Bab 05 : Don't

8 4 0
                                    

"Aku Aluna Mei Ariatma." Aluna mengulurkan tangan terlebih dahulu.

Aidan tergugu. Selama ini dia tidak pernah menyentuh tangan perempuan lain selain ibu dan keluarganya. Jikapun dia bersentuhan dengan perempuan, itu karena terpaksa, seperti menoel sang bendahara kelas untuk bayar uang KAS atau bersalaman dengan guru sehingga posisinya sekarang membuat Aidan gugup. Dia tahu Aluna dari cerita-cerita Andre, bahwa gadis itu memiliki wajah oriental persis seperti orang Jepang. Cantik. Dan, Aidan mengakuinya.

"Ada urusan apa?" Aidan malah membalas singkat, tanpa memberikan feedback dari perkenalan yang sedang terjadi.

Aluna menaikkan satu alis. Oh, jadi kamu berusaha cuek? Dikira apa begitu? Mau dibilang cool, mirip tokoh-tokoh fiksi? batin Aluna menjerit.

Namun, dia tetap tersenyum ramah lalu duduk di sebelah Aidan. "Oh, ya, aku punya permen." Aluna merogoh tasnya untuk mengambil permen lalu disodorkannya kepada Aidan.

"Aku mau sendiri."

Aluna mematung lagi. Tidak seperti sebelumnya, Aluna kini berani mengambil tangan Aidan untuk meletakkan permen itu ke telapak tangan Aidan. "Kamu percaya nggak kalau permen cokelat bisa bikin happy?"

Aidan memasang raut datar. "Kamu nggak ngerti bahasa manusia? Aku mau sendiri, Aluna."

"Ambil dulu ini. Makan, baru setelah itu kamu boleh ngusir aku."

Aidan berdecak, kenapa Aluna bersikap aneh hari ini? Apa yang membuatnya berubah menjadi ramah? Padahal waktu di UKS gadis ini sangat membencinya, seperti mampu mengoyak tubuhnya seperti Godzila. Menghela napas, Aidan akhirnya mengambil permen cokelat itu, membuka pembungkusnya kemudian dimasukkan ke dalam mulut.

"Cokelat dikenal mampu memperbaiki mood atau suasana hati. Khasiat cokelat ini diperoleh dari beberapa kandungan cokelat yang memiliki efek antidepresan. Komponen feniletilamin pada cokelat dikenal dapat meningkatkan mood." Aluna kembali mencerocos seperti bunyi klakson kereta api. Gadis itu menatap ke arah satu pohon ketapang yang ada di taman. "Selain itu, cokelat memiliki kandungan katekin, teobromin, epikatekin, dan prosianidin yang dapat mengaktifkan dopamin, yakni senyawa kimia otak yang memicu rasa senang sehingga dapat membantu mood kita menjadi lebih baik."

Aidan ingin tidak percaya, tapi setelah permen itu masuk ke dalam mulutnya, ucapan Aluna tidak ada yang meleset.

"Mimpi kamu jadi atlet silat?" tanya Aluna, bermaksud basa-basi. Kalau Aidan menjawabnya dengan serius, itu berarti keinginan Aluna sudah tercapai: mendistraksi rasa sedih cowok itu walau cuma sekejap.

"Mimpi itu sesuatu yang tidak ada ujungnya," balas Aidan datar. "Kalau mimpiku jadi atlet silat, itu berarti udah dari kecil aku bisa meraih mimpiku dong? Kenapa sampai sekarang aku masih suka memakai celana komprang*?"

Aidan terkekeh saat melihat Aluna kebingungan.

"Jadi?"

"Memangnya mimpi kamu sendiri apa?"

"Aku mau jadi dokter." Aluna membalas singkat. "Aku mau menyembuhkan banyak orang."

Kini Aidan tidak bisa untuk tidak tertawa. "Cita-cita Susan, sih, itu."

Aluna langsung cemberut, diam-diam dia mengulum senyum. Ternyata membuat Aidan senang itu tidak sulit.

"Jadi menurutmu mimpi aku salah?"

Aidan menghela napas, sepertinya dia butuh menjelaskan pada Aluna apa beda mimpi dan cita-cita.

"Cita-cita itu adalah keinginan yang proses mendapatkannya jelas. Misalnya, kamu ingin jadi dokter maka kamu berusaha belajar dengan giat, lalu mengambil jurusan IPA, fokus ke satu bidang. Nah, terwujud atau tidak itu hasilnya bisa diterka. Kalau memang kamu bersungguh-sungguh, pasti hasilnya nggak akan mengecewakan."

VELJACA: Tentang Kita Di FebruariWhere stories live. Discover now