10. Para Pelindung

153 24 1
                                    

Sesuai dugaan Vicky, tidak terjadi apa pun saat dia bertemu kepala sekolah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sesuai dugaan Vicky, tidak terjadi apa pun saat dia bertemu kepala sekolah. Vicky mengakui bahwa itu adalah kekerasan yang dilakukannya. Dengan sedikit bumbu kebohongan yang telah diajarkan oleh Ricky; bahwa dia sudah meminta maaf dan berdamai dengan korban. Vicky berpikir kepala sekolah tidak akan percaya. Rupanya beliau langsung tidak mempermasalahkan.

Ternyata alasan di balik sikap itu adalah Winata. Lagi dan lagi, Vicky bertemu orang gila kekuasaan dan uang seperti kepala sekolahnya saat SMP.

“Titip salam untuk papamu, ya. Sampaikan kalau kamu akan baik-baik saja di sini. Kalau ada masalah atau ada siswa yang mengganggumu, katakan saja pada Bapak.” Pria berkumis tebal itu tersenyum sambil menyiram tumbuhan kecil di atas mejanya.

Vicky hanya mengangguk dan bersicepat keluar dari sana. Muak melihat kepala sekolah yang lagi-lagi bisa disumpal mulutnya dengan uang. Kendati demikian, Vicky tetap berterima kasih pada Winata.

“Enak banget, ya, udah bikin anak orang babak belur, divideokan segala, tapi masih bisa hidup dengan tenang. Kalau gue jadi keluarga korban, udah gue bikin dia terisolasi dari masyarakat. Tukang bully nggak pantes ada di sini.”

Suara itu terdengar dari beberapa siswi yang baru saja datang dari arah lapangan basket. Mereka bahkan masih mengenakan seragam olahraga, juga peluh yang menetes pelan di dahi. Bukannya istirahat, tetapi mereka malah langsung mengusik Vicky.

“Benar kata Bella, kalau monster kayak gini harus diusir dari sekolah kita. Takutnya nanti banyak korban.” Yang lain ikut menyahut.

“Jaga bicara lo! Jangan berani berlindung di bawah nama Bella. Suruh dia menghadap langsung ke gue.” Kali ini Vicky tidak bisa menahan diri.

“Wah, berani juga, ya.” Salah satu di antara mereka memangkas jarak dan hendak melayangkan tangan ke arah Vicky. Sayangnya tertahan karena suara seseorang.

“Oi, oi! Ada apa ini rame-rame?”

Dua orang cowok mendekat sambil saling merangkul. Vicky mengenali mereka sebagai Justin dan Alvin. Rangkulan Alvin terlepas saat berdecak gemas melihat para siswi yang memakai seragam olahraga. Sementara Justin dengan santai menenggelamkan tangan di saku celananya.

“Jangan bikin keributan di sini, Kakak-kakak yang cantik.” Alvin tersenyum sambil mengedip ke arah mereka. 

“Nggak baik berbuat keributan di sekolah, Kak.” Justin-lah yang angkat suara. “Kalau nggak mau dapet masalah, pergi sekarang! Gue nggak peduli cewek atau cowok, jadi jangan bikin gue murka.”

“Ugh, ngerinyaaa!” Alvin berseru dengan nada takut yang dibuat-buat. Detik berikutnya, wajah cowok itu berubah serius. “Sentuh Vicky, sama dengan menyentuh kami berdua.”

Ketakutan terlihat di wajah cewek-cewek itu. Hanya dengan sekali bentakan, mereka akhirnya menghambur pergi. Sementara Vicky tidak paham dengan situasi sekarang. Tiba-tiba saja Alvin dan Justin datang, lalu membantunya.

Vicky-Me√Where stories live. Discover now