BAB 18: Better

12 1 0
                                    

Terkadang cara kita dan cara orang lain dalam melakukan hal baik itu berbeda. Ada banyak cara dan semoga mata hati kita mampu melihatnya dari sudut yang manapun.

***

Setelah satu Minggu menginap di hotel khusus orang sakit. Akhirnya hari ini June diperbolehkan untuk pulang, tentu dengan beberapa syarat yang Dokter ajukan dan harus gadis itu patuhi. Kondisi June semakin lemah karena dirinya yang malas setiap kali ada jadwal check up.

"Kenapa mandangin wajah aku terus?" Jevan melihat dari sudut matanya. Lelaki itu sedang mengemasi barang-barang milik June ke dalam tas yang lumayan besar.

June menggeleng. "Gakpapa, cuma aneh aja ada orang sebaik Kakak." Gadis itu sudah siap dengan sweter abu dan celana dengan warna senada.

"Untuk sementara waktu, tinggal di Apartemen Kakak dulu, ya, June." Jevan selesai merapikan barang June. Kemudian lelaki itu mengambil beberapa barang yang ada di laci.

June mengangguk, mau tidak mau dirinya harus juga mau. Ke mana lagi sekarang tempatnya berteduh? Airin mengusirnya, mau tinggal di rumah Juan juga rasanya tidak mungkin.

Oh ya, ngomong-ngomong soal Juan. Kenapa rasa-rasanya lelaki itu semakin jauh saja? Seperti ada sekat diantara mereka sekarang. Apa yang membuat lelaki itu begitu? Apa karena Jasmine?

"Mikirin apa sih adik manis? Ayo Kakak bantu." Jevan membantu June untuk turun dari ranjang. Rambut gadis itu dirinya ikat menjadi satu, hanya beberapa anak rambut saja yang June biarkan berantakan. June cantik, meski wajahnya masih pucat.

Kini keduanya sudah sampai di mobil, June duduk tepat di sebelah Jevan. Hening, tidak ada pembicaraan yang membersamai mereka saat ini. Jevan fokus menyetir dan June fokus dengan pikirannya sendiri. Terkadang June merasa sedih jika harus mengingat Juan.

June tidak pernah menyangka bahwa lelaki itu, lelaki yang dia kenal saat pertama masuk SMA  yang ternyata akan membawanya menemui luka di hatinya yang paling dalam. Juan seperti belati, bukannya menjadi tameng dia justru menyakiti June dengan menyayat sedikit demi sedikit hatinya.

Mungkin sekarang waktunya June untuk mulai terbiasa dengan perubahan sikap Juan. Mungkin dirinya harus mengerti dengan jadwal Juan yang selalu sibuk. Mungkin June harus juga  sadar bahwa prioritas lelaki itu bukan lagi dirinya. Semua hanya tentang waktu, June yakin dirinya pasti akan baik-baik saja tanpa Juan. Harusnya sih memang begitu.

"Kak Apartemennya masih jauh, ya? tanya June.

Jevan mengalihkan pandangannya sekilas ke arah June. "Sebentar lagi, tinggal itu di depan." June mengangguk kecil lalu menatap ke luar jendela.

"Kalo mampir ke cafe pagi sore enak sih, Kak, kayaknya."  June merasa rindu dengan suasana cafe itu, biasanya setiap satu Minggu disetiap bulan. Dia dan Juan selalu menyempatkan diri untuk pergi ke sana. Walau hanya untuk sekedar minum coffe dan pulang setelahnya.

"Mau mampir dulu ke sana?"

June tidak menjawab, gadis itu hanya menunjukkan deret gigi putihnya. "Yaudah, kita belok dulu."

Yes. Batin June.

*

"Rasanya beda ternyata."

"Apa?" Jevan meminum coffe kedua yang dia pesan.

"Pergi ke sini, tapi pas bukan sama Juan."

"Dia beneran pacar kamu?" June mangangguk. "Sekarang dia berubah. Aku bingung Kak."

June baru sadar satu hal, selain Jevan ada manusia lain yang selalu menyayanginya. Selalu stay menemaninya saat June sakit waktu itu. Tapi kenapa rasa-rasanya semua kebaikan orang itu tidak pernah ternilai di mata June? Kenapa June tidak mampu melihatnya?

"Selain Juan. Jian juga baik."

