BAB 9: Rumah Kumbang

7 1 0
                                    

Siapa pun nantinya yang akan menemanimu sampai akhir. Semoga dia bisa menjadi kebahagian paling sempurna yang pernah kamu miliki— Jian Junendra.

***

SETELAH kejadian nahas waktu di air terjun kemarin. Airin menjadi sedikit posesif kepada putri semata wayangnya. Bukan karena khawatir melainkan sebagai pencegahan agar June tidak selalu merepotkannya lagi.

Sudah hampir tiga hari June beristirahat total di kamarnya tapi kondisi kesehatan gadis itu belum juga pulih, tubuhnya masih terasa lemas dan ada luka lebam di sekitar tangan dan kakinya. "Kangen Juan." June meraih ponsel yang berada di atas nakas samping ranjangnya. Gadis itu memeriksa pesan WhatsApp, tapi tidak ada satu chat pun yang masuk dari lelaki itu.

"Juan ke mana, ya? Apa dia sibuk?" June menghela napas pelan, tidak tahu harus melakukan apalagi selain berbaring di kasurnya. Saat hendak menutup mata, sayup perkataan Airin waktu itu terdengar kembali. Kata-kata yang tidak seharusnya keluar dari mulut seorang ibu, kata-kata yang selalu berhasil membuat hati kecil June remuk.

June merasa Airin telah benar-benar berubah, semua perhatian, kekhawatiran dan cintanya hilang. June bahkan sudah tidak bisa lagi merasakan peran seorang ibu dari Airin. June tidak habis pikir mengapa Airin bisa segelap mata itu mengacuhkannya, menyiksanya bahkan tidak memedulikannya sebagai darah dagingnya sendiri.

Tapi tidak mengapa, sekarang rasanya sudah tidak sesakit dulu. Kini June, mengerti jika semua hal yang ada di dunia ini bisa berubah, hilang dan pergi kapan saja.

Juan:
Gimana kabar kamu hari ini, June?

Aku minta maaf ya, belum bisa jenguk kamu. Akhir-akhir ini aku beneran sibuk

Aku sama Jasmine turun untuk Olim tahun ini

Ada makanan yang lagi pengen kamu makan? Aku bakal bawain sekarang

June terlihat sangat semringah membaca beberapa pesan dari Juan. Gadis itu bersiap untuk membalasnya tapi terhenti saat Airin berteriak, "June ada yang datang!"

Ah, Juan beneran datang rupanya, batin June.

"Selamat sore, Junee!" Laki-laki itu masuk ke dalam kamar bernuansa alam milik June. Kedua tangannya memegang sesuatu yang membuat kening June berkerut heran.

"Jian, ke sini sama siapa?" Lagi-lagi harapannya membuat June sedih. Gadis itu pikir yang datang adalah Juan, tapi kenyataannya malah Jian yanh datang. Laki-laki itu datang masih dengan seragam sekolahnya dan rumah kumbang.

"Sendiri. Gimana keadaan kamu sekarang? Jauh lebih baik?" Jian menyimpan rumah-rumahan kumbang itu di atas kasur tepat di samping June. Rumah kumbang berwarna merah dan hitam dengan desain lantai dua tingkat lengkap dengan ayunan dan perosotan kecil.

"Alhamdulillah, sekarang udah enakan kok," jawab June. "Biar aku bantu." Jian membantu June untuk duduk menyender dengan disimpannya bantal ke belakang punggung gadis itu.

"Kamu pasti berharap Juan yang datang, ya?" Jian tertawa kecil, lalu mengambil bangku meja belajar dan duduk di sebelah kasur June. Juna hanya tersenyum. Benar. Dirinya benar-benar mengharapkan kalo Juan ada di sini sekarang.

"Juan sibuk buat olim, June. Doain dia semoga berhasil." Jian mengupas  apel untuk gadis itu dan untuk dirinya. Laper pulang sekolah langsung ke sini soalnya, nggak sempet makan dulu.

June mengangguk kecil. "Tadi dia udah chat aku, kok, tolong jagain Juan ya selama aku sakit."

