BAB 17: Cinta tanpa daya

12 1 0
                                    

Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Kita sama-sama manusia pendosa yang tidak luput dari kesalahan.

***

Jevan menyuapi June dengan telaten, entah kenapa lelaki ini mau merawat gadis itu dengan suka rela. Bahkan June tidak tahu pasti siapakah lelaki baik hati ini. June tidak memedulikan itu, siapa pun Jevan, ia hanya berharap lelaki itu benar-benar tulus membantu dirinya. Dan semoga saja Tuhan memberikan imbalan yang setimpal untuknya.

Atensi keduanya teralihkan dengan suara ketukan pintu. Jevan dengan cepat membuka pintu kamar inap June, setelah melihat siapa yang datang lelaki itu mengernyitkan keningnya.

"Siapa?" tanya Jevan.

Juan masuk dan tidak menggubris ucapan Jevan. Sedangkan lelaki yang diacuhkan itu hanya tertawa kecil, sembari menatap Juan tajam. Tidak berselang lama, Jian datang dengan tergesa. Berbeda dengan Juan, lelaki itu menyapa Jevan dengan sopan.

Dari sini Jevan dapat menilai dengan jelas. Mana saja orang yang baik dan orang yang jahat. Ya, umpamanya seperti itu. Lelaki itu tidak ingin mengambil asumsi sendiri. Bisa saja Juan khawatir dengan June sampai tidak ngeh dengan pertanyaan. Positif thinking aja, ya, teman-teman.

"Kamu nggak apa-apa?" June membuang muka setelah tahu siapa yang datang. "Maafin, aku, ya." Permintaan maaf saja tidak cukup untuk mengobati rasa sakitnya.

Bahkan sepertinya rasa sakit ini akan selalu June rasanya selama hidupnya. Rasa sakit yang ia terima tanpa menerima rasa bahagia terlebih dahulu. Semua itu karenanya. Bukan karena apa pun, hanya saja June merasa dunia memang sedang tidak baik-baik saja.

"June? Aku bisa jelasin semuanya. Maafin aku ya?"

Tetap sama, tidak ada jawaban yang gadis itu keluarkan dari mulutnya. Gadis itu masih setia dengan keteguhan hatinya, semua yang telah menyakiti dirinya seakan sudah hilang dan tidak akan pernah June sapa lagi.

Jevan menghampiri Juan, menyuruh lelaki itu untuk tenang. "Jangan paksa June buat bicara." Ucapan sepihak itu membuat Juan menatap ke arah Jevan.

"Maksudnya?" Juan menatap Jevan penuh selidik. "Lo siapanya June? Kenapa bisa ada di sini?" Pertanyaannya Juan membuat lelaki itu tertawa.

"Santai. Sekarang gue deh yang nanya sama lo. Lo siapanya June?" Jevan membalikkan pertanyaan, kemudian menunjuk June dengan tegas kepada Juan.

Lelaki itu menatap remeh ke arah Jevan. Juan tidak kenal sama sekali dengan lelaki ini, melihatnya saja tidak pernah. Sekarang malah bersama June?

"Gue yang nanya duluan, harus lo jawab!"

Jevan tertawa. "Lo jawab duluan, baru gue memperkenalkan diri."

Juan menghela napas. "Gue Juan, pacarnya June." Lelaki itu tertawa terbahak, kemudian menatap Juan dengan tatapan tidak kalah meremehkan.

"Lo bilang pacar?"

Plak! Satu tamparan mengenai pipi lelaki itu. "Gue Jevan Aksara Sabian! Kakak June!"

Plak! Tamparan kedua dengan mulus menutupi pembalasan dendam. Sebenarnya Jevan belum puas. Hanya saja Juan memang perlu diberi pelajaran.

Tanpa sadar, June sudah tidak ada. Jian dengan hebat membawa gadis itu di tengah perdebatan antara Jevan dan Juan. Bugh! Pukulan cukup keras menbenai perut lelaki itu. "Lo, Juan! Gue udah tau semuanya! Bajingan lo jadi cowok!" Jevan tidak peduli lelaki itu mengaduh kesakitan. "Adik gue lo bikin nangis! Sekali lagi ngelakuin hal yang sama, gue nggak akan pernah biarin lo deket sama June lagi."

Juan tidak percaya. Ia cukup bingung dengan semua yang terjadi. Bahkan ia tidak tahu bahwa June mempunyai seorang kakak lelaki. Gadis itu tidak pernah menceritakan semuanya kepada publik.

"Camkan ini baik-baik!"

