Dibawah Payung (Kita)

50 4 0
                                    

Thank U buat kalian yang udah mampir.
Hope you enjoy reading^^

Hujan masih lebat ketika aku membuka pintu. Aku lupa membawa payung karena terburu-buru ketika berangkat dari rumah tadi. Tidak ada yang mengingatkanku karena akulah yang terakhir keluar. Seongho sudah berangkat ke akademi segera setelah dia menghabiskan sarapannya. Sedangkan kakaknya entahlah aku tidak melihatnya sejak pagi. Dia juga tidak ikut sarapan. Ketika ku tanya justru jawaban menyebalkan yang ku dapat.

"Sepertinya hubungan kalian sangat dekat sampai Nuna mengkhawatirkannya."

Entahlah, aku juga tidak tahu. Mungkin aku sudah terbiasa dengan keberadaan Seungbo. Karena setiap hari aku selalu melihatnya di rumah jadi terasa kekosongannya ketika aku tidak menemukannya.

Rutinitas pagi yang selalu ku temui adalah Seungbo yang menjemur pakaian di balkon ketika aku mulai menyiapkan sarapan. Dan kemudian Seongho akan bergabung paling terakhir karena terlambat bangun.

"Bisakah kau bangun lebih pagi?"

"Aku tidur subuh."

"Dan tidak bisakah kamu tidur selayaknya manusia normal?"

"Lalu bagaimana dengan masterpiece ku?"

"Tapi bukan berarti kamu harus berubah jadi nocturnal kan?"

"Ah sudahlah aku lelah."

Setelah menghabiskan susu dia meninggalkan meja sembari menenteng tas punggungnya tanpa semangat. Dia menyeret kakinya paksa menuju pintu dan kemudian keluar setelah mengatakan 'aku akan kembali' padaku.

Aku baru saja keluar kamar mandi ketika ponselku berbunyi. Salah satu rekan kerjaku menelfon mengabarkan kalau ketua tim meminta berkumpul setengah jam lagi.

Mungkin terdengar masih cukup waktu tapi tidak untukku. Aku masih belum mendandadi diriku dengan segala macam jenis alat tempurku. Makeup, outfit, hair style, dan lain sebagainya. Meskipun aku selalu mempersiapkan pouch makeup didalam tas bukan berarti aku benar-benar berangkat dengan bare face kan?

Dan akhirnya aku keluar rumah sambil memakai sepatu yang belum terpasang sempurna dengan rambutku yang setengah basah. Lupakan hair style, aku bahkan lupa menyentuh hair dryer.

"Persetan kau kepala tim." Umpatku sambil berlari.

Akibat kerusuhan tadi pagi disinilah aku. Di depan gedung menunggu hujan reda bagai orang buangan. Aku masih terlalu sayang pada tubuhku kalau harus nekat menerobos hujan seperti kebanyakan rekan kerjaku yang lain. Aku bukan tipe orang yang mudah terserang flu hanya karena hujan tapi aku terlalu malas memakai baju basah.

Aku tidak bisa memanggil taksi dari sini. Halte terdekat berjarak tujuh menit dengan jalan kaki. Meskipun hanya tujuh menit tapi hujan deras pasti sukses mengguyur basah. Menahan air hujan menggunakan tas di atas kepala? Tentu saja aku akan langsung menolaknya. Akan tidak cukup bodoh untuk menggadaikan laptop kesayanganku hanya agar bisa pulang cepat.

Dalam pekerjaanku laptopku adalah duniaku. Terlalu banyak berkas penting di dalamnya. Flashdisk? Terlalu merepotkan kalau harus sering memindahkan data dari laptop ke benda kecil itu.

Ya aku tahu pekerjaanku memang terlalu merepotkan. Terlalu banyak drama. Tapi tenang saja tidak setiap hari aku harus menggotong layar datar itu dalam tas ku. Hanya karena hari ini aku belum sempat memindahkan file rapat dalam flashdisk jadi terpaksa aku membawanya. Tadi pagi terlalu kacau.

"O?"

Mulutku melongo ketika mataku menangkap sesosok pria tidak asing berjalan mendekat. Aku mengenalnya. Dialah tokoh utama dalam obrolanku dengan Seongho ketika sarapan tadi pagi.

"Kenapa kamu disini?" Tanyaku segera setelah dia menangkupkan payung.

"Tentu saja menjemputmu."

Aku tidak bisa menahan senyum. Dia terlalu jujur.

"Hanya satu?"

Tanyaku lagi setelah kulihat dia tidak membawa payung selain yang dipakainya. Seungbo menatapku sebentar. Dalam matanya yang cerah kulihat dia ingin membalas perkataan ku. Tapi kemudian dia malah meminta tasku untuk di bawanya. Aku menolak. Tapi dia malah merebutnya.

"Di rumah hanya ada satu."

"A? Ada dua. Satunya milik Seongho."

"Aku tidak melihatnya."

"Dia membawanya kah? Kurasa tidak." Aku bergumam yang ternyata Seungbo menyimaknya.

"Sudahlah. Ayo pulang."

Seungbo menarik bahuku tiba-tiba. Aku yang tidak siap sama sekali menambah keterkejutan dengan kepalaku yang membentur dadanya. Memalukan. Seungbo bukannya mendorong bahuku dengan paksa tapi aku bertingkah seolah korban penculikan.

"Bisakah kamu sedikit menjauh?" Tanyaku canggung.

"Silahkan kalau ingin bahumu basah. Aku terlalu malas untuk berkorban."

"Malu."

"Tidak akan ada yang peduli."

Seungbo malah semakin menarik bahuku mendekat. Kemudian kami berdua berjalan beriringan. Kudekap tas ku erat sangat takut seolah setitik hujan saja bisa membuatnya rusak. Tadi aku berhasil kembali merebutnya dan setelah itu Seungbo membiarkanku membawanya.

"Kalau akhirnya aku sendiri yang bawa kenapa tapi sok mau membawakannya?"

Aku medumel tapi tidak di ladeni Seungbo. Entah dia mendengarnya atau tidak.

"Kita mampir ke mini market sebentar."

"Kenapa."

"Aku mau beli payung terlalu memalukan harus berbagi payung denganmu."

"Kamu tidak nyaman denganku?" Tanyanya.

Meskipun aku tidak bisa melihat wajahnya aku cukup yakin dia memasang wajah tak berdosa sekarang.

"Tentu saja aku tidak nyaman. Apa hubungan kita?"

"Kita? Kamu dan aku sudah menjadi kita?"

Perkataan Seungbo menohok. Benar. Sejak kapan antara aku dan Seungbo menjadi kita? Ah masa bodoh aku terlalu malu untuk memikirkan kecerobohan ku memilih kata-kata. Seperti yang pernah kubilang Seungbo tidak banyak bicara tapi setiap kali membuka mulut dia akan mematahkan argumen lawan bicaranya.

"Baiklah aku akan diam. Aku tidak akan membuatmu lebih malu lagi."

Memang benar mulutnya diam tapi tangannya tambah erat memeluk bahuku.

Kuharap kalian suka ceritanya.
Kalau suka boleh dong minta bantu dukungan votenya.
Yang mau komen juga silahkan sebisa mungkin bakal aku jawab^^
Love ya.
See ya😘

I love You, I'm SorryDonde viven las historias. Descúbrelo ahora