11. Milik Vicky

167 21 3
                                    

Vicky merasakan kecewa dibarengi rasa takut saat melihat Luthia dan Gian dihajar oleh Ricky

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Vicky merasakan kecewa dibarengi rasa takut saat melihat Luthia dan Gian dihajar oleh Ricky. Padahal sejak dahulu kekerasan adalah caranya menyelesaikan masalah. Seperti rubah, dia pandai mengelabui orang. Serupa bunglon, dia pintar memainkan warna. Semua orang mengelukan Vicky. Citra dan prestasi yang bagus membuatnya disanjung saat masih di Airlangga. Namun, sedikit saja seseorang berani mengusik suasana hatinya, maka tidak akan ada ampun.

“Gara-gara orang miskin kayak lo, kita semua jadi susah. Jangan bikin pekerjaan bendahara jadi rumit, Jalang! Bayar utang kas lo. Gimana pun  caranya, bahkan dengan cara menjual selangkangan lo sendiri."

Sekali waktu Vicky pernah melabrak seorang gadis yang menunggak uang kas selama dua semester berturut-turut. Geram karena Bu Alin adalah orang yang super teliti, bahkan sampai ingin membuat laporan mengenai uang kelas, Vicky dan sang bendahara selalu dipanggil. Keparat Wakil ketua kelas dan Sekretaris serasa tak berguna.

Sekali waktu Bu Alin menegur karena kekurangan biaya untuk acara bazar. Setiap pergantian semester, akan ada bazar yang dilakukan di setiap kelas. Mereka akan mendirikan tenant-tenant yang menjual makanan, suvenir, dan lainnya. Hari itu sayangnya kelas Vicky kekurangan dana akibat uang kas yang masuk tidak sesuai. Terpaksa dia dan Bendahara harus menutupi kekurangan tersebut.

“Sebagai gantinya ....” Vicky berdiri dari posisi jongkok. Sore itu setelah pulang sekolah, dia meminta Bendahara dan Debby menyeret anak yang tak bayar uang kas ke kamar mandi. “Gue mau lihat lo mandi sambil telanjang dada.”

“V-Vicky ....” Sang Bendahara menegur. “Apa itu nggak keterlaluan?”

“Pilihan lo cuma dua,” katanya seraya menginjak pundak gadis yang tak berdaya itu. Terdengar ringisan pelan. “Telanjang dada atau bayar uang kas lima kali lipat dari dana yang kita miliki.”

Gadis itu mendongak di tengah-tengah rintihannya. “V-Vicky, aku nggak punya uang sebanyak itu. Kenapa kamu melakukan ini? Aku udah bilang, aku akan mencicilnya."

“Berisik!” Suara Vicky lebih keras seiring injakan yang makin kuat. “Berarti lo udah memilih opsi pertama, ya? Hei, Bendahara! Ambil ember yang ada di sana dan buka bajunya. Debby, lo tau kan apa yang harus lo lakukan?” Dia melirik Debby yang gemetar ketakutan.

Pada detik berikutnya, rencana Vicky berjalan lancar. Gadis itu berteriak dan memberontak saat Si Bendahara memereteli kancing bajunya, sementara Debby sudah mulai merekam kejadian itu. Sember air keruh mulai membasuh tubuh si korban. Berkali-kali sampai tiga ember air keruh nan busuk itu menyirami tubuhnya.

“Lain kali jangan bikin gue kesal. Orang miskin menyusahkan emang nggak berguna. Mati aja lo!”

Ingatan itu masih terekam jelas dalam benak Vicky. Sejak kejadian di halaman belakang beberapa menit lalu, dia memilih bersembunyi di ruang kesehatan. Tubuhnya mendadak menggigil. Bayangan korban-korban di SMA Airlangga mulai menghantui.

Vicky-Me√Where stories live. Discover now