Kepikiran

70 3 0
                                    

Thank U buat kalian yang udah mampir.
Hope you enjoy reading^^



Karena Seungbo aku tidak bisa tidak memikirkannya. Terlalu banyak hal yang harusnya mudah kulakukan menjadi serba salah. Tidak ada yang benar. Otakku terus memikirkan sikap aneh Seungbo di depan rumah tadi. Meskipun sudah berulang kali aku mengingatkan diriku untuk jangan memikirkannya tetap saja aku masih memikirkannya lagi. Seungbo sudah memenuhi otakku.

Bahkan ketika ketua tim memarahiku karena selalu teledor tidak ku pedulikan. Suaranya yang bahkan bisa terdengar oleh seisi ruangan hanya bagai angin lalu. Setiap kali kata itu masuk telingaku akan langsung keluar lagi. Diantara sekian panjang bentakan ketua tim hanya ada satu kata yang tertinggal dalam telingaku.

Gila.

Benar. Kurasa aku memang sudah gila. Otakku yang terus memutar wajah sedih Seungbo memunculkan ingatan tadi malam. Semuanya di mulai sejak saat itu bukan?
Seungbo yang melanggar larangan ku untuk memasuki kamarku. Dia yang langsung menggendongku tanpa berusaha memapahku terlebih dahulu. Sikapnya yang berlebihan padahal aku hanya kram datang bulan. Dia juga melebih-lebihkan mengatakan kalau aku pingsan yang aku yakin aku hanya tertidur.

Dan lagi.. pernyataan cintanya yang emosional. Dia berkata dia menyukaiku. Benarkah dia menyukaiku? Kalau benar dia menyukaiku pasti ada alasannya kan? Tapi apa? Dia bahkan belum terlalu lama mengenalku. Hanya karena aku selalu menjaga Seongho selama dua tahun terakhir tidak akan menjadi penyebabnya kan?

"Aku tahu kau juga menyukaiku."

Kalimat terakhir yang kudengar sebelum meninggalkan rumah. Aku menyukainya? Aku tertawa. Sangat lucu. Bagaimana dia bisa tahu kalau aku sendiri tidak tahu? Dan juga tingkahnya yang aneh tidak mungkin karena dia tahu 'aku menyukainya' kan? Dia lebih mirip seperti orang yang melihat kekasihnya mati di depan matanya.

"Kau tertawa? Di situasi seperti ini kau masih berani tertawa?"

Seolah di guyur air es sebaskom aku mendadak tersadar. Di depanku ketua tim memandangku nyalang. Kalau bukan karena takut hukum sepertinya dia akan benar-benar membunuhku. Sementara rekan kerjaku yang lain mencuri pandang dari bilik masing-masing.

"A. Maafkan saya."

Aku menunduk. Menghindari tatapan matanya. Dan juga menghindari kemungkinan amukan yang lebih besar kalau aku terus menatapnya.

"Kau! Kau benar-benar membuatku stres. Baiklah. Hari ini kau lembur. Jangan pulang kalau kerjaanmu belum selesai."

Setelah mengatakan itu ketua tim pergi. Rekan kerja yang tadinya melihatku cepat-cepat berlagak sibuk dengan entah apa yang ada di depan mereka. Sedang aku menghela nafas. Baru kali ini merasa harus berterimakasih pada ketua tim menjengkelkan itu. Kalau aku harus pulang dan menemui Seungbo dengan wajahnya yang linglung kurasa aku tidak akan sanggup. Harus lembur seperti ini sepertinya lebih baik.

"Terimakasih ketua tim!"

Aku berteriak yang membuat rekan kerjaku menatapku seolah ingin melemparkan semua tumpukan tugas mereka padaku.

_______

Sendirian berada di ruangan luas yang kosong pada malam hari terasa sedikit menakutkan. Aku memang mengharapkan ini tapi juga tidak mengharapkannya. Aku sedang tidak ingin pulang itu benar. Tapi bukan berarti aku harus sendirin pada tengah malam dengan suasana gelap karena hanya lampu di bilikku saja yang menyala. Semua rekan kerjaku sudah pulang. Meskipun lembur sudah hal yang biasa untukku tapi aku tidak pernah sendirian seperti ini. Selalu ada saja orang dari tim lain yang menemaniku.

Kulihat layar ponselku. Sudah hampir tengah malam. Aku tidak sempat menghitung berapa menit tepatnya. Otakku yang menolak bekerja sama membuat tugasku tidak kunjung selesai. Tumpukan kertas di samping laptop tidak kunjung berkurang.

I love You, I'm SorryWhere stories live. Discover now