Pembuktian = Cinta?

27 2 0
                                    

Thank U buat kalian yang udah mampir.
Hope you enjoy reading^^

"Bangunlah. Kumohon. Jangan seperti ini. Kau menakutiku."

"Aku minta maaf. Ini salahku. Harusnya aku tidak melakukan itu padamu."

Suara itu. Aku mengenalnya. Suara Seungbo. Aku tidak mungkin salah. Suaranya terdengar sangat pilu. Dia menangis? Kenapa? Karenaku? Aku menolak itu. Kenapa dia harus menangis karenaku? Memangnya apa yang sudah terjadi padaku?

"Seungbo."

Silau. Cahaya lampu yang terlalu silau memaksaku untuk menemui pemandangan gelap. Perlahan kupaksakan mataku terbuka. Masih sama. Silau. Aku tidak peduli. Aku ingin melihat apa yang sedang terjadi. Memastikan kalau bukan halusinasi yang kudengar.

"Kau sudah bangun?"

Aku bisa membuka mataku. Buram. Aku dimana? Aku tidak tahu apa yang sedang kulihat. Langit-langit kamarku bukan seperti ini.

"Syukurlah. Akhirnya kau membuka matamu."

Suara Seungbo. Aku ingin mencarinya. Kenapa leherku sangat kaku? Aku tahu Seungbo ada disini. Dia di sampingku. Dia nyata. Aku tidak sedang berhalusinasi. Kutopang badanku berusaha menegakkan punggungku. Seungbo yang melihatku dengan sigap membantuku. Yang langsung kukalungkan lenganku pada lehernya. Aku memeluknya. Aku terlalu merindukannya. Tangisku pecah dalam pelukannya. Aku tahu dia membalas pelukanku. Tangannya yang melingkari punggungku membuatku yakin kalau dia juga merasakan apa yang sedang kurasakan.

"Maafkan aku. Aku merindukanmu."

Tangisanku terlalu pilu. Aku tidak bisa menghentikannya. Seolah semua rasa yang telah kupendam selama ini tumpah begitu saja. Aku tidak peduli dengan apa yang sedang terjadi. Aku tidak penasaran dengan kenyataan. Aku hanya ingin terus memeluk Seungbo seperti ini. Mencium aroma harum tubuhnya yang selalu kurindukan. Juga menikmati rengkuhannya yang membuatku tenang.

"Tidak apa-apa. Tidak apa-apa. Semua sudah berlalu. Kau baik-baik saja sekarang."

"Maafkan aku."

Air mataku masih terus mengalir. Isakan tangisku juga tak kunjung berhenti. Seungbo memeluk punggungku semakin erat. Serta tangannya yang mengusap kepalaku lembut. Aku merindukan setiap sentuhan itu. Aku hanya ingin terus seperti ini. Siapapun yang memaksaku untuk melepaskan pelukan ini aku tidak akan memaafkannya. Aku terlalu merindukan pria ini. Pria yang dengan mudahnya pernah melamarku tanpa menyodorkan cincin ataupun bunga.

"Tidak apa-apa. Tidak apa-apa. Aku ada disini. Tidak perlu takut."

"Maafkan aku. Aku merindukanmu."

Tenang. Semua terasa ringan. Seolah semua beban yang mengganjal telah terurai sepenuhnya. Aku masih bisa mencium aroma harum Seungbo. Aku juga bisa merasakan usapan tangannya yang halus di kepalaku. Hanya saja ini terlalu ringan untukku bisa terus memeluknya. Tanganku terjatuh. Begitupula dengan kepalaku yang menggunakan bahunya sebagai bantal.

Satu kalimat terakhir yang sempat kudengar sebelum semuanya menghilang.

"Aku juga merindukanmu."

Itu suara Seungbo.

_______

Seungbo menceritakan apa yang telah terjadi. Dia berkata kalau aku sudah tidur selama hampir dua hari. Yang ketika kutanya alasannya dia menghindar menjawab. Dia mendapat panggilan dari seorang kenalannya yang juga bekerja di rumah sakit kalau aku pingsan. Malam itu aku datang ke rumah sakit. Seorang diri. Dan hanya duduk diam di ruang tunggu sampai kemudian ada yang melihatku terjatuh.

Sekarang aku ingat kenapa aku bisa sampai di Rumah Sakit. Aku berencana melakukan tes karena kurasa aku sudah sangat kesakitan setiap kali perutku mengalami kram. Bahkan tak jarang aku menemukan diriku terbangun dari pingsan setiap kali aku tidak kuat menahan sakitnya. Tapi ternyata nyaliku tidak cukup besar untuk melangkahkan kaki lebih jauh dari ruang tunggu. Aku sempat mendaftar tapi tidak yakin mendengar namaku di panggil.

I love You, I'm SorryDonde viven las historias. Descúbrelo ahora