Bab 10 : Perhatian Spesial

4 1 0
                                    

Sama halnya dengan Aidan.

Aluna juga merasa ada yang aneh dengan dirinya sendiri, setelah pertemuannya dengan pria pemilik motor butut itu.

Ia sendiri bingung, apa daya tarik seorang Aidan. Hingga selama permainan volly Aluna menjadi tidak fokus?

Aluna bisa bilang, jika dirinya populer dan ada banyak laki-laki di sekolah yang mendekatinya. Namun, sedikitpun Aluna tidak tertarik sama sekali dengan mereka.

"Ishh, kenapa aku malah kepikiran dia?!" Aluna memukul kepalanya sendiri. Berusaha menghilangkan bayangan Aidan dari dalam sana.

Aluna sendiri tidak mengerti. Dan, tampaknya lagi-lagi takdir seolah mempertemukan mereka kembali. Aluna melihat Aidan sedang berjalan dengan Andre.

Dua sahabat yang berada di kelas dan ekstrakulikuler pencak silat tampak seperti dua sejoli yang sulit dipisahkan.

Tanpa sadar kedua kaki Anna bergerak, membuntuti mereka dari kejauhan.

Langkah Anna terhenti bersamaan ddenga pupil mata lebar. Aluna melotot, begitu tahu Aidan dan Andre masuk ke dalam gedung olahraga.

Aluna berkacak pinggang, mendengus kesal dan berpikir bahwa Aidan adalah orang yang bebal.

Aidan pasti menganggap sepele cedera kecil yang dialaminya itu. Ia pasti, ikut berlatih bersama Andre dan beberapa anak pencak silat lainnya.

Aluna jadi sangat khawatir dengan Aidan.

Dengan hentakan langkah besar, Aluna berjalan menuju gedung olahraga.

Dengan keberanian di atas rata-rata, Aluna menerobos masuk meski bukan merupakan anggota ekstrakulikuler.

Semua mata seluruh anggota pencak silat jelas tertuju padanya. Tapi, Aluna sama sekali terlihat tidak sadar.

Apa dia terhipnotis? Atau gila?

Masih bertahan di posisi itu, dirinya benar-benar telah menjadi pusat perhatian.

"Aidan kita harus bicara!" teriak Aluna terdengar marah. Jari telunjuknya terarah pada Aidan dengan percaya diri.

Kali ini, semua pandangan bukan hanya tertuju pada Aluna. Melainkan pada Aidan juga. Aluna memang biang kerok.

Lelaki yang berdiri di samping Andre  itu terlihat bingung, ia bahkan ikut-ikutan menunjuk dirinya sendiri.

"Kamu ngomong sama aku, Aluna?"

Pertanyaan Aidan dibaikan sepihak oleh Aluna. Gadis itu mendekat ke arah Aidan, mengecek luka di kaki kanan pria itu.

Beruntungnya, Aluna lebih dulu datang sebelum Aidan melakukan latihan yang bisa membahayakan cederanya.

"Kamu ngapain ke sini? Kamu pasti mau latihan, 'kan, Aidan? Bukankah aku sudah pernah bilang kalau kakimu harus diberikan istirahat jika tidak ingin cederamu semakin parah!" Aluna mengomel, Aidan kaget karena omelan itu lebih panjang dari Lusi.

Aidan membasahi bibirnya, ia tahu Aluna perhatian dengannya mungkin karena perasaan simpati.

Sementara, apa yang barusan dilakukan Aluna hanya akan menimbulkan salah paham banyak orang.

Aidan juga takut ia salah paham dengan perhatian yang diberikan Aluna. Meski, ada sedikit harapan ia ingin itu benar-benar terjadi.

"Aku hanya ingin lihat anak-anak latihan saja," balas Aidan sejujurnya.

"Jangan bohong kamu!" ketus Aluna.

"Aku serius!" kata Aidan yakin.

Matanya bertemu dengan mata Aidan, pria itu tampak jujur. Meski, Anna belum mau percaya sepenuhnya pada Aidan.

VELJACA: Tentang Kita Di FebruariWhere stories live. Discover now