Juan dan Jian. Kedua laki-laki itu sangat kontras memiliki kesamaan yang jelas. Sama-sama baik dan penyayang. Bedanya sekarang Juan tidak lagi selalu ada untuk dirinya. Jian juga begitu. Tapi Jian masih terlihat memberi perhatian walau hanya menanyakan kabar lewat pesan singkat.

Jian terlihat lebih better dibandingkan Juan yang selama ini menemaninya. Hah, tidak tahu kenapa. Apa karena June merasa cemburu dengan keberadaan Jasmine di sekitar Juan?

"Jadi adik Kakak ini ceritanya direbutin dua cowo sekaligus?" Jevan menggoda June. "Gak gitu." June merenggut.

"Juan pacarku, tapi sekarang aku bukan skala prioritasnya lagi. Juan bukan pacarku tapi dia selalu berusaha untuk selalu ada. Simpelnya kaya gitu."

Jevan mengangguk paham. "Hati kamu lebih condong ke siapa memangnya?"

Ah sudahlah, June malah membahas. Dan waktunya menjawab. "Aku pilih Kak Jevan di antara mereka. Kak Jevan better!!!"

Malam harinya mereka baru sampai di Apartemen. June langsung bersih-bersih dan beristirahat. Gadis itu sangat kelelahan tapi mau bagaimana lagi jika lelah karena selesai bersenang-senang itu vibes nya berbeda. June bersyukur karena bertemu dengan Jevan dan June berdoa semoga Tuhan selalu memberikan Jevan kemudahan di setiap urusannya.

Bukan June kalo sebelum tidur tidak merenung sembari menatap langit-langit kamarnya. June kembali memikirkan perkataan Jevan barusan 'hati kamu lebih condong ke siapa memangnya?' jelas June akan mengatakan dengan lantang bahwa kecondongan hatinya lebih tertuju pada Juan. Tapi sepertinya Juan tidak pantas untuk menerimanya. June sesekali mengecek ponselnya hanya untuk memastikan bahwa benar tidak ada pesan yang masuk dari lelaki itu. Meski sulit June tetap menahan untuk tidak mengganggu Juan. Padahal sebenarnya June memiliki hak akan itu, bagaimana pun hubungannya dengan Juan masih berpacaran.

Jian:
Tadi aku ke RS kamu gak ada. Dokter bilang kamu pulang udah pulang. Maaf ya June, kalo boleh tau kamu pulang kemana?

June:
Jian...
Aku pulang ke Apartemen nya Kak Jevan

Jian:
Kalian berdua?

June:
Gak, kok. Di sini ada Bi Inem.

Jian:
Boleh aku ke sana

June:
Boleh, aku tunggu kamu di sini.

June tidak jadi beristirahat, gadis itu keluar dari kamar dan menyiapkan teh hangat untuk menyambut ke datangan Jian-temannya.

"Kamu ngapain June?"

"Bikin Teh, Jian mau main ke sini."

Jevan melongo. "Anak jaman sekarang, kalo berkunjung suka tidak tahu waktunya." gerutunya.

Akhirnya mau tak mau, kesal tak kesal Jevan membantu June untuk membuat Teh dan menyiapkan beberapa kue yang ada di dapur. Bi Inem tidak di bangunkan karena pasti lelah merapikan Apartemen ini dari pagi. Jevan sengaja menyuruh Bi Inem ke sini karena June akan tinggal di sini untuk beberapa hari ke depan.

Bel berbunyi, dengan cepat Jevan membuka pintu. Tangannya dilipat di depan dada sembari mengamati Jian dari ujung rambut sampai ujung kakinya.

"Pakaian rapi dan tidak tercium bau alkohol. Kamu dipersilakan untuk masuk."

"Lebay." tutur Jian.

Dug...

Jevan memukul punggung Jian kencang.

"Kenapa, Ji?" tanya June, kedua tangan gadis itu memegang nampan.

"Kejedot pintu." jawab Jian. Napasnya lega ketika melihat June sudah baik-baik saja. Mungkin akan memerlukan beberapa waktu untuk mengembalikan berat badan June yang hilang. Tapi setidaknya June berada dalam keadaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya sekarang.

"Lain kalo hati-hati." seloroh Jevan. Ini orang tua bisa gak sih tidur aja.

Malam ini jadilah Jian June dan Jevan menghabiskan malamnya bersama di Apartemen kecil milik Jevan. Jangan lupakan Bi Inem yang sudah duluan masuk ke alam mimpi.

June: Happy Birthdie ✓ SEGERA REVISIHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin