You'll be Mine

18 2 0
                                    

Thank U buat kalian yang udah mampir.
Hope you enjoy reading^^

"Kau menyukainya?"

"Hmm. Cantik tapi terlalu besar."

Seungbo. Pria yang tadi menyematkan cincin pada jari manis ku itu melangkahkan kakinya menyongsongku. Setelah mengenyakkan badannya pada sandaran kursi panjang yang sedang kududuki dia menengadahkan kepala menatap langit-langit. Dia tidak sedang tersenyum tapi wajah cerahnya membuatku tak bisa berhenti menatapinya.

"Ah aku tidak tahu kalau kau tidak terlalu menyukainya. Maaf."

"Kenapa minta maaf? Kau melakukan kesalahan?"

Aku yang sedari tadi mengamati bunga mawar yang ditata rapi dalam genggamanku teralihkan. Di sampingku Seungbo masih menengadah sama seperti tadi. Dia tidak sedang menyesal seperti kalimat yang dia ucapkan.

"Sepertinya."

Hmm? Seungbo mulai bertingkah aneh. Tingkahnya tidak sejalan dengan ucapannya.

"Seungbo lihat aku."

Pria yang kini telah menjadi suamiku itu memutar kepalanya. Matanya menatapku teduh. Lebih lembut dari sebelum-sebelumnya. Perlahan senyumnya tertarik. Setidaknya dari senyum itulah aku tahu dia sedang memikirkan banyak hal. Tentang apa saja itu yang pasti aku tidak tahu.

"Kau sedang memikirkan sesuatu?"

Mendengar pertanyaanku dia malah semakin melebarkan senyumnya. Tangannya mengelus kepalaku lembut. Tidak cukup dengan kepala saja dia juga memutar badannya menghadapku. Sementara tangan kirinya mengusap rambutku, tangan kanannya telah berhasil mengetuk hidungku dengan jari telunjuknya. Mengagetkanku. Dia tidak--belum pernah melakukan hal ini sebelumnya.

"Dan apa yang sedang kau pikirkan?"

Seungbo mengembalikan pertanyaan. Apa yang sedang kupikirkan? Tentu saja aku sedang memikirkan seorang pria didepanku ini. Dia menjadi semakin sulit di tebak akhir-akhir ini. Terlalu penuh rahasia. Dia masih saja menyembunyikan masalahnya dariku. Ketika ku tanya dia hanya akan menjawab satu kalimat yang rasanya sudah sangat kuhafal. Tidak apa-apa. Dan aku yang terlalu takut pertanyaan ku menjadi bumerang hanya bisa diam.

"Tidak ada. Aku hanya mengingat bagaimana kita bertemu dahulu."

Waktu itu Seungbo terlihat seperti anak anjing yang tersesat. Basah kuyup kedinginan dan berantakan. Serta matanya yang sayu seolah berkata dia butuh tempat bernaung setidaknya sampai hujan reda. Mengingatnya kembali membuat hatiku terasa hangat. Dia terlihat sangat polos malam itu. Ketika dia yang mengangkat tangannya hendak mengelus kepala Seongho tapi urung dilakukannya, sedikit membuatku penasaran. Kurasa mulai dari itu aku mulai memperhatikan dia.

"Kukira kau dulu salah alamat sampai kudengar Seongho memanggilmu Hyung."

"A... Malam itu."

Seungbo tampak ragu mengeluarkan kata. Dia tampak tidak yakin dan sedang berusaha mengingat sesuatu. Dia tidak mengingat malam itu? Cukup masuk akal sebenarnya kalau dia lupa. Itu juga bukan sebuah kejadian bersejarah yang harus di ingat. Tapi tetap saja bagaimana dia bisa lupa hari pertama dia bertamu ke rumah? Bertamu pada seseorang yang belum pernah dia temui dengan keadaan yang jauh dari kata layak. Bertemu dengan Seongho yang sudah tidak dia temui selama dua tahun.

"A!? Jangan bilang kau sudah lupa kejadian malam itu."

"Sebenarnya iya."

Apa katanya? Iya? Mendadak kepalaku terasa berat. Dia memang tidak tertolong.

"YA!-"

"Kau memakiku? Wah.. ternyata kau bisa berkata seperti itu padaku."

