Dianterin

61 4 0
                                    

Thank U buat kalian yang udah mampir.
Hope you enjoy reading^^



"Morning Nuna."

Ini pemandangan yang aneh. Ketika membuka mata kutemukan sosok Seongho berada dibalik dapur dengan celemek menggantung di lehernya. Wajahnya terlihat segar. Sama sekali tidak ada raut lelah seperti yang kulihat setiap pagi.

Tunggu. Seongho? Dan sekelilingku. Kenapa aku disini. Dan kenapa Seongho disana.

"Ini.."

"Semalam Nuna ketiduran disitu. Sebenarnya manusia itu mau memindahkan Nuna ke kamar untung saja cepat ku cegah kalau tidak Nuna pasti kesurupan. Sangat tidak baik kesurupan di pagi hari."

Aku tahu siapa yang dia sebut 'manusia itu'. Sudah pasti Hyungnya, Seungbo. Aku penasaran kapan kira-kira Seongho mau memanggilnya Hyung lagi. Sepertinya aku perlu mengadakan syukuran kalau sampai itu terjadi.

"A, selimut itu bukan aku. Nuna tahu kan aku ke-kanak-an bukan ke-pacar-an."

Seongho bahkan mengeja kata antara kanak dan pacar dengan di tekan.

"Dimana Hyungmu."

"Nuna." Seongho menatapku horor. "Apakah itu yang kau tanyakan pertama kali setelah bangun tidur?"

"Aku mau bilang makasih."

"Alasan."

"Ponselku?"

Kebisaanku ketika bangun tidur. Mengecek ponselku. Aku tidak melihatnya di meja. Apakah ku tinggal di kamar?

"Mana ku tahu. Tadi malam Nuna selesai mandi terus menjambret headphone ku dan kemudian ketiduran."

Terimakasih kepada Seongho yang menjelaskan kebodohanku tadi malam. Cepat-cepat kusingkirkan selimut yang masih menggelung badanku. Menanggalkannya dan berlari menuju kamar. Dibelakang Seongho berteriak memarahiku karena tidak melipat selimut.

"Habislah aku."

"Seongho! Aku telat. Bisa tolong bereskan ini?"

Pintu kamar mandi yang ku tutup dengan terburu-buru terdengar seolah aku membantingnya. Padahal sama sekali tidak. Aku tidak marah. Hanya terlambat bangun dan menghancurkan rencana berangkat lebih pagi satu jam yang sudah ku atur dari kemarin.

Ketua tim si perfeksionis itu selalu berangkat lebih pagi dari siapapun. Saking paginya dia sudah menjadi teman baik pak satpam. Kami menjulukinya sebagai 'calon satpam' untuk mengoloknya. Mungkin dia juga sudah tahu tentang itu tapi dia tidak pernah mengungkitnya. Di matanya tidak ada hal lain yang lebih penting dari menyiksa anggota timnya. Itu menurutku.

Masih didalam kamar mandi aku menambal mukaku dengan bedak yang tadi kuambil dari kamar. Memakai baju zirah perangku disana. Bahkan aku juga membawa ponselku kesana. Aku lupa saking terkejutnya setelah melihat jam yang tertera di layarnya.

"Seongho aku berangkat dulu ya."

Segera setelah aku membuka pintu kamar mandi kuhampiri Seongho yang masih sibuk dengan acara memasaknya. Menyeruput susu yang ada di meja. Aku tidak tahu itu di siapkan untuk siapa atau siapa yang menyiapkannya.

"Sarapannya?"

Masih dengan tangannya yang sibuk Seongho bertanya padaku. Dia menengokku sebentar yang hanya sepersekian detik.

"Ini. Makasih ya."

Setelah menyahut roti di piring lalu menggigitnya aku berjalan cepat menghampiri sepatu, memakainya asal, dan membuka pintu keluar rumah. Tepat ketika aku hendak menutup pintu kudengar seseorang memanggil namaku. Karena penasaran terpaksa kutahan pintu yang sebentar lagi sudah terkunci otomatis itu.

"Biar ku antarkan."

Seungbo. Seseorang yang ku cari segera setelahku bangun tidur tadi berlarian kecil menyusul ku. Di tangannya sebuah jaket yang diambilnya asal dari kursi makan belum sempat dia pakai. Pasti milik Seongho. Aku menebak saat ini pasti Seongho menatap Hyungnya itu dengan tatapan yang kalau aku melihatnya pasti sudah kuhadiahi dengan pukulan cantik ke kepalanya. Sayangnya aku sudah di luar rumah dan tidak melihatnya.

"Aku bisa berangkat sendiri." Tolakku halus. Aku tidak ingin merepotkan.

"Tidak apa-apa. Sekalian aku berangkat juga."

Seperti sebelumnya, kali ini Seungbo juga mengeyel.

"Aku bisa naik bus."

"Nuna! Bedakmu belum rata!"

Teriakan Seongho yang keras membuatku sedikit terkejut. Bagaimana tidak setelah sebelumnya yang ku dengar suara Seungbo yang halus tiba tiba Seongho menerobos dengan suara cemprengnya yang menyebalkan. Ditambah lagi dia yang sengaja melakukannya untuk menggodaku.

"Meskipun terburu-buru aku masih sempat merapikannya tahu!." Balasku tak kalah menyebalkan.

Kalau bukan karena Seungbo yang menahan tanganku sudah pasti aku akan berlari masuk kemudian memukul kepalanya sampai aku puas. Seungbo menarik tanganku memaksa mengikuti langkah kakinya menjauh dari rumah.

"Katamu terburu-buru. Kenapa masih mempedulikannya."

"Tapi dia-"

"Biar aku yang memukulnya nanti. Kau berangkat saja."

Aku tahu dia bercanda tapi aku tertawa. Seungbo mengatakan itu dengan nada datar yang justru membuatnya tambah lucu. Dia pasti sudah lelah menghadapi kelakuan adik laki-laki satu-satunya itu.

"Ey.. kalau kamu yang memukulnya pasti dia akan membalas."

Ini memang kenyataan. Meskipun Seongho selalu diam saja ketika ku tindas dia akan membalas ketika Seungbo melakukan hal yang sama. Bahkan satu kata dari Seungbo bisa memicu adu mulut sampai mereka kelelahan bicara.

Aku tidak pernah bertanya kenapa tapi kalau melihat dari gerak geriknya sepertinya Seongho tipe pria yang sangat menghargai wanita. Aku jadi penasaran dengan perempuan yang akan menjadi pacarnya. Siapapun dia pasti sangat beruntung asalkan dia bisa tahan dengan teriakan Seongho yang membahana.

"Tentang Seongho, dia punya pacar kan?!"

Aku tidak bisa menahan rasa penasaran. Pertanyaan itu meluncur begitu saja tanpa kupikirkan untuk mengatakan atau tidak. Seungbo menatapku. Sepertinya ingin memastikan kalau telinganya tidak salah mendengar.

"Dia punya kan?!"

Ini lebih seperti doktrin pada diriku sendiri. Karena Seungbo yang terus diam membuat suasana mendadak canggung.

"Dia pernah menyukai seseorang. Dulu. Sebelum tragedi itu."

Seungbo diam. Aku juga diam. Meskipun dalam pikiranku ada banyak pertanyaan tapi aku memilih diam. Kalau sudah menyangkut tentang kejadian dua tahun lalu pasti ada banyak cerita di baliknya. Dan juga adalah kepahitan yang tidak akan pernah bisa dilupakan oleh mereka berdua.

"Sepertinya sekarang dia sudah melupakannya. Melihatnya yang selalu berkutat dengan laptop membuatku yakin dia tidak benar-benar melepaskannya tapi dia juga tidak ingin mendapatkannya."

"Padahal kupikir dia sudah sedikit bisa memaafkan dirinya sendiri."

"Karena itu aku sangat berterima kasih padamu yang bisa membuatnya merasa nyaman. Dia bahkan lebih nyaman bersamamu daripada denganku. Dasar bocah tengil itu pilih kasih."

Seungbo tertawa. Sebuah tawa hambar yang di paksakan.


Kuharap kalian suka ceritanya.
Kalau suka boleh dong minta bantu dukungan votenya.
Yang mau komen juga silahkan sebisa mungkin bakal aku jawab^^
Love ya.
See ya😘

I love You, I'm SorryWhere stories live. Discover now