Mengigau

5 2 0
                                    

Akhirnya selesai juga. Kurengganggakan badanku sebentar disusul helaan lega tak lama setelahnya. Jam berapa ini? Aku lupa membawa arloji maupun ponselku. Keduanya tertinggal di kamar setelah Hyung menyuruhku untuk cepat 'membereskan' sisa pekerjaannya. Menyebalkan sekali memang pria itu. Setelah tadi berhasil menggodaku. Tapi aku faham hal ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan itu. Yah, memang seperti inilah hierarki hebat yang selalu di banggakan orang. Mereka bisa memerintah orang yang berada di bawahnya tanpa peduli waktu.

Lampu rumah masih menyala ketika aku keluar kamar. Kulihat tidak ada bocah tengil bernama Seongho di sana. Apakah dia pergi ke mini mart lagi? Dia memang selalu suka pergi ke sana saat malam. Dia tidak pernah berkata kenapa sebenarnya, hanya saja aku tahu dia sedikit memiliki masalah sampai membuatnya harus mencari udara malam yang dingin. Dia sudah dewasa ternyata. Dia mulai belajar cara menyembunyikan masalah supaya tidak membuat orang lain khawatir.

Suara isakan tangis lirih berhasil mengalihkan fokusku. Kuletakkan kembali gelas air yang belum sempat ku minum. Suaranya berasal dari kamar, dia menangis? Dengan hati kalut kulangkahkan kaki kesana. Apa yang membuatnya menangis?

"Sayang?"

Dia tidak mengunci pintu. Ah, apakah aku sudah membuatnya salah paham? Benar, aku lupa berkata alasanku harus menggunakan kamar Seongho malam ini. Kalau di pikir lagi, dia tadi hanya diam sepulang dari restoran. Dari sana kah awalnya? Karena aku sedikit menggodanya karena dia memanggil Hyung Oppa? Oh ayolah, aku bukan pria picik yang akan cemburu pada orang yang sudah menghidupiku setelah mematikanku itu. Percayalah Hyung bukan tipe pria yang akan merebut wanita orang lain, terlebih dariku.

"Apa ada sesuatu? Kenapa menangis?"

Dia menangis dalam tidur. Apa yang sedang dia impikan? Apakah terlalu menyedihkan sampai membuatnya mengigau seperti ini? Hatiku sakit melihatnya. Dia pasti terlalu memikirkan sikapku tadi. Ah, apa yang harus ku lakukan untuk membuatnya tenang kembali? Aku takut membangunkannya tapi juga tidak ingin melihatnya seperti ini.

Lihatlah air matanya yang mengalir itu, terasa sangat menyakitkan. Pelan kususurkan jariku mengusapnya. Dia sedikit bergeliat tadi namun matanya masih terpejam. Isakannya tidak berhenti.

"Maafkan aku... " Gumamnya.

Kenapa dia meminta maaf? Dia pernah berbuat salah? Tentu setiap orang pernah melakukan kesalahan. Tapi bukan berarti sampai membuatnya mengigau dalam tidur seperti ini.

"Maaf... Karena mencintaimu."

"Sayang?"

Apakah dia memimpikanku? Aku percaya ketika dia berkata kalau aku adalah pria yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta. Dia terlalu mencintai statusnya sebagai wanita karir sehingga membuatnya lupa dengan perasaan suka, terlebih lagi cinta. Atau justru dia pernah tersakiti sebelumnya yang membuatnya tenggelam dalam pekerjaan?

"Maafkan aku.. seharusnya aku tidak mencintaimu." Air matanya masih terus meleleh. "Kenapa aku egois? Saat sebentar lagi aku mati."

"Kenapa kau berkata seperti itu? Kau tidak akan mati. Kau akan terus hidup--"

"Seungbo..."

Aku diam. Mematung mendengar dia menyebut namaku. Pada akhirnya tidak cukup dengan membuatnya menangis aku juga menyakitinya dalam tidurnya. Aku yang salah. Aku yang egois telah membuatnya seperti ini. Aku tidak mampu membuatnya nyaman berada di sampingku.

"Maafkan aku.... Aku mencintaimu."