"Tentu saja aku bisa. Mau apa kau. Malam itu adalah malam tragedi mengerikan yang membuat hidupku menjadi seperti ini dan apa kau bilang? A!? Wah.. benar-benar."

Aku tidak marah. Aku hanya mengomel seperti wanita tua yang tidak pernah puas pada segala sesuatu. Omelanku juga tidak kalah panjang dan menyebalkan kalau saja Seungbo tidak menghentikan ku.

"Baiklah baiklah aku mengaku salah. Aku salah. Maafkan aku. Tapi tunggu, kau mengingat semua itu? Jangan bilang kau sudah menyukaiku sejak itu."

Pertanyaan yang sangat benar. Seratus poin untuk tebakannya yang berhasil membuatku gelagapan.

"Kata siapa aku menyukaimu. Aku hanya berfikir kau adalah Hyung Seongho. Kau menghilang selama dua tahun dan tiba-tiba muncul di depan rumahku dengan keadaan yang seperti itu. Kukira kau hantu." Elakku. Aku tidak ingin terlihat bodoh karena menyukainya pada pandangan pertama.

"Mana ada hantu setampan diriku."

"Tampan? Cih kau saja yang terlalu narsis."

"Memang kenyataannya aku tampan kan. Sekarang aku tanya. Kau mau menikah denganku karena aku tampan kan."

"Memang kau tampan." Aku bergumam. Wajahnya adalah alasan lain yang membuatku menyukainya. Terlepas dari sikapnya yang selalu perhatian padaku.

"Pokoknya! Bukan itu alasan utamanya." Sambungku dengan yakin.

"Bukan alasan utama." Seungbo berhenti sejenak. Otaknya sedang memutar kalimat lain. Aku bisa tahu dari matanya yang menatap tidak tentu.

"Berarti kau juga mengakui kalau kau menyukai wajahku."

"Berhentilah menggodaku."

Aku malu. Haruskah dia mengatakannya? Aku tidak bisa menyembunyikan wajahku yang semakin memanas. Sudah pasti terlihat sangat merah dari pandangan Seungbo. Buket di tanganku menjadi korbannya. Kupukul lengannya dengan buket indah malang itu. Sementara Seungbo malah tertawa kegirangan. Puas sekali dia.

Meskipun malu tapi aku suka. Akhirnya aku bisa mendengar tawa Seungbo lagi. Setelah hari ketika aku tahu kalau hidupku telah memiliki batas waktu kurasa tak lagi kudengar tawa Seungbo. Aku merindukan itu.

"Kenapa kau sangat menggemaskan saat malu?"

"Berhentilah menggodaku. Aku bisa jadi sangat menakutkan kalau marah."

"Iyakah? Kau marah karena malu?"

"Seungbo!"

"Baiklah baiklah aku berhenti. Tapi melihatmu yang seperti ini membuatku semakin ingin menggodamu."

Seungbo masih terus menggodaku sementara buket bunga di tanganku sudah tidak berbentuk. Kelopaknya berhamburan mengotori kursi yang kita duduki. Itu adalah buket pertama yang kuterima dari seorang pria dan aku menghancurkannya begitu saja. Masih dengan tawanya yang renyah Seungbo menahan tanganku yang sedari tadi terus saja memukuli lengannya dan malah menariknya mendekat. Dia membiarkan badanku jatuh menimpa dada bidangnya dengan sekali tarikan. Seketika aroma harum khas miliknya menyeruak memenuhi hidungku. Aku menyukainya.

Dalam hati aku bersyukur pria ini telah menjadi milikku. Suamiku. Meskipun sudah pasti tidak akan bertahan lama, tidak apa-apa. Meskipun terkadang aku mengutuk kenyataan, tak masalah. Aku menyukai pria ini. Dan mencintainya. Aku akan berusaha memberikan kenangan terindah sebanyak yang ku bisa. Selama sisa waktu yang ku punya. Agar nanti ketika waktu telah tiba tidak akan ada lagi penyesalan yang tersisa.

"I love you Seungbo."

"Love you more istriku." Bisik Seungbo di telinga menjawab gumamanku.

Kuharap kalian suka ceritanya.
Kalau suka boleh dong minta bantu dukungan votenya.
Yang mau komen juga silahkan sebisa mungkin bakal aku jawab^^
Love ya.
See ya😘

I love You, I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang