Bab 01 : Kecelakaan

32 7 2
                                    

Tiiinnn .…

Deru panjang dari klakson terdengar nyaring. Suara itu hanya sebentar sebelum akhirnya menghilang di udara. Sebuah tubuh teronggok di pinggir jalan dengan sepeda motor yang terpental tidak jauh dari tubuh itu.

Kecelakaan baru saja terjadi.

Aidan seharusnya berada di pusat pelatihan untuk melakukan TC* karena dia memenangkan pertandingan seleksi tingkat provinsi dua hari yang lalu. Tapi kenapa dia berbaring di ruangan serba putih? Apakah dia tertidur saat latihan? Tapi itu tidak mungkin. Aidan menoleh ke sekitar, menelusuri setiap sudut. Ada ranjang lain di dekatnya, setidaknya ada 4 ranjang di sana yang terisi oleh orang asing.

"Oh …  dia sudah bangun!"

Aidan menoleh ke asal suara, seorang pria yang baru saja keluar dari kamar mandi sambil menarik resleting celananya. Tidak bisakah dia lakukan itu di kamar mandi? Aidan tak habis pikir, pasalnya di ruangan ini bukan hanya dirinya yang dirawat. Rawat? Nanti dulu. Aidan baru menyadari situasinya, dia menoleh kembali ke ranjang yang ada di dekatnya. Benar, orang itu dirawat, dengan pakaian pasien khas rumah sakit, sama sepertinya.

"What?" Aidan menengok ke tubuhnya sekali lagi.

Kakinya diperban, tangannya juga. Aidan tidak punya waktu untuk berpikir, dengan cepat dia menyentuh kakinya, dan menyadari kakinya sakit luar biasa.

"Kamu mengalami kecelakaan. Ingat, kemarin kamu diserempet mobil." kata orang yang sebelumnya keluar dari kamar mandi. Dia adalah teman Aidan, Andre namanya.

"Motorku …  bagaimana dengan motorku, Andre?" tanya Aidan ketika dia kembali teringat dengan kejadian yang disebutkan oleh Andre.

"Motor? Maksudmu supra batok getar itu?"

"Ya. Motorku!" Aidan mengulangi.

"Di bengkel. Tenang saja, aku menjaga warisan dunia dengan baik," ujar Andre terkekeh, kemudian duduk di salah satu kursi tunggu.

Untuk beberapa saat mereka saling diam. Aidan mencemaskan supra milik ayahnya yang terpaksa masuk bengkel karena kecelakaan, dia tidak punya banyak uang untuk membayarnya, belum lagi siapa yang akan menanggung rumah sakit?

"Siapa yang membayar rumah sakit?" tanya Aidan.

"Jangan dipikirkan. Teman-teman di kelas menyumbangkan sedikit uang jajan mereka untukmu."

"Aku malah menyusahkan kalian," gumam Aidan. Dia bukan tak bersyukur, dia hanya merasa tak nyaman ketika harus menyusahkan orang lain.

"Apa yang kamu pikirkan? Mereka membantumu karena mereka ingin, lagi pula biaya rumah sakitmu tidak mahal."

Benar juga. "Terima kasih."

Mereka kembali terdiam. Aidan melirik ke arah Andre.

"Apa? Kenapa menatapku seperti aku akan mati?" cerca Aidan tak senang dengan tatapan Andre yang seolah mengasihaninya. Memangnya aku cidera fatal? Memangnya kakiku robek dan harus dijahit, kenapa dia menatapku seperti aku akan mati besok?

Melihat respons Andre yang bergeming dan terus menatap kakinya yang diperban, tiba-tiba Aidan merasa takut.

"Dre---"

"Kamu terancam tidak bisa ikut kejurnas." Andre memotong Aidan.

"Oh .…"

Aidan masih belum memahami ucapan Andre, sehingga wajahnya masih tenang. Hingga akhirnya Andre mengulangi kalimatnya. "Kamu … tidak bisa ikut kejurnas karena cedera fatal, Aidan!"  suara Andre naik satu oktaf, menyita perhatian orang di sekitar.

VELJACA: Tentang Kita Di FebruariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang