terlintas dalam benakku. Tentang mengapa ia sama sekali tak bisa menahan nafsunya, tentang mengapa lelaki itu bertingkah menyimpang seperti ini dan lain sebagainya.

"Apa kau sudah berkonsultasi dengan psikiater atau psikolog? Siapa tahu dapat membantumu-" Belum selesai aku berbicara. Jeno hampiri kami berdua lalu memberikan, "Ini obat maag, kunyah! Setengah jam lagi baru makan!" yang ditujukan pada Haechan. Haechan ambil obat pemberian Jeno itu sebelum Jeno ulurkan tangannya padaku, "Ayo mandi, sekalian kita obati wajahmu lagi" berniat mengajakku bangkit dari kasur ini, sebelum Haechan menahan, "Nanti aja mandinya. Kami masih ingin bersama, nanti aku yang ngobatin Y/n deh!" pinta Haechan dengan sangat sampai menenggelamkan wajahnya di dadaku. Sementara Jeno malah berusaha melepaskan pelukan lelaki itu dariku, "Jangan, lu pikir gua ga tahu niat lu? Y/n belum pulih seutuhnya. Mending lu balik ke kamar dan minum obat itu!" ucap Jeno benar adanya. Jika aku tak diceritakan perihal trauma yang Haechan alami, mungkin aku juga akan berpikiran buruk seperti Jeno.

"No, jebal. Bentar aja aku mau menikmati pagi bersama Y/n!" pinta Haechan ternyata tak gentar ingin mempertahankan pelukan kami. Disaat Jeno tengah berusaha melepaskan pelukan Haechan dengan meremas lengan Haechan erat. Tak sengaja luka di wajahku terkena jemari Jeno yang membuatku refleks berteriak kencang. "Aw!" memancing kedua orang ini akhirnya berhenti memaksa dan beralih menaruh perhatian padaku.

"Sakit.." lirihku tanpa sadar mengeluarkan air mata saking sakitnya luka yang terkena jari Jeno tersebut. "Maaf!" itu Jeno yang meminta maaf, sementara Haechan bertanya, "Kenapa sayang?" sungguh, aku suka mendapatkan banyak perhatian apalagi perhatian lelaki tampan seperti mereka. Jangan lupakan niatmu yang ingin membuat mereka jatuh padamu, Y/n. Kau pasti bisa!

TBC

KOMEN YANG BANYAK BIAR AKU SEMANGAT LANJUTINNYA

DERIUMWhere stories live. Discover now