Pelan ku selipkan lenganku kebawah lehernya. Sepertinya sedikit terganggu karena dia bergerak tak nyaman dengan wajahnya yang gelisah. Isakannya sedikit melirih tapi tidak dengan lelehan air matanya. Aku tahu tidak mungkin bisa membuat air matanya kering hanya menggunakan jariku, jadi kutarik lengan bajuku untuk menggantikannya. Untung saja tadi aku sempat mengganti kemeja tidak nyaman dengan sweater hangat yang lebih halus untuk menyeka air matanya.

"Aku yang lebih minta maaf padamu. Kau boleh membenciku karena aku akan selalu mencintaimu."

Aku tidak bisa menahan tanganku yang lebih dulu terulur merapikan anak rambutnya yang berantakan. Mengusapnya halus sembari mengamati wajah cantiknya yang terlelap. Aku bersumpah aku tidak akan pernah menyesali keputusanku untuk menikahinya. Tapi mungkin aku telah gagal menepati janjiku untuk membuatnya nyaman padaku. Nyatanya dia masih atau bahkan mungkin lebih sering menangis dalam tidurnya seperti ini.

"Apa yang harus kulakukan agar kau nyaman padaku?"

Lamunanku terganggu oleh getaran ponselku yang berisik. Aku takut membuatnya terbangun jadi aku cepat menjawabnya tanya melihat siapa yang menelfonku terlebih dahulu. Siapapun dia bisa kupastikan sopan santunnya sangat rendah karena mengganggu di waktu tengah malam.

"YA!! Brengsek! Apa yang sudah kau lakukan! Kau sengaja ingin menghancurkan semuanya ya!"

A! Telingaku. Hyung. Tentu saja aku tidak lupa bagaimana tidak punya akhlaknya dia. Kali ini apa lagi? Setelah dia membuat prahara rumah tangga seperti ini, apalagi yang akan dia perbuat? Aku barusaja menyelesaikan tugas sialan yang harusnya masih memiliki tenggat seminggu lagi dalam waktu kurang dari lima jam dan dia masih memakiku. Haruskah kulaporkan dia pada polisi atas kasus 'pembunuhan' padaku? Ya, terlalu dramatis memang dan aku terlalu malas berurusan dengan hukum. Hidupku sudah cukup berat meskipun tanpa urusan melelahkan seperti itu.

Kutarik kembali tanganku. Bangun dan berjalan menjauh mendekati pintu. Entah apa yang tengah ku pikirkan sehingga membuatku bersikap seolah suara berisik Hyung dari telfon dapat membuatnya terbangun. Atau mungkin aku tidak cukup yakin untuk memberitahukannya perihal pekerjaanku yang sedang menghadapi krisis?

"Dimana kau sekarang? Kita bertemu sekarang."

Awalnya aku berniat untuk membiarkannya. Membungkam mulutku dan hanya diam mendengarkan. Tapi sepertinya itu bukan pilihan yang tepat. Dia akan terus berlaku menyebalkan kalau terus seperti ini. Lagipula dia akan sangat kerepotan kalau aku tidak ada. Haruskah kuberi dia pelajaran sedikit? Sesedikit untuk mengetahui berapa nilaiku.

"Tidak bisa. Ah, bukan. Aku tidak mau. Terserah apa yang akan Hyung lakukan aku tidak peduli. Bahkan jika Hyung ingin mendepakku keluar silahkan saja, aku tetap menolak untuk datang."

"YA brengsek! Apa yang kau katakan!"

"Aku. Menolak. Datang." Sengaja ku eja kalimat itu satu persatu. Aku sudah terlalu lelah dan tidak ingin berlama-lama.

"A, aku besok tidak berangkat bekerja. Sekedar informasi kalau kau mencariku."

Selesai. Kuputuskan telfon dan langsung menonaktifkan ponsel. Meletakkannya kembali keatas nakas dan memejamkan mata. Tidur sambil mendekap istriku seperti ini adalah hal besar yang sudah lama kuinginkan. Sayangnya aku terlalu memahami ketidak-sukaannya terhadap skinship. Rasanya aku bisa menghitung sudah berapa kali kami melakukan kontak fisik.

"Good night. Sleep tight. And, sweet dream my lovely."

Lalu ku kecup puncak kepalanya lama.

I love You, I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang