BAB 19: Tidak Lama Lagi Aku Pergi

26 1 0
                                    

Tidak ada rasa yang abadi. Karena setiap rasa memiliki rentang waktu yang berbeda.

***

Sudah 3 hari June hanya berdiam diri di Apartemen milik Jevan. Lelaki itu benar-benar protektif, June dilarang melakukan ini dan itu. June sudah seperti, putri kerajaan saja. Tapi tidak! June tidak tahan lagi, rencananya hari ini dia akan meminta izin untuk pergi ke Perpustakaan yang ada di dekat alun-alun kota. Sudah lama tidak ke sana, rasanya June sangat merindukan buku-buku yang terpajang rapi di setiap raknya.

Gadis itu bercermin, memperhatikan setiap objek yang ada di tubuhnya. Tidak banyak yang berubah, hanya saja June terlihat lebih kurus dan menjadi lesu. "Eh kok ada memar?" June melihat lengan kanannya, ada luka memar di sana.

Selain penurunan berat badan dan lesu, June juga merasa aneh dengan tubuhnya yang terbentur sedikit memar sebelumnya tidak seperti ini. Apa ini karena penyakit yang dideritanya? Hah... Entah sampai kapan June mampu menyembunyikan kebohongan tentang penyakitnya ini jika semua cirinya terlihat jelas pada dirinya?

June mengambil sisir dan mulai menyisir rambutnya. Sebenarnya sekarang June sudah mulai jarang menyisir rambut, bukan, bukan karena malas. Hanya saja June takut jika setiap menyisir banyak sekali rambut rontok yang tidak wajah. Di beberapa bagian kepalanya bahkan sudah botak.  Bohong kalo June tidak merasa insecure dengan kondisinya yang sekarang. "Juan masih mau sama aku ga, ya, kalau dia udah tau yang sebenarnya." monolog June.

"Juneee???" Gadis itu menghela napas, kenapa Jevan sudah ada di Apartemen lagi jam segini. Harusnya biarkan June pergi dulu baru Jevan pulang ke sini. "Huhhh... Kirain jadi pergi." Napas Jevan masih memburu, lelaki itu khawatir jika June benar pergi ke Perpustakaan hanya seorang diri.

"Aku mau jadi pergi, kok, Kak. Boleh ya?" June menunjukkan pupy eyes andalannya. Jevan sempat berpikir sebentar sebelum akhirnya menggeleng pelan. Lelaki itu sangat takut jika terjadi sesuatu yang buruk menimpa June. "Kak," panggil June pelan. Gadis itu berjalan mendekat ke arah Jevan dan memegang tangan Jevan lembut.

"Aku tau Kakak khawatir banget sama keadaan aku sekarang. Kakak takut terjadi sesuatu yang buruk lagi sama aku. Kakak protektif kaya gini karena tau penyakit aku 'kan, Kak?" ujar June. "Aku gak mau kaya gini, tolong jangan khawatir berlebihan kaya gini. Aku harap Kak Jevan bisa perlakukan aku seperti manusia sehat yang lainnya."

Setelah itu June keluar dari Apartemen Jevan. Meninggalkan Jevan yang masih mematung di sana, mungkin benar dirinya terlalu keras pada June dengan melarang gadis itu tidak boleh melakukan banyak hal dan membuatnya menjadi jenuh dan sedih. Padahal seharusnya June harus bahagia, hatinya harus selalu nyaman dan tenang. Dengan begitu semangat June untuk sembuh pasti akan membara. Jevan terlalu egois karena ingin menjaga June dengan caranya sendiri, dia tidak sadar bahwa sebenarnya June merasa tidak nyaman dan risih.

*

June berjalan santai menikmati suasana di luar. Untunglah hari ini cuacanya tidak panas dan tidak dingin. Hanya samar-samar akan mendung dengan semilir angin yang menyapa kulit. June begitu senang, sudut bibir tipisnya tak henti-henti melebarkan senyum. Hari ini June ingin menikmati waktu me timenya dengan membaca buku di Perpustakaan.

June berhenti melangkah lalu duduk sebentar di pinggiran jalan. Ada kursi panjang di sana, June duduk lalu mengeluarkan sebotol air mineral dari dalam tasnya. June ini memang tipe-tipe manusia yang kalo ke mana-mana lebih suka bawa dari rumah ketimbang jajan-jajan minuman berasa di jalan. Menurutnya, selain sehat, bawa minum dari rumah juga membuat kita menjadi hemat. Selesai minum, June mengelap atas bibirnya dengan tangan. Gadis itu menghela napas panjang sambil tersenyum kecil meraba kursi tempat duduk di sebelahnya, kalo diinget-inget di setiap jalan menuju ke Perpus ini banyak momentnya. Kalo dulu June duduk di sini bersama Juan kini hanya ada tapak tilas dudukan Juan dikursi yang pernah di dudukinya. Kalo dulu setiap langkah perjalannya banyak canda tawa dan kegembiraan, kini hanya ulasan senyum miris yang June gambarkan. Juan seberarti itu di dalam hidupnya, bisakah Juan merasakan itu?

