Sakit

53 4 0
                                    

Thank U buat kalian yang udah mampir.
Hope you enjoy reading^^

Suara alarm dari ponselku membuat mimpiku yang indah terputus. Lebih menyebalkan lagi aku langsung lupa mimpi apa yang membuatku sangat ingin mengumpati dering ponselku segera setelah aku bangun. Terbangun dari tidur dengan cara terkejut membuat kepalaku pusing.

"Akhh."

Bukan. Ini bukan karena sakit kepala. Melainkan dari perutku. Kutarik kakiku kedepan dada. Berharap sedikit bisa mengurangi sakit perut yang kini terasa semakin menyiksa. Sakit. Tidak cukup dengan kaki yang tertekuk, kutekan perutku menggunakan tangan. Sama saja. Tidak ada perubahan.

Kugapai ponselku. Mematikan alarm cepat. Kemudian menekan nomor Bitna. Aku hanya berharap semoga ketua tim yang perfeksionis itu mau berbaik hati memberikan cuti sehari saja padaku. Tidak biasanya perutku sesakit ini.

'Kau berangkat sekarang atau kupotong bonus bulanan mu.'

Suara ketua tim yang kudengar di seberang. Ternyata ketika aku menelfon Bitna tadi ketua tim sedang ada di sampingnya dan dia langsung meminta ponsel hanya untuk memarahiku.

Setelah itu kudengar suara rekan kerjaku meminta maaf karena tidak sengaja membuatku terkena marah. Sebenarnya aku marah, mungkin karena menahan rasa sakit membuat emosiku meningkat. Kuhela nafas panjang. Aku tidak mungkin memarahinya lagipula bukan salahnya. Salahku karena memintanya untuk mengizinkanku cuti padahal baru beberapa hari yang lalu aku libur.

"Baiklah aku akan berangkat." Kataku sebelum memutus sambungan telfon.

Masih dengan tangan menekan perut aku berjalan ke dapur. Mencari air untukku menelan obat penahan nyeri perut. Rumah masih sepi, sepertinya Seongho masih tidur. Aku tidak melihat Seungbo di balkon entah ada di mana dia aku tidak penasaran. Rasa sakit di perutku lebih menyita perhatian daripada sosok Seungbo.

"Kamu sakit?"

Suara Seungbo. Dia muncul dari balik kamar mandi. Tidak ada keranjang cuci baju yang biasa menggantung di tangannya ketika pagi. Aku tersenyum sekilas. Meskipun aku mengatakan tidak dia tidak akan percaya. Diam adalah pilihan yang paling tepat.

"Sudah minum obat?"

Seungbo berjalan mendekat. Tatapan matanya terlihat khawatir. Sebentar, dia, mengkhawatirkan ku?

"Sudah. Barusan."

Aku tidak bisa berpura-pura baik-baik saja. Nyatanya nyeri di perutku tidak kunjung reda. Sepertinya obatnya belum bereaksi. Senyum samarku sepenuhnya menghilang.

"Perlu ku antar ke dokter? Sebentar-"

"Tidak usah." Potongku cepat.

"Aku sudah minum obat sebentar lagi pasti sembuh. Lagipula ini hanya kram biasa kok." Kataku sambil memaksakan senyum hambar.

"Kram?" Seungbo menatapku tidak mengerti.

"Reaksi datang bulan."

"Tapi ini tidak bahaya kan?" Tanyanya masih belum percaya.

"Ini hal yang wajar Seungbo."

Aku tahu dia tidak memiliki saudara perempuan tapi bukankah terlalu keterlaluan kalau sampai tidak mengetahui perihal kram datang bulan? Tentu saja aku faham kalau seumpama dia tidak terlalu mengerti tapi bukankah dia pernah punya kekasih yang setidaknya sekali saja pernah mengalaminya?

Tak tau lah. Fikiranku tidak bisa ku kendalikan hanya karena menahan sakit.

"Aku naik dulu ketua tim akan memotong bonus bulanan ku kalau aku tidak cepat datang."

"Kamu masih mau bekerja? Sakit seperti ini?"

"Sudah ku bilang ini hal wajar bukan? Lagipula aku juga sudah minum obat tadi tinggal menunggu reaksinya saja."

Padahal sebenarnya ini tidak wajar sama sekali. Obat yang sudah ku telan lebih dari sepuluh menit yang lalu tidak juga berefek. Tidak mengurangi rasa sakit sedikitpun. Apakah aku perlu menelan beberapa butir lagi? Tidak. Aku terlalu takut overdosis.

Tubuhku memang tahan banting terhadap air hujan tapi itu tidak berlaku pada obat kimia. Pernah sekali aku harus masuk rumah sakit hanya karena menelan dua butir pil yang seharusnya aku membutuhkan satu saja.

"Kalau begitu biar aku mengantarkanmu."

"Aku benar-benar tidak apa-apa dan kamu juga tidak perlu mencemaskannya."

"Tapi-" Seungbo masih belum menyerah.

"Seungbo, aku sedang tidak ingin berdebat jadi kumohon bisakah kamu tidak mengatakan apapun lagi? Maaf."

Kutinggalkan Seungbo yang masih diam menatap punggungku yang semakin menjauh. Dia tidak berusaha menahanku lagi. Entah apa yang sedang di pikirkannya aku tidak tahu. Dalam fikiranku yang semakin kacau karena kram perutku tidak kunjung reda, aku hanya memikirkan bagaimana caraku menghadapi ketua tim nanti. Dia pasti akan mencecarku habis habisan setelah ini.

Kuharap kalian suka ceritanya.
Kalau suka boleh dong minta bantu dukungan votenya.
Yang mau komen juga silahkan sebisa mungkin bakal aku jawab^_^
Love ya.
See ya😘

I love You, I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang