BAB 3: Bukan Raja dan Ratu

26 2 0
                                    

“Semua kesalahan bisa dimaafkan dengan satu ucapan saja. Namun, jika sudah berulang kali membuat kesalahan, itu sudah tidak bisa mendapatkan toleransi lagi. Dan, kamu. Iya, apakah aku pantas untuk dimaafkan?” — June Clara Sabian.

***

MELUPAKAN sejenak kesedihan di hati, gadis berambut hitam legam itu berusaha tersenyum walaupun sebenarnya sedang tidak baik-baik saja. June mulai saat ini berusaha lebih waspada lagi, mengingat kejadian beberapa waktu yang membuat dirinya kembali menjadi sasaran empuk hujatan mamanya.

Ya, semua itu sangat berat untuknya. Tidak pernah sekalipun June mendapatkan kebebasan yang abadi, tidak pernah mendapatkan perlindungan sama sekali, dan tidak pernah mendapatkan haknya sebagai anak. Cukup miris bukan? Lalu, apa yang harus ia lakukan sekarang?

Berjalan sembari bersenandung ria, gadis itu dikejutkan dengan kehadiran Juan yang tiba-tiba datang dari arah barat. Lelaki itu tersenyum simpul, menarik tangannya ke arah kerumunan para siswa, menunjukkan sesuatu hal yang menurutnya sebuah kabar baik.

“Pemilihan Raja dan Ratu sekolah?”

Juan mengangguk mantap, ekspresinya sangat senang sekali. Berbeda dengan June yang seperti tidak minat. Gadis itu keluar menjauh dari kerumunan. Juan mengikutinya, ia takut terjadi hal yang tidak diinginkan kepada gadis itu.

“Kamu nggak apa-apa, June?” Tidak mendapatkan jawaban. Juan yakin June sedang dalam masalah. “Duduk di sana yuk?!”

Menuruti ucapan pacarnya, June kemudian duduk dengan tenang. Ia menatap ke arah Juan yang tengah bingung dengan sikapnya barusan. “Ada apa, hm?” June ragu untuk memulai. “Ayo cerita, siapa tahu aku bisa bantu.”

“Em, Mama—” June menggantungkan ucapan. “Ma-mama. Mama kemarin khawatir banget sama aku. Iya, khawatir banget.” Gadis itu gelagapan. Di hatinya ingin mengadu. Namun, apalah dayanya yang tidak bisa memberitahu Juan tentang dirinya dan sang Mama.

Tidak merasa curiga, Juan hanya mengelus pucuk kepala June dengan lembut. Kemudian memeluk tubuhnya erat, menyalurkan kehangatan untuk gadis itu rasakan. “Mama kamu khawatir banget loh kemarin. Dia hebat langsung tahu kamu ada di mana,” kata Juan memberitahu. “Mama kamu sayang banget ya, sama kamu.”

Juan hanya biasa saja. Mamanya bukan hanya sekadar pintar berakting, ia juga pandai menjaga buku. Dalam artian menjaga image-nya di depan umum. Jika Juan tahu yang sebenarnya, apakah ia akan mengucapkan semua kalimat itu?

“Hm, iya.” June berusaha tenang, di depan Juan ia harus ceria. “Kamu mau ikutan pemilihan Raja dan Ratu itu?”

Dengan mantap Juan mengangguk. “Sama kamu ya? Please, kapan lagi di kelas akhir ini kita buat kenangan?”

Melihat antusias Juan yang membara, akhirnya June mengangguk pertanda menyetujui rencana pacarnya. “Ya udah, kalau itu buat kamu seneng aku ikut.”

“Makasih Tuan Putri. Nanti hamba akan mendaftar kita berdua.” Juan membungkukkan tubuhnya di hadapan June. Menirukan gaya seorang pangeran yang tengah mengucapkan terima kasih.

June hanya tertawa kecil. Ia sangat bersyukur karena Juan selalu ada untuknya dan tidak pernah meninggalkan dirinya dalam hal apa pun. Jaga kita berdua, Tuhan. Jaga Juan dan berilah dia kesehatan. Agar hamba selalu bisa melihat senyumnya setiap hari.

“Masuk, yuk?!” ajak Juan.

Juan mengejutkan June yang sedang dalam lamunan. Gadis itu sadar dan mengangguk pelan. “Ayo.”

Senyum merekah sempurna di bibir ranum milik gadis itu. Tidak lupa ia sesekali menoleh ke arah Juan yang sedang fokus menatap ke depan. Entah kenapa, pacar itu sangat tampan dalam setiap penampilan. Mau di sekolah, di rumah, saat pergi bersamanya, bahkan sedang tertidur pun June merasa lelaki itu sangat tampan sekali.

June: Happy Birthdie ✓ SEGERA REVISIWhere stories live. Discover now