Jevan menatap Juan dengan tajam, sedang yang ditatap menundukkan kepalanya. Lelaki itu tidak ingin ditindas, Juan kembali menatap Jevan tidak kalah tajam.

"Lo jangan ngaku-ngaku jadi Kakaknya June! Selama ini dia nggak pernah bilang punya Kakak." Juan menunjuk lelaki itu. "Dan, di sini June salah juga!"

"Anjing ya, lo! Lo nggak tau apa-apa, lo cuma tau June baik-baik aja. June menderita selama ini, dan lo malah seneng-seneng sama cewek lain!" Jevan sudah jengah, lelaki yang berada di hadapannya ini memang wajib ia maki. "Lo nggak perlu tau siapa gue! Lo bakal ngerti kalau sadar sama jalannya hubungan kalian!"

"Gue Jevan Aksara Sabian. Kakak June yang udah lama hilang karena peristiwa dua puluh tahun yang lalu." Meninggalkan Juan dalam diamnya, Jevan hanya ingin lelaki itu mengerti akan sebuah hal.

Kini semua yang menyangkut June akan bersangkutan dengan Jevan. Lelaki yang mengaku sebagai saudara kandungnya.

***

June menatap nanar ke depan, hari ini cuaca cukup cerah. Namun, tidak dengan hati dan pikirannya. Lelaki yang mendorongnya pakai kursi roda enggan untuk bicara dan malah memilih diam. Jian hanya menyahut seadanya ketika June bertanya. Hal itu membuatnya bingung, Jian tidak seperti biasanya yang selalu cerewet ketika ia melakukan kesalahan atau hal di luar nalar. Kali ini berbeda, June merasakan perubahan yang mencolok dari lelaki itu.

"Kamu kenapa diem aja, Ji?"

Pertanyaannya dari June membuat Jian bangun dari lamunannya. Ia menatap gadis itu dengan senyum tipisnya. "Aku nggak apa-apa, June." Mengembuskan napasnya. "Kamu kenapa nggak bilang kalau diusir sama Tante Airin?"

June menunduk, jika mengingat itu ia seperti kembali merasakan untuk yang kedua kali. Ia juga bingung dengan hidupnya. Kenapa, Tuhan memberikan jalan serumit ini? Apakah tidak ada cinta yang dapat ia dapatkan walau hanya sekali seumur hidupnya?

"Aku nggak mau bikin kamu khawatir. Tenang aja, ya? Ada Kam Jevan, dia yang udah bantu aku."  June tersenyum ke arah Jian. "Mama ada nanyain aku sama kamu, Ji?"

Mendengar itu, Jian menggeleng. Bahkan, rasanya ia ingin menangis melihat kondisi June yang seperti ini sekarang. Mama kandungnya sendiri bahkan tidak peduli dengan anaknya yang sedang terbaring di rumah sakit.

Jian mengingat kembali peristiwa pagi tadi. Saat ia tidak sengaja lewat di depan rumah June dan sekalian mengunjunginya. Dari tampak luar, rumah June seperti tidak ada penghuninya. Lebih tepatnya tidak ada kehidupan sama sekali. Ya, selayaknya seperti orang-orang, pasti pagi-pagi jendela rumah sudah dibuka, lampu sudah dimatikan. Namun, ini tidak. Lelaki itu mencoba mengetuk pintu.

"Permisi. June, assalamualaikum."

"Assalamualaikum."

Suara langkah kaki terdengar sedang berjalan ke arah Jian. "June nggak ada di sini! Dia sudah saya usir! Pergi kamu dari sini!"

Jian dibuat terkejut dengan kemunculan Airin yang sedang tidak baik-baik saja. Yang lebih membuatnya berpikir, kalimat pertama yang diucapkan oleh wanita itu sedikit membuatnya terkejut.

Jebruk!

"Tante, June ada di mana, Tan?"

"TANTE!"

Namun, pintu sudah ditutup rapat. Sang pemilik rumah tidak menggubris ucapannya. Jian berjalan lesu tidak berdaya. Memikirkan keberadaan sahabat yang kini entah ada di mana. Ke mana gadis itu pergi?

Tidak sadar June sudah memanggilnya berulang kali, Jian mendapatkan pukulan yang cukup keras dari gadis itu. Mungkin, June sudah kepalang kesal karena diacuhkan oleh lelaki itu.

"Sori, June. Kenapa?"

June diam, berpikir cukup lama sampai akhirnya Juan datang menghampirinya.

***

Bandung, 28 September 2023
Arusha, Kana, Rara

June: Happy Birthdie ✓ SEGERA REVISIWhere stories live. Discover now