Mungkin sekarang memang sudah waktunya Juan berubah. Berubah menjadi tidak mengkhawatirkan keadaannya lagi. Padahal Juan sendiri tahu, berapa banyak luka yang sudah menganga di hatinya. Tapi kenapa? Tapi kenapa sekarang lelaki itu seolah tidak mau membantu June untuk mengobati lukanya atau bahkan melihat pun Juan tidak mau. Lelaki itu seolah ingin memutuskan hubungan dengan June. Apa Olimpiade Tahun ini seberarti itu baginya? Atau karena Jasmine yang menjadi patner satu tim nya?

June berdiri, melangkahkan kakinya kembali. Melewati toko-toko pakaian, makanan dan lain-lain. Dulu, dia dan juga Airin pernah pergi ke sana bersama. Tapi dulu saat suasananya masih hangat, bukan seperti sekarang yang rasa-rasanya untuk sengaja di pertemukan kembali pun June sudah tidak mau. Hatinya masih sangat sakit jika harus bertemu dengan Airin, wanita itu benar-benar tidak memperlakukan June seperti anak kandungnya. Bagaimana kabar Airin sekarang? Apa dia tahu bahwa putrinya sudah bolak-balik masuk rumah sakit dan didiagnosa mengidap penyakit yang mematikan ini?

Aku gak bisa kaya gitu, ya? Batin June kala melihat seorang gadis seusianya tengah tertawa bersama Mamanya dengan tangan yang penuh dengan barang belanjaan. Melihat itu perasaan June sedikit menghangat, setidaknya dia bisa membayangkan bahwa gadis yang memegang Sempol ayam dengan saos itu dirinya dan wanita paruh baya yang menatap gadisnya dengan penuh cinta itu Airin. Sedetik kemudian, June tertawa remeh. Bukankan barusan dia sendiri yang tidak mau di pertemukan kembali dengan Airin? Tapi tiba-tiba June merasa rindu dengan wanita itu.

"Mbak silakan langsung scan di sini." Pegawai Perpus itu mengarahkan June pada mesin yang berada di sisi sebelah kiri meja resepsionis.

"Terimakasih, Bu." June membungkukkan sedikit badannya. Lalu bergegas pergi ke lantai atas tempat di mana surga bagi para pecinta buku berada.

June duduk di bangku paling belakang, ada dua buku yang sangat menarik perhatiannya. Buku fiksi biasa bergenre fiksi remaja dan satu lagi, buku pengetahuan seputar penyakit kanker. Gadis itu mulai memasang earphone ke ketelinganya dan mulai membaca. Dari jarak kurang dari 10 meter June dapat melihat dua orang yang harus saja datang itu. Mereka seperti Juan dan Jasmine. Keduanya nampak serasi, Juan si tampan dan Jasmine si perempuan ular.

June mencengkram kuat buku yang sedang dibacanya. Lalu melirik arloji yang ada di tangan sebelah kirinya. Waktu menunjukkan pukul 15.00 wib. Ini jamnya pulang sekolah, dan mereka mampir ke Perpus untuk belajar bersama? Sepertinya memang harus di akhiri saja, hubungan June dan Juan tidak lagi sebahagia dulu. Memliki pacar jika hanya untuk menambah luka hatinya saja untuk apa? June akan membicara tentang ini pada Juan.

"Juan bukunya yang ini bagus deh, kenapa kamu gak baca yang ini aja?"

"Boleh, ayo duduk di sana."

June semakin kepanasan, Perpus bukan tempat yang menenangkan lagi sekarang setelah masuknya dua orang itu. June bangkit dari duduknya, saat akan melangkah gadis itu merasakan dunia seolah berputar dan kenapa pandangannya memburam. June sempat meraba bawah hidungnya, ada noda kotor saat tangannya menyentuh itu. Sedetik kemudian June pingsan, tubuh kecilnya jatuh ke lantai.

***

Bersambung

Bandung, 30 September 2023
Arusha, Kana, Rara.

June: Happy Birthdie ✓ SEGERA REVISIWhere stories live. Discover now