Begadang

56 4 0
                                    

Thank U buat kalian yang udah mampir.
Hope you enjoy reading^^


Ketika aku keluar dari kamar mandi kutemui Seongho di depan televisi sibuk dengan komputer tipisnya. Telinganya di sumbat dengan headphone. Kepalanya mengangguk ringan mendengarkan suara mengalun yang hanya bisa di dengarnya. Jemarinya juga mengetuk meja pelan menirukan alunan musik yang tidak  ku dengar.

"Belum tidur?" Tanyaku.

Diam. Tidak ada jawaban. Sepertinya dia tidak mendengar suaraku. Sepintas pikiran jailku terpintas. Sambil menyembunyikan seringai ku hampiri dia. Tidak ada respon. Seongho bahkan tidak menyadari kehadiranku. Sepertinya ini akan menarik.

"Ngapain!?"

Aku menyapanya. Tidak dengan suara lembut seperti wanita lemah lembut dambaan pria dalam drama roman. Melainkan dengan pukulan tangan yg mendarat di atas kepalanya sampai membunyikan suara 'plak' menyakitkan.

"YA!"

Dengan berteriak antara marah dan kaget Seongho mendongak menatap pelaku kekerasan padanya. Setelah menemukan wajahku yang tertawa dia mengganti tatapan matanya yang sebelumnya ingin membalas dendam menjadi pertanyaan.

"Nuna?"

"Kau kira siapa? Hyungmu?"

Aku tidak tahu kenapa dia terkejut melihatku. Sudah pasti Seungbo tidak akan mungkin menggeplaknya tanpa bocah itu yang memulai. Apakah mungkin hubungan mereka berdua sudah semakin membaik? Syukurlah kalau memang seperti itu.

"Apaan sih. Nggak lah. Kukira hantu tadi."

"Hantu? Mana ada hantu. Yang ada hantu yang takut sama kamu."

Aku menyusul duduk disampingnya. Sengaja membenturkan bahu dengan lebih dramatis. Sementara ku dengar dia mendecakkan lidahnya sebal. Dengan terpaksa dia menggeser posisi duduknya yang telah nyaman sedikit menjauh dariku.

"Aku ingin lihat."

Seongho hendak menggeser laptopnya yang cepat ku cegah. Dia menatapku bertanya dan hanya kujawab dengan senyuman.

"Tidak biasanya ." Seongho memicingkan mata menatapku.

"Biar ku temani kau mengerjakan musikmu."

"Tidak perlu, terimakasih."

"Eh?"

Seongho menolakku? Karena biasanya aku yang selalu menolaknya ketika mendapati tolakan ternyata sakit hati juga rasanya. Tapi kenapa bocah itu berlagak sok keren padahal biasanya merengek persis bocah umur lima tahun.

"Nuna pergi sana. Sudah malam besok harus kerja kan?"

"Hmm." Jawabku singkat.

Seongho benar besok aku harus berangkat kerja. Kalau perlu aku akan berangkat subuh supaya tidak harus berpapasan dengan ketua tim ketika di dalam lift. Meskipun sudah pasti aku akan bertemu dengannya ketika di ruang kerja tetapi beda cerita dengan di dalam lift. Aura dingin yang di timbulkan bisa berkali lipat lebih mematikan.

Tentu saja karena perkara tadi pagi. Ketua tim adalah tipe orang paling menyebalkan melebihi dua manusia parasit didalam rumah. Setelah tadi pagi dia memanggilku ke meja kerjanya dan memarahiku habis-habisan dia tidak akan semudah itu melepaskan ku.

Entah apa yang akan dia buat alasan supaya bisa memarahiku lagi, yang pasti ini tidak akan berhenti setidaknya sampai seminggu kedepan. Kalau semisal dia nanti mati dan menjadi roh gentayangan dia pasti menjadi hantu pendendam.

"Sebentar saja. Aku ingin melihatmu bekerja."

"Cih padahal biasanya Nuna selalu mengomeli ku yang seperti ini."

Tanpa persetujuannya kurebut paksa headphone dari kepalanya. Memakainya dan menekan tombol play mendengarkan alunan lagu yang belum pernah ku dengar sebelumnya.

Aku bisa mendengar suara Seongho yang mendumel karena kelakuanku. Tapi meskipun begitu dia tidak akan berani merebut kembali headphonenya seperti yang tadi kulakukan. Dia memang selalu seperti itu. Apapun barang itu kalau sudah melekat pada tubuhku dia tidak akan berani mengambilnya. Berbeda cerita kalau aku masih memegangnya saja.

Alunan lagu yang kini kudengar terasa sangat ringan seolah menghadirkan nuansa musim panas yang bersemangat. Menurutku ini sudah sangat sempurna hanya perlu menambahkan lirik yang tepat untuk membuatnya tambah menyenangkan. Tapi ketika kulihat Seongho yang masih sibuk mencoret buku dengan sangat bersemangat sepertinya dia akan mengacak-acak tatanannya.

Entah bagian mana yang membuatnya belum puas. Bisa ku pastikan setelah ini aku tidak akan bisa menemukan alunan lagu yang sama persis lagi. Entah akan menjadi seperti apa hasil akhirnya nanti. Haruskah aku memintanya untuk mengirimkan file ini padaku?

"Lagunya bagus." Gumamku.

_______

"Hyung bisa tolong ambilkan ponselku?"

"Dia kenapa."

"Mabuk."

"Kau-"

"Tidur tidur tidur."

"Biar ku pindahkan-"

"Jangan!"

"Nuna akan mengamuk kalau kau masuk kamarnya."

"Kenapa."

"Mana ku tahu. Nuna sudah seperti itu sejak dulu."

"Tunggu sebentar. Akan ku ambilkan selimut."

Kudengar suara seseorang berbicara dengan nada berbisik. Aku tidak yakin sebenarnya. Ini mimpi atau bukan. Tubuhku yang terasa sangat ringan mengatakan kalau ini mimpi. Tapi di lain sisi otakku meyakini kalau ini nyata. Aku tidak tahu mana yang benar karena mataku yang masih saja terpejam. Aku tidak bisa membukanya. Ini seperti mimpi tapi juga terasa nyata. Lucid dream? Vivid dream? Entahlah.

Tak lama kemudian kurasakan tubuhku terangkat. Seperti melayang. Aku baru tau kalau aku bisa mewujudkan mimpiku ketika kecil dulu melalui mimpi. Terbang. Aku tertawa. Ini menyenangkan. Tapi sayangnya itu tidak lama. Tubuhku mendarat secepat aku terbang. Meninggalkan kekecewaan. Aku masih ingin terbang.

"Sweet dream."

Siapa itu? Aku mendengar suara tanpa rupa. Tapi, sebentar. Sweet.. dream?? Jadi ini benar-benar mimpi?


Kuharap kalian suka ceritanya.
Kalau suka boleh dong minta bantu dukungan votenya.
Yang mau komen juga silahkan sebisa mungkin bakal aku jawab^^
Love ya.
See ya😘

I love You, I'm SorryWhere stories live. Discover now