Bab 03 : Rival

16 5 2
                                    

Sudah empat hari sejak Aidan melepaskan jahitan di kakinya, namun lukanya masih terlihat mengenaskan.

Dokter berkata bahwa Aidan tidak boleh melakukan kegiatan yang terlalu berat atau aktivitas yang terlalu menguras fisik. Aidan harus melakukan recovery agar lukanya cepat sembuh. Dokter juga melarang keras Aidan latihan silat, karena itu bisa membuat luka kembali berdarah atau Aidan malah mengalami cedera yang lebih serius dan mengancam karir masa depan Aidan. Begitu kata dokter.

Tapi, Aidan tidak bisa terima. Aidan yakin dia baik baik saja, hanya penampilan luar dari lukanya saja yang mengerikan. Bukankah kita tidak boleh menilai sesuatu dari luar? Lagipula ini kaki Aidan, dia lebih tahu apakah kakinya baik baik saja atau tidak.

Aidan yakin itu.

Sekitar pukul sebelas siang, jam pelajaran kosong. Aidan akhirnya memutuskan untuk menuju ruangan latihan, dia ingin mencoba sesuatu dan membuktikan bahwa perkataan dokter itu salah.

Berkat Aidan yang merupakan seorang ketua dari ekstrakurikuler pencak silat di sekolah, Aidan akhirnya diberi kepercayaan untuk memegang kunci ruangan latihan. Siapa sangka bahwa itu memberikan keberuntungan kepada Aidan. Dia bisa ke ruangan latihan tanpa diketahui oleh siapapun. Bahkan Andre sekalipun.

Ya, Aidan tidak boleh ketahuan oleh Andre.

Dibandingkan dokter, Aidan lebih takut jika dia ketahuan oleh Andre memaksakan latihan di kondisi ini, karena dokter hanya akan memarahinya sedangkan Andre bisa saja mengejarnya karena keras kepala.

Aidan melangkah masuk ke dalam ruangan latihan, dia melihat ke sekelilingnya. Sudah lebih dari dua minggu Aidan tidak memasuki ruangan ini, selain karena tidak diizinkan, Aidan juga merasa khawatir jika dirinya tidak bisa menahan dirinya.

Aidan menghirup udara sebanyak-banyaknya dari hidung kemudian menahannya selama berapa detik, sebelum akhirnya dia menghembuskannya secara perlahan.

"Ah … aroma balsem dan koyo!"

Aidan benar-benar merindukan aroma ruangan latihan. Aroma dari krim pereda nyeri otot dan koyo memberikan sensasi tersendiri, aroma yang sudah dia hirup selama beberapa tahun terakhir.

Setelah selesai melepas rindu dengan ruangan latihan pada, Aidan menoleh ke arah samsak* yang tergantung. Senyumnya terukir pada, kemudian dia bergumam. "Tentunya tidak akan masalah jika aku hanya menggunakan tangan dan kaki kiriku."

Setelah mengatakan hal itu, Aidan bergegas mendekati samsak. Aidan terlihat senang saat dia menyentuh salah satu samsak yang digantung. setelah meyakinkan dirinya bahwa dia akan baik baik saja, Aidan mulai mengambil posisi.

Kuda kuda kanan depan yang Aidan gunakan kali ini, karena yang akan menendang adalah kaki kiri. Aidan harus berhati hati agar tidak menggunakan kaki kanannya untuk menendang.

Setelah mengambil ancang-ancang Aidan melayangkan kaki kirinya ke arah matras, kemudian diikuti tinju yang memukul samsak dan terakhir Aidan melakukan guntingan*. Itu adalah kesalahan besar, harusnya Aidan tidak melakukan guntingan.

"Aghh …." Aidan terpekik saat kaki kanannya yang bergesekan dengan samsak saat melakukan  gerakan menggunting.

Ini adalah kebiasaan Aidan. Dia selalu menyelesaikan serangannya dengan guntingan jika lawannya masih berdiri. Tapi masalahnya adalah gerakan guntingan memerlukan dua kaki untuk menggunting tubuh bagian bawah lawan. Persis seperti yang dilakukan Aidan saat ini.

Jika dalam keadaan normal, maka ini bagus, tapi saat ini Aidan dalam kondisi tidak normal.

Aidan menoleh ke arah kakinya yang terasa nyeri. Sial, perban putihnya berwarna merah!

VELJACA: Tentang Kita Di FebruariWhere stories live. Discover now