Ogah, batin Jian. "Tenang aja, si Juan bakal aman. Aku bakal pantau dia terus. Lagian kamu sakit mau berapa lama, hah? Janji besok sembuh, ya!!" Juan mengacungkan jari kelingkingnya tanpa pikir lama, June mengaitkan jari kelingkingnya di jari kelingking milik Jian sambil tersenyum dan mengangguk.

Jian membalas senyum June. Dirinya sangat merindukan gadis itu. Gadis yang sejak dulu sudah menjadi tambatan hatinya. Gadis yang pernah hilang entah ke mana dan sekarang Tuhan mempertemukannya kembali dengan perasaan yang masih sama.

Tuhan, mengapa Engkau tidak hilangkan perasaan ini dan membuatku dengan June menjalani hubungan persahabatan yang kekal saja?

Jian merasa bahwa dirinya kembali di waktu yang salah, June benar-benar tidak membutuhkannya sekarang selain hanya sebagai teman biasa mungkin. Jian sadar, ada hati lain yang harus gadis itu jaga sekarang, Juan dan seluruh perasaan lelaki itu pada June. June terlalu naif jika berpikir lelaki yang sekarang jatuh cinta padanya tidak mungkin akan menyakiti hatinya suatu saat nanti. Bagaimanapun Juan adalah manusia biasa yang perasaan bisa berbubah kapanpun.

Jian dengan kesadarannya tidak akan mau mengganggu hubungan June dan Juan. Ia akan menunggu saja sambil melindungi June dari jauh. Bagaimanapun, perasaannya masih terlalu besar untuk dirinya padamkan sekarang. Biarkan api asmaranya tenag sebentar sebelum akhirnya harus benar-benar ia padamkan.

"Rumah kumbang ini. Rumah kumbang yang kita beli waktu pulang sekolah dulu." Jian mengangkat rumah kumbang itu dan menyerahkannya kepada June. Gadis itu menerimanya lalu mengamati setiap sudut rumah-rumahan kumbang itu.

Diam beberapa saat, dan benar saja. June merasakan setiap moment bahagianya dulu bersama Jian saat melihat setiap sudut rumah kumbang itu. Rumah-rumahan yang dulu mereka beli dengan uang jajan dua harinya yang dikumpulkan bersama. Belum harus beli kumbang yang cangkangnya digambar dengan kartun, walaupun harus merogoh kocek yang lumayan. Jian dan June kecil tetap membelinya dan saat itu mereka menjadi rajin merawat kedua kumbang kartun upin-upin yang mereka beli.

"Kumbangnya hilang entah ke mana setelah kita rawat selama dua Minggu," tutur June. Jian terkekeh kecil. Membayangkan histerisnya June saat tahu hanya tinggal cangkangnya saja yang masih ada di dalam rumah-rumahan kumbang itu.

"Nanti kita beli kumbang yang baru ya, June. Terus kita rawat sama-sama lagi." Jian memberi usul. Tapi June tidak menjawab, gadis itu hanya diam sembari menatap lurus ke depan.

"Aku nggak tau. Aku takut nggak punya waktu untuk itu." June sadar, kalau penyakit yang dideritanya pasti akan sangat menguras emosinya. Selain fisiknya yang dihajar habis-habisan, keadaan tidak memiliki support system yang benar-benar mengerti dirinya pasti akan melelahkan mental juga.

June menjadi pesimis tentang berapa lama lagi dia masih bisa hidup di dunia.

"Kalau kamu mau, kita bisa ajak Juan untuk beli kumbang."

"Beneran boleh?" tanya June.

Jian mengangguk cepat. "Aku cuma mau kita deket kaya dulu lagi tanpa membuat hubungan kamu sama Juan renggang, June. Aku bisa yakinin dia, kalau perasaan kamu untuk dia nggak bakal berubah, dan kamu nggak perlu cari-cari kenyamanan untuk bikin aku ngerasa, aku ini berarti di hidup kamu."

"Aku seneng bisa ketemu kamu setelah lama kita berpisah. June, tolong jangan pernah ngerasa sendirian di sini. Kita bakal selalu ada buat kamu." Jian mengusap puncuk kepala gadis itu.

"Kita?" June bingung. "Iya, aku dan Juan."

***

Bersambung

Bandung, 19 September 2023
Arusha, Kana, Rara.

June: Happy Birthdie ✓ SEGERA REVISIWhere stories live. Discover now