15. Dekat Yang Terasa Jauh

12 1 0
                                    


"Kukira kamu adalah obat yang dititipkan semesta untuk menyembuhkanku. Nyatanya, kaulah luka terhebat yang menerjang, membuat luka yang teramat lara dalam sukmaku."—June Clara Sabian

***

Semakin lama ia mengamati June, Jian merasakan bahwa gadis itu semakin tak terurus. Senyumnya benar-benar memudar. Senyum cantik yang menyiratkan luka yang teduh itu menghilang menjadi sebuah wajah datar penuh kekosongan. Bukan apa, Jian tahu bahwa hati June sepenuhnya milik Juan. Karenanya, mustahil ketika mereka tidak bersama akan tercipta bahagia di antara mereka.

"June ...," panggil Jian lirih. Tak peduki selembut apa pun itu, June tetap merasa terkejut hingga memecah lamunannya.

"Iya, Jian?"

"Kenapa diem terus?"

June menyamankan posisinya, membuat seulas senyum tipis untuk menutup keswdihan yang jelas-jelas sudah ia tampilkan sebelumnya. "Aku nggak apa, kok. Cuman lagi capek aja."

"Kenapa kamu jadi sering murung gini?"

June terdiam bisu, ia tidak mampu untuk menjawabnya. "Enggak ada yang murung, kok. Aman, Jian. Udah, deh, aku balik dulu. Makasih, ya, udah nemenin aku makan di kantin selama nggak ada Juan."

Jian mengangguk santai. "Aman, June. Toh, kalau ada Juan aku cuman jadi obat nyamuk. Buat kamu ... semangat terus, ya! Aku yakin Juan bakal balik lagi kayak dulu, kok. Tapi setelah OSN selesai."

June tersenyum. Kuharap itu benar, Jian, batinnya mericuh.

Jam berlalu, bersamaan dengan matahari yang pula mulai merangkak turun dari singgasana teratasnya. Waktu menunjukkan pukul tiga siang, bel berbunyi dan seluruh murid berhamburan dari kelas untuk segera memelesat pulang.

Jasmine baru saja ke luar dan kini sedang menunggu Juan di parkiran tempat Juan dan anak laki-laki lain memarkirkan sepeda mereka.

"Nunggu siapa?" Itu suara Jian yang membuat atensi Jasmine teralihkan sepenuhnya.

"Ada apa ke sini?" Alih-alih menjawab, tatapan sinis dan balasan taham dilontarkan Jasmine.

Jian terkekeh, bersedekap tangan dan mendekati Jasmine. "Gue tau, lo deket sama Juan dan berusaha misahin mereka, 'kan?"

Jasmine membelalak. "M-maksud lo? Apa, sih. Nggak jelas!" Gadis itu tak nyaman dam seketika mencoba untuk segera pergi dari lelaki itu.

"Lo yang matiin datanya Juan, 'kan? Sampai June nunggu di halte sendirian sampe pingsan?"

Jasmine terkejut. "Hah? June?"

Jian terkekeh. "Hadeh, Jasmine ... satu-satunya orang yang di deket Juan waktu itu cuman lo. Yang HP-nya deket sama Juan selain Juan sendiri, ya, lo. Lo nggak tau, 'kan? June nunggu di halte berjam-jam gara-gara lo matiin datanya Juan. Smape mereka bertengkar kaya gini? Sampe June pingsan habis dari sana sendirian, padahal itu momen yang ditunggu dan idah mereka janjiin berdua?"

"STOP! Cukup, Ji. Gue nggak tau dan nggak mau tau. Gue cuman mau fokus sama olimpiade sama Juan. Titik."

Jian terkekeh. "Yakin? Gue tau lo suka Juan. Satu sekolah juga tau kali. Yang bisa nolak siapa? Anak manja."

Jasmine geram, ia kepalkan tangannya dengan kuat. "Diem lo! Atau ... lo mau gue cepuin juga kalau lo suka June?"

"Tau dari mana?" Mendadak suara Jian menjadi datar.

"Tau, lah. Kan ANAK MANJA!" tegasnya.

"Silakan, bilang aja. Karena persahabatan kita nggak serapuh itu. Kita menyongsong satu sama lain. Emang kayak lo? Egois!"

June: Happy Birthdie ✓ SEGERA REVISIWhere stories live. Discover now